Kerauhan merupakan tradisi yang diwariskan para leluhur masyarakat Bali sebagai pembuktian tentang kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Wasa beserta manifestasi-Nya dan masih dilakukan sampai saat ini. Namun saat ini kerauhan seolah menjadi trend di masyarakat sehingga membuat masyarakat menjadi bingung dan keliru dengan esensi kerauhan itu sendiri.
Menurut praktisi spiritual Jro Pandit, sebagai umat Hindu harus paham ciri-ciri orang kerauhan serta perbedaannya dengan bebai.
Lebih lanjut Jro Pandit menjelaskan, kerauhan biasa terjadi di areal pura sebab yang turun adalah Ida Bhatara. Karena itu, masyarakat patut mewaspadai orang yang kerauhan di luar areal pura
Orang kerauhan biasanya kedua matanya tertutup (merem), badan terasa dingin dan tidak pernah ada orang mengaku kerauhan dewa.
“Biasa yang tedun adalah rerancangan Ida Bhatara, bukan dewa. Jadi jangan percaya jika ada yang mengaku kerauhan Dewa Brahma atau dewa yang lainnya,” ungkapnya melalui kanal Youtube Jro Pandit Spiritual.
Jika terjadi di luar areal pura, hal itu disebut dengan kerangsukan. Kerangsukan terjadi akibat badan kasar manusia dimasuki roh halus, jin, maupun bhuta kala. Ciri-ciri berupa mata terbuka dan tingkah laku maupun perilakunya tidak menunjukkan sifat dewa. Sedangkan bebai disebabkan oleh serangan ilmu hitam yang dilakukan oleh manusia.
Untuk menguji fenomena kerauhan yang saat ini marak terjadi, Jro Pandit mengungkapkan, ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama diuji dengan api. Orang yang benar-benar kerauhan tidak akan merasa panas jika menginjak ataupun terkena api. Kedua bisa diuji dengan air. Ketika disiram dengan air, orang yang benar-benar kerauhan tidak akan basah.
Lebih lanjut, pihaknya menyebut kerauhan memiliki tingkatan . Kerauhan dengan tingkat kesadaran hilang total. Orang yang kerauhan dengan tingkat kesadaran hilang total tidak akan mengingat apa-apa setelah dirinya sadar.
Dirangkum dari Baliexpress,com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar