Senin, 24 Agustus 2015

pesantian umat Hindu sebagai "pangaksaran"

 


 

pesantian umat Hindu sebagai "pangaksaran". Kata ini berasal dari kata dasar aksara. Kata aksara adalah kata Sanskerta yang berarti "tidak berubah, abadi". Dengan pangaksaran inilah maka kita akan menemukan jalan keabadian.
Dalam sastra dan susastra Hindu aksara menjadi penting, karena itu Nitisastra mengatakan jika dalam satu hari setidaknya kita bisa membaca 1 sloka atau 1 aksara dalam Weda, tentu setelah itu kita harus mengimplementasikanya dalam kehidupan sehari-hari.
Aksara dalam sastra dan susastra Weda juga dianggap sebagai aksara suci. Oleh karenanya dalam Lontar Tutur Aji Saraswati disebutkan pada saat hari Saraswati kita "tan wenang ameteni sastra/aksara". Maknanya sebenarnya adalah untuk menyucikan aksara itu sendiri.
Di Bali aksara adalah sesuatu yang sangat sakral, lebih-lebih aksara yang digunakan dalam rerajahan. Pernah ada mahasiswa Bali yang bertanya kepada saya, apakah aksara dalam susastra Weda bisa "digantikan" dengan aksara Latin. Lalu saya balik bertanya apakah rerajahan di Bali juga bisa digantikan dengan aksara Latin? Dia terdiam. Sebenarnya bukan hal penting digantikan atau tidak, tetapi pembelajaran kita dan pemaknaan terhadap aksara itu yang tidak boleh dihentikan.
Oleh karena itu saya merasa kecewa ketika mendengar ada orang Hindu dan lebih-lebih mengatasnamakan Lembaga Pendidikan Keagamaan Hindu yang mengatakan siswa/mahasiswa Hindu tidak perlu belajar aksara Dewanagari atau Sanskerta. Kalau dia merasa sudah tua dan merasa terlambat untuk belajar sastra dan susastra Weda ya jangan menghambat yang muda untuk mempelajarinya.
Jika lembaga pendidikan Hindu seperti Pasraman dan Perguruan Tinggi Agama Hindu sudah mengabaikan pembelajaran sastra dan susastra Hindu, maka jangan berharap kedepan Hindu akan berkembang lebih baik.
Jawa sudah mulai lumpuh karena sudah mulai mengabaikan aksaranya. Orang Jawa yang paham akan simbol kehidupan dalam aksaranya akan tetap mempertahankannya.
Kita mestinya bisa belajar pada orang-orang China, Jepang, dan Arab yang sampai saat ini masih getol mempertahankan aksara dan sastranya. Meski mereka bisa menulis aksara Latinnya tetapi mereka lebih suka menulis dengan aksara mereka sendiri terutama untuk ajaran-ajaran dalam sastranya.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar