Kamis, 17 Juli 2025

Paradigma Berfikir Orang Kebanyakan Terhadap PEREMPUAN BALI

 


____________________
Perempuan Bali, setelah pernikahannya ia dituntut bisa segala hal. Suka tidak suka dan mau tak mau ia akan dibelenggu lingkungan Patriarki.
.
Harus jago dalam urusan Sumur, Dapur dan Kasur.
Tidak bisa masak? Menjadi gunjingan..
Tidak bisa ngurus anak? Dibilang egosentris.. sibuk dengan diri sendiri
Tak bisa urus suami? Suami dilegalkan berselingkuh..
Tak bisa mandiri? Disangkanya menjadi beban suami...
Tak bisa menyama braya? Disangkanya individualis...
Tak bisa mejaitan? Dikatanya tak tahu adab budaya
PADAHAL....
Tak semua perempuan expertis dalam semua bidang : SUMUR,DAPUR ,KASUR.. ada perempuan cerdas yang kemampuannya berfungsi pada segmen ilmu tergentu.
.
Tak semua perempuan Bali itu beruntung dalam pernikahannya. Tak semua dianugerahi laki-laki bertanggung jawab dan bisa membahagiakan baik materi maupun batin. Namun ia tak mengeluh..
Ia malah ikut banting tulang bekerja keras. Jika tak untuk orang lain, setidaknya dia melakukan untuk dirinya. Siapa menjamin esok tetap baik - baik saja?? Dia tak mau di cemooh jadi beban suami.
Saat ia berdikari, berkarier dan menyambung asanya, ada hal lain dia harus korbankan. Kesempatan menyama braya yang maksimal, kesempatan melihat tumbuh kembang anak, kesempatan sekedar ngopi dan makan bareng suaminya.
Masih saja dia dipersalahkan ketika kesibukannya menjadi bumerang atas segala keretakan yang terjadi. Suami selingkuh, anak-anak broken home??? Rumah tak terurus?? Kasepekang banjar?? Yang salah adalah murni 100% perempuan.
Kita sadar, tak semua hal bisa sempurna dilakukan. Perempuan Bali sejajar seperti halnya laki-laki. Hanya saja budaya patriarki membentuk persepsi bahwa perempuan Bali tetaplah berada di kelas nomor 2. Laki- laki tetap ada di kelas pertama.
Perempuan Bali berjuang untuk mampu dalam segala urusan yang menjadi standar perempuan sempurna ala budaya patriarki.
Bisa mejaitan, bisa masak,bisa menyama braya, bisa mencari nafkah, bisa melahirkan anak laki-laki dan berbakti kepada mertua. Masih banyak tetek bengek lainnya.
Meski ia bisa segala hal,tempatnya akan tetap di kelas sosial nomor 2 dibawah laki-laki.
Sebaik-baiknya hasil yang ia ciptakan, jarang sekali mendapat reward dari kawanan sosial. Sekalinya dia salah, yang bulat salah adalah ia. Bukan pihak yang lain.
Perempuan Bali era neo liberal bukan tulang rusuk. Tapi tulang ekor. Menyangga suami selaku kepala sekaligus tulang punggung. Menjaga tegaknya anak-anak selaku rusuk. Sekalinya dia tumbang dan apatis, semua pusat kesadaran rumah tangga hancur.
Yang tersisa hanya ke-cacadan. Maka dari itu,ia perlu mendapat posisi. Jika tidak di masyarakat minimal di hati suami dan keluarganya❤
Perempuan Bali. Sekali berdikari,selamanya sulit terkendali lagi.
Perempuan Bali : asal muasal peradaban Bali. Ia patut disyukuri, dijaga dan dicintai.
#Women #Empowerment
sc Eka desmiari 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar