Upacara Kepus Pungsed atau ada juga yang menyebut Kepus Udel dan Kepus Puser. Upacara ini biasanya dilaksanakan ketika si jabang bayi setelah beberapa hari lahir, tali pusarnya yang menempel di pusarnya sejak lahir terlepas secara alami.
Upacara ini pun menurut sumber lainnya disebut dengan istilah Upacara Mepenelahan atau Penelahan, yang bersumber dari kata telah yang memiliki arti habis. Hal ini tentu saja tak lepas dari keyakinan bahwa ketika bayi tersebut masih dalam kandungan, dijaga oleh empat unsur, yang biasa disebut Catur Sanak. Meliputi yeh nyom, ari-ari, dan getih, tiga dari empat unsur tersebut sudah terlepas disaat bayi tersebut lahir. Sedangkan satu unsur lainnya yang tetap melekat saat bayi itu lahir yakni puser atau udel.
Maka ketika lepasnya sisa tali pusar atau udel tersebut, maka terlepas sudah semua unsur Catur Sanak yang sebelumnya melekat pada bayi tersebut, baik ketika masih di dalam kandungan maupun ketika lahir.
Menurut Mangku Nyoman Suparta serta beberapa sumber disebutkan, upacara ini bermakna pembersihan raga dan jiwa dari jabang bayi tersebut. Karena lepasnya satu unsur terakhir itu, membuat bayi tersebut sudah lepas dari pengaruh Catur Sanak. Tujuannya untuk membersihakan secara spiritual tempat-tempat suci dan bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya.
Lantas bagaimana dengan puser si jabang bayi yang sudah terlepas. Puser tersebut selanjutnya dibungkus dengan secarik kain, yang selanjutnya dimasukkan dalam sebuah kulit ketupat kecil. Tak hanya itu, ketupat tersebut juga disertai dengan sejenis rempah-rempah yang khasiatnya menghangatkan, seperti cengkeh. Ketupat kecil ini kemudian digantungkan pada arah kaki tempat tidur si bayi.
Sedangkan di beberapa daerah di Bali, seperti diutarakan Mangku Nyoman Suparta, begitu tali pusar itu terlepas maka akan dimasukkan ke dalam sebuah potongan bambu kuning berukuran kecil. Secara kasat mata, ukurannya bambu tersebut tak lebih dari seukuran pensil, dengan panjang sekitar 3cm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar