MIRIP : Bangunan Palinggih Dewa Hyang di Desa Kayuputih, Buleleng, mirip seperti bangunan perumahan. (Dian Suryantini/Bali Express)
Selain memiliki tradisi unik seperti perayaan Imlek, masyarakat Hindu Desa Kayuputih di tiga klan di Buleleng, juga punya kepercayaan yang hingga kini dipegang tegu, yakni menyungsung atau memuja Hyang Dewa. Jadi, Hyang Dewa yang dimaksud adalah manusia. Bukanlah Dewa.
Kepercayaan memuja Hyang Dewa ini, hingga kini asal usul munculnya kepercayaan tersebut belum ditemukan referensinya. Namun, masyarakat di Desa Kayuputih sangat mempercayainya hingga kini.
Ketika Bali Express (Jawa Pos Grup) berkeliling di desa Kayuputih, hampir setiap rumah memiliki Palinggih Dewa Hyang. Uniknya, palinggih tersebut tidak seperti palinggih yang dibuat seperti di pura atau merajan. Namun, lebih mirip seperti sebuah rumah.
Dalam satu bangunan palinggih Dewa Hyang itu, ada yang memiliki dua kamar. Ada pula yang satu kamar. Dalam satu kamar itu bisa terdiri dari satu atau dua Bale Pamereman. Tempat itu diibaratkan sebagai tempat tidur atau tempat peristirahatan Dewa Hyang.
Konon menurut cerita para tetua, pemujaan terhadap Dewa Hyang itu muncul ketika ada kasus pembunuhan. Dan, yang dibunuh merupakan orang yang tidak bersalah. Rohnya akan mengganggu setiap orang yang terlibat dalam tragedi itu. Semisal, ada seorang pria yang dibunuh oleh seseorang yang sedang mabuk minuman keras (alkohol).
Tersangka yang mabuk tersebut meminjam sesuatu kepada warga lain yang digunakan untuk membunuh. Kemudian aksi pembunuhan tersebut disaksikan oleh beberapa orang warga lainnya. Secara otomatis, tersangka, warga yang dipinjami alatnya, dan yang menyaksikan akan menyungsung atau memuja roh dari korban itu.
CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
“Meskipun tidak terlibat langsung, walau hanya melihat saja, itu sudah harus nyungsung juga. Walau tidak sengaja. Yang jelas tau, melihat atau sekadar lewat. Itu sudah dianggap terlibat walau sebenarnya tidak tau apa-apa,” tutur Klian/Bendesa Adat Kayuputih Ida Bagus Wisnem.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Jro Mangku Parmi, pemangku Konco di Desa Kayuputih. Hampir sebagian masyarakat di desa Kayuputih memiliki Palinggih Dewa Hyang. Mereka yang memiliki palinggih tersebut diyakini sebelumnya mengalami sakit dan diharuskan untuk menyungsung Dewa Hyang. Jika menolak, roh tersebut akan ters mengganggu dan tidak akan membiarkannya hidup tenang.
“Yang punya palinggih itu pasti sebelumnya mengalami sesuatu. Pasti itu. Saya pun juga punya. Tapi dari silsilah keluarga kami, tidak ada seorang pembunuh. Kemungkinan leluhur kami di zaman dahulu sekali pernah mengalami hal yang tidak mengenakkan. Itu akan kelihatan sekarang. Semua dicari. Kalau tidak mau buat palinggih atau nyungsung ya mau tidak mau, harus rela kesakitan terus. Bahkan sampai ada yang meninggal,” tuturnya.
Salah satu warga di Desa Kayuputih, yang namanya tak mau disebutkan lengka, Kadek, tak luput dari kepercayaan itu. Nampak di rumahnya terdapat satu Palinggih Dewa Hyang.
Menurut ceritanya, ada salah satu keluarga yang sakit. Telah berobat ke dokter, namun tidak sembuh. Setelah ditanyakan ke orang pintar atau dukun, ternyata minta dibuatkan Palinggih Panyungsungan Dewa Hyang.
“Saya punya satu. Dahulu ada keluarga yang kesakitan juga. Entah bagaimana ceritanya, keluarga saya bisa nyungsung. Yang jelas setelah ditanyakan ternyata ketagihan nyungsung. Maka kami buatkan satu. Baru-baru ini kami buat. Astungkara setelah dibuatkan, keluarga saya jadi tenang,” terangnya.
Palinggih Dewa Hyang tidak saja dibangun di pekarangan rumah. Namun ada yang membuatnya di lahan khusus. Sehingga dari luar nampak seperti bangunan perumahan yang dihuni oleh warga. Bentuknya sangat mirip dengan rumah. Ukurannya pun hampir sama dengan rumah-rumah subsidi yang dibangun oleh pengembang perumahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar