Jumat, 11 Juli 2025

Pura Pengubengan Besakih - Pura Tirta Pingit - Payogan Panca Tirtha Sedayu Pingit (Lingga Kailash Gunung Agung)

 


Pura Pengubengan Besakih
Pura Pengubengan adalah yang paling jauh dari Kompleks Pura Besakih. Berada di dekat hutan pinus dengan posisi yang lebih tinggi dari kawasan sekitarnya, Pura Pengubengan menawarkan panorama alam yang menakjubkan.
Pura ini terletak di Desa Besakih, Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Akses menuju pura kini semakin mudah, melalui jalan darat dari Pura Batu Madeg hingga ke area parkir tepat di sebelah pura. Jalan ini bisa dilalui oleh sepeda motor dan mobil. Akses sebelumnya (masih ada) adalah melalui jalan setapak yang sempit melalui Pura Gelap, jalur yang sama menuju ke Pura Tirtha Pingit.
Pura suci ini terletak di lereng barat daya Gunung Agung yang merupakan titik tertinggi (3.142 mdpl) di pulau Bali. Spot ini juga menjadi salah satu titik awal pendakian menuju puncak Gunung Agung.
Umat Hindu yang ingin mempersembahkan sesajen ke puncak tetapi tidak memungkinkan untuk melakukan pendakian, dapat membuat persembahan tersebut di Pura Pengubengan.
Di Pura Pengubengan diyakini sebagai "Pelinggih Pesamuhan Bhatara Kabeh" sebelum Upacara Bhatara Turun Kabeh. Ritual suci "Bhatara Turun Kabeh" berarti "Dewa turun bersama" dan dirayakan setiap tahun pada Purnama (bulan purnama) Sasih Kedasa (sekitar Maret atau April). Saat ini para Dewa dari semua pura yang ada di Kompleks Pura Besakih dipercaya datang dan berdiam di Pura Penataran Agung Besakih.
Palinggih yang terutama di Pura Pangubengan ini adalah Meru Tumpang Solas. Meru Tumpang Solas ini adalah palinggih Pasamuhan Bha , sebelum upacara Bha berlangsung di Pura Panataran Agung. Akan tetapi Meru Tumpang Solas ini disebut sebagai I Dewa Pangubengan pula. Selain itu, ada pula sebuah palinggih berupaSanggar Agung, yang merupakan Palinggih ini terletak di sektor kanan belakang dari Pura Pangubengan itu sendiri.
Dalam pada itu, julukan pangubengan itu sendiri berasal dari upacara ngubeng atau ber-pradaksina, berjalan mengelilingi Meru Tumpang Solas tersebut di atas, searah jarum jam. Upacara ini dimaksudkan agar para dewa berkenan untuk hadir dalam upacara yang hendak diselenggarakan di Pura Panataran Agung.
Selain itu, Pura Pangubengan juga biasa digunakan sebagai pura pangayengan. Artinya, apabila ada pamedek yang hendak ber-yajña ke Puncak Gunung Agung, namun mengingat karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan sampai ke puncak, maka persembahan tersebut cukup di-hatur-kan melalui Pura Pangubengan ini saja.
Pura Pengubengan disebut sebagai salah satu “Catur Eswarya Dala”. Catur Eswarya Dala adalah empat buah pura sebagai lambang kelopak bunga teratai yang mengelilingi PadmaTiga (Pura Penataran Agung). Pura-Pura yang termasuk dalam Catur Eswarya Dala adalah:
• Pura Pengubengan, sebagai stana dari Ida Bhatara Sambhu / Hyang Naga Taksaka. Naga Taksaka (Kaang) diyakini sebagai naga bersayap, simbol atmosfer (penguasa alam atas).
• Pura Peninjoan, sebagai stana Ida Bhatara Sangkara. Pura ini dikenal sebagai tempat Mpu Kuturan melakukan peninjauan (paninjoan) untuk melihat seluruh kompleks Pura Besakih, ketika ia melakukan perbaikan dan perbaikan pada abad ke-10 Masehi.
• Pura Pasimpangan, sebagai stana Ida Bhatara Hyang Rudra. Pura ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan sementara bagi Ida Bhatara Kabeh (saat Bhatara Turun Kabeh) setelah ritual Melasti.
• Pura Pasucian, sebagai stana Ida Bhatara Hyang Mahesora. Kuil ini berfungsi sebagai "pasucian" bagi Ida Bhatara Kabeh.
Piodalan atau perayaan hari jadi pura diadakan pada hari Rabu atau Buda Wage Kelawu, setiap 210 hari (enam bulan menurut Kalender Bali). Selain piodalan, pura suci ini juga dikunjungi pada hari-hari tertentu seperti Hari Saraswati, Hari Galungan, dll.
Pura ini memiliki arsitektur tradisional yang indah dan terdapat beberapa bangunan pendukung. Pura utama adalah Meru Tumpang 11, bangunan yang menyerupai klenteng dengan atap bertingkat hingga 11 (sebelas) tingkat yang terbuat dari ijuk.
Dari halaman pura pengunjung bisa melihat pemandangan Gunung Agung, hasil pertanian warga sekitar, dan juga rumah warga yang terlihat kecil di kejauhan. Anda bisa menghabiskan waktu sambil menikmati segarnya udara pegunungan dan sejuknya suasana hutan pinus yang lebat di sekitar pura. Ini adalah keajaiban, kombinasi antara alam dan spiritual, begitu tenang dan damai.
Pura Tirta Pingit
Pura Tirta Pingit merupakan salah satu pura dari sekian pura yang memiliki mata air suci (tirta) di areal pura. Pura ini merupakan pura tempat untuk melukat (membersihkan diri) dari segala jenis keletehan. Tempatnya tidak begitu jauh dari Pura Pengubengan yaitu di sebelah timurnya, kira-kira 10 menit perjalanan (melewati jalan setapak) menuruni sebuah lembah yang indah dan mempesona.Di Pura ini tersedia tempat untuk cuci muka dan tempat melukat (mensucikan diri).
Sama seperti pura pada umumnya di Bali, pura ini di bagi menjadi tiga kawasan (mandala) yaitu nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Nista mandala merupakan tempat yang petama kali kami temui (tempat mencuci muka dan melukat). Madya mandala tempat untuk istirahat atau mempersiapkan alat persembahyangan seperti menyiapkan canang sari dan menyalakan dupa. Utama mandala merupakan tempat beridirinya pelinggih-pelinggih. Anehnya lagi tepat di bawah salah satu pelinggih tersebut ada sumber air suci (tirta) yang mengalir. Di pura ini terdapat beberapa pelinggih bebaturan dan beberapa pelinggih gedong. Piodalan di Pura Tirtha Pingit jatuh pada hari Budha Wage Kelawu.(*PandeAnggarnata)
Payogan Panca Tirtha Sedayu Pingit (Lingga Kailash Gunung Agung)
OM NAMA SIWA YA
Perjalanan ke Payogan Panca Tirtha Sedayu Pingit (Lingga Kailash Gunung Agung) mengambil jalur sisi kiri Pura Tirta Pingit, tidak ada jalan beton atau batu sikat, semua jalan setapak yang penuh dengan tumbuhan "padang gajah" dan bebatuan. Sebelum sampai di Kailas, kita akan sampai di Pura Tamba Waras terlebih dahulu. Nama Tamba Waras memang sama dengan Pura Tamba Waras di Tabanan. Sedikit sekali informasi yang didapat mengenai keberadaan Pura ini. Bangunannya pun masih sangat sederhana. Jero mangku di Pura Tirta Pingit bahkan tidak mengetahui nama semua pelinggih yang ada.
Setelah 'meketis" dari tirta "palungan" segi empat yang ada di sana, perjalanan dilanjutkan dengan menerobos hutan berbatu sekitar 10 menit akhirnya sampai di Kailash.
Tidak ada Pelinggih di Kailash, semua hanya batu saja. Batu batu tersebut di beri kain oleh beberapa pemedek yang datang. Di atasnya kita akan lihat air terjun yang tidak ada airnya. Tirta yang dapat kita minta berasal dari air terjun yang berada di atas, yang keluar air di waktu tertentu. (*PandeAnggarnata) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar