Selasa, 12 Juli 2022

BANTEN

 


"Ada orang dari daerah sebrang bertanya apa itu banten? Mengapa membuat banten? Bagaimana jika tidak membuat banten?"
Demikian tanya lelaki paruh baya kepada kami.
Sembari tersenyum, saya pun menjawab,
"Nak, menerjemahkan banten sehingga mudah dimengerti tentulah bukan perkara mudah, namun demikian, bila kita sudi menyelami berbagai teks tinggalan tetua Bali, pekerjaan itu sepertinya menjadi lebih ringan.
Bila dikaji dari maknanya, banten merupakan simbol dari perwujudan Tuhan, Alam semesta dan Diri manusia itu sendiri. Maka demikianlah tegas dipaparkan dalam Lontar Yajna Prakrti, banten pinaka warna rupaning Ida, pinaka anda bhuana dan pinaka raganta tui.
Sebagai simbol perwujudan Tuhan, maka dikenal banten berupa daksina, sarad sebagai simbol alam semesta, lis sebagai simbol manusia , demikian juga untuk bentuk banten lainnya.
Bila dikaji dari fungsinya, selain sebagai lingga, banten juga sebagai bentuk persembahan dan harapan. Banten guru atau daksina misalnya, merupakan salah satu fungsinya sebagai lingga. Sedangkan untuk persembahan, banten akan berbentuk sodaan, japit, atau sejenisnya. Dan untuk pengharapan, ada bentuk banten berupa peras, pengambean dan sebagainya.
Jika kemudian ditanya, mengapa membuat banten? Itu tak lebih hanyalah salah satu dari begitu banyaknya jalan yang ditempuh dalam upaya terhubung dengan Dia Semesta Hidup. Ada yang memilih terhubung melalui tindakan kerjanya, ada yang terhubung dengan jalan pengetahuan, meditasi atau yang lainnya. Maka demikianlah manusia Bali diajarkan untuk selalu terhubung lewat serangkaian ritus bebantenan, Nak.
Lantas, bagaimana bila tidak membuat banten? Tentu itu semua dikembalikan kepada pilihan jalan masing-masing, Nak. Mirip seseorang yang hendak mengunjungi daerah tertentu, entah mempergunakan kendaraan, berjalan kaki, menyewa pesawat, semuanya adalah sah sesuai dengan kemampuannya. Demikian juga jalan bhakti melalui persembahan banten, tentu tak semua orang mesti memakainya. Sesuaikan saja dengan situasi lingkungan serta kondisi batin masing-masing"
Sambil menatap ke arah langit yang mulai dipenuhi kerlip bintang sebagai tanda kumpulan awan gelap disirnakan, lelaki paruh baya itu hanya terdiam dalam renungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar