Sabtu, 05 September 2015

PENTINGNYA KESADARAN PENGETAHUAN [ JNANA ] DIJAMAN INI


Seperti yang pernah saya uraikan pada pemaparan tantra sebelumnya, bahwasanya dari jaman dikenal weda sudah ada pro dan kontra akan tafsir dan kajian pandangan para brahmana, akhirnya melahirkan pandangan yang berbeda-beda terhadap isi dan kandungannya diantaranya karma kandha dan jnana kandha.
Para brahmana pada jamannya memang mendapat tempat yang sangat layak sebagaj pengkaji dan memberikan pandangan, arahan, tuntunan, bahkan mengatur tata cara hidup masyarakat yang sesuai atau belum terhadap weda sebagai pengetahuan tertinggi saat itu.
Justru pada saat memiliki peluang seperti inilah para brahmana pada jamannya, tepatnya 500 - 200 SM mendapat tantangan yang sangat berarti dari para cendikiawan saat itu. Penekanan atau pemusatan kegiatan spiritualitas saat itu lebih banyak bahkan totalitas dengan cara upacara sebagai wujudnya ( karma kandha ), sehingga seluruh masyarakat menganggap bahwa upacaralah cara terbaiknya.
Namun masih tetap terjadi suatu bencana kemanusiaan, kesengsaraan dan penderitaan bathin masyarakat oleh karena tidak mampu memahami tentang hakekat kehidupan. @barangkali hampir sama kondisinya dengan fenomena masyarakat bali saat ini tentang tata cara upacara yang terkesan berlebihan, namun sering diuji dan mengalami guncangan rahasia alama yang tidak mampu hanya dengan upacara.

Sehingga pada saat itu ada beberapa kelompok masyarakat, pangeran dan bahkan salah satu dari kaum brahmana yang memberikan pandangan bahwasanya kehidupan manusia dengan segala rahasia dan perkembangannya harus difahami dengan cara mengembangkan mental spiritual, memahami hukum karma dan mampu memahami tuhan dengan kecerdasan yang tinggi ( jnana kandha ). Inilah mereka akhirnya dikatakan menentang pandangan brahmana atas weda, dan sempat difitnah dengan menentang weda seperti pangeran Sidharta, Canakya dan para tokoh lainnya. Pandangan ini melahirkan pandangan yang rasionalitas, logika dan genius yang sering dinyatakan sebagai wedantta.
Praktisi seperti kami di Budhaireng yang melakukan kegiatan spiritualitas dijaman ini dengan penggali, mengkaji dan revitalisasi ajaran kuno, maka timbulah sebuah wujud dimana kita menempatkan jnana kandha yang lebih dahulu, lalu mewujudkan kembali dengan nilai budhaya dalam bentuk tradisi dan adat yang menyesuaikan dengan wilayah masing-masing sebagai wujud karma kandha.
Keseimbangan ini mampu memberi warna hidup baru serta mampu mempengaruhi pola yang berkembang dimasyarakat yang telah lelah dengan dikotomi pandangan keliru tentang rasionalisasi upacara sebagaj bentuk pelaksanaan agama yang terbaik.
Vajrajnana adalah wujud ajaran yang dikembangkan oleh sesepuh pada jaman kuno dengan menyatakan sebagai papupuling siwa buddha, siwa buddha manunggal dan masih banyak nama lainnya. Perwujudan sejatinya bukan pada istilah atau nama, namun menekankan pada pola memahami kajian filsafatnya ( makna dan filosopy ), merasakan kandungan energinya ( tantra ), serta mampu menampilkan tradisi yang sesuai dengan budaya setempat ( upakara ).
Memahami karma dengan kesadaran pengetahuan adalah aplikasi hidup sehari-harinya, seperti fenomena yang ada saat ini khususnya terjadi pada kelompok karma kandha jaman ini, yakni sudah mengekuarkan biaya yang banyak, pengorbanan waktu yang tidak sedikit, kebaikan sebagai manggala karya yang hebat, serta mencoba menjaga kualitas kebaikan pada prilaku yang baik sepanjang proses yajnya itu......namun kenapa tetap saja terjadi suatu permasalahan kehidupan, penderitaan, bahkan kematian yang singkat ? Inilah PR yang membuat kelompok ini harus menerima rasa kecewa, frustasi dan putus asa, sehingga munculah pengambinghitaman pada brahmana pemuput yajnya, penolakan terhadap yajnya bahkan berani mengatakan yajnya yang tidak satwika dan sebagainya.
Inilah wujud kenyataan yang terjadi pada masyarakat saat ini, keterbatasan dan pendeknya sumbu pengetahuan akhirnya melahirkan gaya kelompok wedanta baru yang penuh dengan hasrat mengambil alih kuasa brahmana dengan bermodalkan tafsir weda yang sedikit ngawur dan kadangkala berani merubah tradisi tanpa memberi latarbelakang yang kuat pada masyarakat lugu. Ujung-ujungnya berebut kuasa atas penghargaan masyarakat dan u a n g juga.
Pola keseimbangan ini mampu memberi ruang pada kaum intelektual pada kasta yang non brahmana, sehingga penentangan kepada para brahmana kasta yang sering lalai pada pencerahan spiritual sebagai jnana knadha pada pelaksanaan upacara akan mendapat permakluman.
Namun kenyataannya malah berbalik yakni adanya penolakan keras pada kelompok brahmana kasta, mencoba menawarkan brahmana baru pada masyarakat, namun karena hanya bermodalkan hasrat ingin tampil beda dari kasta yang berbeda pula, maka muncul fenomena brahmana baru tapi watak dan gaya tetap yang lama. Disamping itu modal seorang brahmana baru ini tetap saja hanya bermodalkan hafalan mantra dan tata cara upacara saja, sehingga masyarakat tetap saja mengalami sebuah pola kehidupan yang tidak ada perkembangan spiritual, bahkan terjadi penderitaan fatal akibat ketidaksesuaian dan ketidakrelevanan energi upacara seperti sakit, kemerosotan ekonomi bahkan kematian yang misterius. Alhasil " ngelidin sema tepuk setra, artinya ; menghindari kuburan tahunya ketemu makam ".
Demikianlah pemaparan tentang pentingnya kesadaran pengetahuan ( jnana kandha ) pada pola kehidupan beragama pada masa sekarang sebagai penguat kegiatan tradisi dan adat yang kita warisi sebagai genrasi yang baik dan disayang sama leluhur. Semoga paparan ini mampu membuka wawasan yang sangat terbuka kepada para praktisi vajrajnana dimanapun berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar