Rabu, 24 Maret 2021

Dasar Ngaben Krematorium Sah Berdasar Perspektif Hindu






Antropolog Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. (Putu Mardika/Bali Express)





Akademisi sekaligus Antropolog Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A menjelaskan, dalam penelitiannya tentang Krematorium tak menampik ada beberapa pertimbangan mengapa umat Hindu memilih melakukan kremasi di Krematorium.


Menurutnya, Ngaben di Krematorium mendapat legitimiasi dari Agama Hindu. Hal itu dilegitimasi pada hasil paruman sulinggih yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Klungkung pada November 2014 lalu, yang dihadiri 30 orang sulinggih. Yakni pedanda, pandhita, mpu, sri mpu.



Dalam paruman itu diputuskan, Ngaben di Krematorium bisa dibenarkan dengan sejumlah alasan. Pertama, tidak ada sumber-sumber sastra yang melarang Ngaben di Krematorium. Kedua, ajaran Agama Hindu bersifat fleksibel. Ketiga, api citta yang merupakan api dari kekuatan jnana (pikiran) sulinggih tetap jadi sarana utama dalam kremasi.

Baca juga: CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI




Bahkan, keputusan ini juga dikuatkan tentang lima pertimbangan yakni ikhsa, sakti, desa, kala, dan tattwa.

“Dengan keputusan paruman sulinggih tentang Ngaben Krematorium, maka bisa dipertegas jika Agama Hindu melegitimasi Ngaben Krematorium. Sehingga semakin banyak orang Bali Ngaben di Kremarorium,” ujarnya.

Ditambahkan Prof Bawa, selain dilegitimasi Agama Hindu, ada sejumlah pertimbangan lain mengapa umat Hindu banyak yang menggunakan jasa Krematorium dalam upacara kematian. Ia menyebut, jika dahulu orang memilih menggunakan Krematorium karena kasepekang oleh adat atau tidak adaptif.

“Bisa saja miskin modal sosial, miskin modal ekonomi, tak adaptasi di desa pakraman, sehingga kasepekekang atau kanorayan, atau terkena penyakit menular, sehingga orang takut mengambil jenazahnya, atau kewarganegarannya tidak jelas di suatu desa adat,” jelasnya.

Namun saat ini justru mengalami pergeseran. Orang yang tidak bermasalah dengan adat pun secara sukarela memilih ritual kematiannya di Krematorium tanpa adanya keterpaksaan.

“Jadi, bukan karena terpaksa. Tetapi karena pilihan rasional. Gejala ini ditandai dengan adanya kenyataan, misalnya orangnya adaptif terhadap lingkungan, kaya modal sosial dan modal ekonomi,” imbuhnya.



Selain itu, efisiensi juga disebutnya menjadi pertimbangan tersendiri bagi krama untuk memilih Ngaben di Krematorium. Seperti efisiensi biaya, tenaga dan waktu. Dengan cara ini, Pangaben tidak banyak beraktivitas, karena telah diambil alih oleh tenaga kerja yang tersedia pada Krematorium. Jadi,

yang melaksanakan Pangabenan hanya tinggal 'duduk manis' menikmati acara Ngaben 'siap saji dan cepat saji' yang disuguhkan pengelola Krematorium. Peran Pangaben sangat terbatas, hanya melakukan doa pada saat-saat tertentu sebagaimana yang dipimpin pemimpin ritual.

“Waktu Ngaben di Krematorium butuh waktu sehari. Banten sudah ditanggung pihak Krematorium, memandikan mayat, ngaringkes dan membakarnya sudah ditanggung pihak Krematorium. Sehingga tidak perlu mengeluarkan tenaga. Karena waktu hanya sehari, otomatis biaya yang dikeluarkan juga bisa diirit,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar