Sabtu, 19 September 2015

BENANG sebagai simbol suci tali pengikat pada upacara yadnya


Penggunaan BENANG sebagai simbol suci tali pengikat dalam proses kehidupan yang pada upacara yadnya dan tetandingan banten sebagaimana disebutkan,
Benang putih, yang diikat di pergelangan tangan kanan saat otonan, sebagai simbol agar hati kita selalu di jalan yang lurus/benar dalam kehidupan ini.
Dalam Mabeakala saat upacara pawiwahan, benang papegat yang berwarna putih sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya menuju Grehasta Asrama.
Benang Tri datu sebagai simbol ikatan akan tiga perjalanan hidup di dunia ini.
Benang Tatebus atau Tebusan, apa pun yang yang kita mulai seharusnya diselesaikan secara sempurna bagaikan orang memilin benang, semua diproses dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.
Benang Selem yang berwarna hitam dalam upacara pagedong - gedongan pinaka penuntun hidup.
Benang tukelan pada daksina lambang naga dalam proses pemutaran mandara giri untuk mencari tirta amertha sebagai alat/media penghubung antara pemuja dan yang dipuja.
Benang, pis bolong, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan dalam banten penyeneng berfungsi sebagai alat untuk nuntun.
Menurut tradisi masyarakat Bali dalam pemakaian benang sebagai tanda proses kehidupan kutipan artikel Majalah Raditya, penggunaan benang yang erat hubungannya dengan ritual tertentu, seperti saat acara matepung tawar, otonan, padiksan, odalan serta ritual lainnya, bahwa dengan memakai benang suci itu bukan sekedar memakai seutas tali, namun ada makna yang lebih dalam dari pemakaian benang tersebut,sebagai cerminan suatu proses pematangan diri untuk menuju suatu kehidupan yang berguna dan
suatu jalanan yang saling mengikat dan mengisi satu sama lain.
Seperti proses pembuatan benang yang berasal dari kapas, sebelum menjadi benang kapas tersebut harus dipintal agar kita mendapatkan benang. Setelah mendapatkan benang, maka kita dipersilakan lagi mememakainya sesuai dengan kebutuhan kita, apakah mau dipakai untuk menyulam atau ditenun untuk dijadikan kain dan lain sebagainya.
Mengenai nama-nama benang yang dihasilkan dari proses pemilinan tersebut tergantung dari pesan yang kemudian ingin disampaikan sesuai imaginasi seseorang misalnya :
hitam mewakili aspek dewa Wisnu,
merah mewakili aspek kekuatan Brahma,
putih mewakili manifestasi Dewa Siwa.
Berbeda lagi pesan yang disampaikan dalam “benang pepegat” saat orang melakukan perpisahan khususnya dalam upacara Pitra Yadnya.
Para tetua mungkin ingin menyampaikan bahwa kita ini memang terikat seperti benang, antara satu dengan lainnya, namun bila waktunya kita sudah harus berpisah atau melepaskan perikatan terhadap dunia material, maka orang seharusnya menerima kejadian tersebut sebagai proses yang tidak dihindari dalam kehidupan manusia normal.
Perpisahan bukan berakhirnya suatu proses, namun perpisahan adalah awal dari proses kehidupan baru.
Bisa dikatakan, bahwa makna pemakaian benang suci tersebut tergantung dari jenis aktivitas ritual yang dilakukan dan benang tersebut menyiratkan makna kepada manusia, bahwa kita seharusnya dalam hidup ini mengalami proses pematangan, sehingga terlahir generasi yang bisa saling bersatu dengan yang lainnya.
Marilah kita jadikan benang suci sebagai
penanda keterikatan,
persatuan,
berlindung kepada kekuatan.
Semoga saja nantinya kita semakin kokoh, terpilin seperti benang suci tersebut, saling terikat satu sama lainnya untuk menyatukan dirinya agar berguna dan saling mengasihi pada kehidupan ini.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar