Sabtu, 12 Juli 2025

BAGAIMANA MENENTUKAN HARI TILEM (YANG SEBENARNYA)



Purnama dan tilem (bulan penuh dan bulan gelap) adalah dua hari khusus yang tidak hanya penting bagi umat Hindu, tetapi juga bagi umat lain seperti Buddha, Konghucu, bahkan Islam. Hanya saja, istilahnya berbeda dan masing-masing keyakinan menekankan pada aspek berbeda dari keduanya.
Jika umat Islam sangat mementingkan hari candra darsana (hilal, dalam bahasa Arab), maka umat Hindu dan Buddha menitikberatkan pada hari purnama dan tilem itu sendiri. Karena itu, perhitungan kapan terjadinya purnama dan tilem menjadi sangat penting sebab pada kedua hari itu ada energi kosmik yang besar. Jika perhitungannya salah, maka orang tidak bisa mendapatkan manfaat spiritual yang maksimal.
Mari kita berpikir sederhana. Logikanya, karena purnama dan tilem terkait dengan pergerakan bulan yang bisa diamati langsung, maka kita harus benar-benar langsung mengamati posisi bulan agar sungguh-sungguh yakin kapan purnama dan tilem jatuh--bukan sebatas hitung-hitungan semata tanpa observasi langsung.
Cara agar kita tahu dengan pasti kapan hari tilem jatuh adalah sebagai berikut. Dalam penjabaran ini ada sedikit hitung-hitungan derajat. Jadi, mungkin Anda perlu membacanya beberapa kali.
1) Dua hari sebelum hari di mana tilem diperkirakan tiba, bangunlah sekitar pukul 5 pagi saat langit masih gelap. Tunggulah sampai Anda melihat bulan sabit kecil di cakrawala timur. Catat jamnya.
2) Tilem terjadi ketika bulan dan matahari berada dalam derajat bujur yang sama (0 derajat--keduanya ada di tempat yang sama). Bulan bergerak mendekati matahari sekitar 12 derajat per hari. Dua belas derajat sama dengan 48 menit waktu rotasi bumi.
3) Anggaplah matahari terbit kira-kira pukul 6.30 pagi. Pukul 6.30 dikurangi 48 menit adalah pukul 5.42. Jika Anda melihat bulan sabit kecil terbit di cakrawala timur sebelum pukul 5.42 (katakanlah pukul 5.30 atau malah pukul 5 pagi), maka tilem akan terjadi 2 hari setelah hari itu.
4) Jika Anda baru bisa melihat bulan sabit kecil itu terbit di rentang waktu setelah pukul 5.42, maka tilem bisa dipastikan jatuh keesokan harinya.
Semoga penjelasan saya dapat dipahami. Saya tidak pandai menjelaskan hitungan.
Sistem 48 menit (sebenarnya 47 menit 52 detik) sangat penting dalam Jyotisa Sastra. Rentang waktu 48 menit disebut satu muhurta, yang kemungkinan diadopsi menjadi sistem asta dauh dalam kalender astronomi Bali. 48 menit adalah waktu yang dibutuhkan bumi untuk berotasi sejatuh 12 derajat, yang sama dengan lamanya bulan bergerak dalam satu hari tithi (hari bulan--lunar day).
Sistem ini dipakai oleh banyak ahli astronomi lintas agama dan budaya. Kita bisa melihat di kalender umum bahwa hari Waisak pasti jatuh pada hari purnama dan hari Imlek pasti jatuh pada hari tilem. Mengapa demikian? Karena ahli astronomi mereka menggunakan pengamatan bulan langsung, bukan perhitungan spekulasi. Dari ribuan tahun lalu, hari Waisak dan Imlek pasti jatuh pada purnama dan tilem. Karena itu pula, hari Waisak dikenal dengan nama hari "Buddha Purnima Jayanti" (hari kemunculan Buddha pada hari purnama).

sc Arya Lawa Manuaba


Tidak ada komentar:

Posting Komentar