Dalam lontar Aji palayon dikatakan, bahwa jika hendak pergi kepada seorang balian, maka harus mengedepankan akal sehat. Jika sesuai dengan sastra agama dan logika, barulah dijalankan. Jika tidak, maka tinggalkan saja. Namun jika kita berbicara masalah logika, rasional atau nalar yang mengedepankan akal sehat, dalam tataran niskala, maka hal tersebut bukanlah sebuah hal yang mutlak diperlukan. Sebab dunia niskala berisikan banyak hal-hal di luar nalar namun itu terjadi.
Demikian pula, jangan sekali-kali menelan mentah-mentah apa yang diucapkan oleh seorang balian. Sebab jaman sekarang, tidak sedikit balian yang ngaku-ngaku ririh.
Berdasarkan Bhairawa Tantra, Manusia Terbagi atas 2 Golongan.
1. Prawerti adalah Hubungan Manusia dengan Tuhan dari Hati, mempelajari Agama Hindu, Filsafat, Paham mengenai Upakara dan folosopinya, paham dan menjalankan Weda.
2. Niwerti adalah Hubungan Manusia dengan Tuhan untuk dengan mengandalkan kekuatan, kesaktian, kewisesan, yang bermuara pada satu kekuatan supranatural, kekuatan magis, dan melebihi kekuatan normal lainnya. Kebalikan dari Prawerti. Niwerti adalah Golongan Manusia yang mengutamakan Hubungan Manusia dengan Tuhan menggunakan ritual.
Jika Prawerti, maka akan seperti berikut.
Jika seorang Hindu Bali meninggal dunia, maka kerabatnya akan melaksanakan upacara yang bernama ngaben. Maka seusai upacara ngaben, ia tidak usah pusing apakah yang diaben mendapatkan tempat atau malah dirajam di neraka. Ia yakin akan hukum karma yang ada di dunia sana dan ia sudah sangat puas melakukan ngaben dengan tuntunan sastra yang benar.
Jika Niwerti maka akan seperti berikut.
Setelah Ngaben. Orang bali akan bertanya kembali. Apakah kakek saya yang baru diaben mendapatkan tempat, apakah ia tidak sengsara di sana, atau banten apakah yang kurang dan jika ia menderita di alam sana. Apakah yang harus dilakukan agar hukumannya dapat dikurangi? Dengan tujuan itu, maka ia pergi ke tempat balian, untuk meluasang, apakah kakeknya mendapatkan tempat atau tidak.
Apakah yang harus dilakukan agar hukumannya dapat dikurangi? Dengan tujuan itu, maka ia pergi ke tempat balian, untuk meluasang, apakah kakeknya mendapatkan tempat atau tidak. Jika dihukum atau dalam keadaan susah, maka banten apa yang harus dibuat agar hukuman kakek bisa sedikit dikurangi. Dengan bertanya seperti itu, maka sang balian kerauhan dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi.
Perlu diperhatikan, bahwa balian adalah manusia. Sehebat apa pun manusia, maka ia pasti melakukan kesalahan. Ada sebuah kisah yang menarik mengapa balian tidak mungkin menerawang sisi niskala dengan tepat seratus persen.
Kok Bisa?
Saat manusia diciptakan, maka yang membungkus Atman adalah Citta(Pikiran), Buddhi(Kecerdasan), Ahamkara(Ego).
Sisi rohani dengan pancaran kekuatan supranatural adalah satu cerminan dari kekuatan Buddhi(Kecerdasan),jika Buddhi itu sedang bekerja, maka Ahamkara atau rasa Egonya akan membungkusnya kembali sama seperti saat manusia diciptakan.
Ahamkara ini memiliki lapisan yang tebal, sehingga sulit untuk melihat dengan terang. Sehingga, berdasarkan AJARAN HINDU, sangat sulit Manusia untuk bisa menerawang.
Balian dengan meneropong hal-hal berbau niskala, tidak akan mungkin mampu melihat seratus persen benar, terlebih lagi balian yang ngaku-ngaku sakti. Apa yang harus diperbuat? Yang perlu dilakukan adalah bahwa sesuatu kegiatan beragama kita jalankan saja dengan petunjuk sastra
atau dengan tuntunan sang pandita. Jika menemukan sebuah kejanggalan, maka barulah cari solusinya dengan jalan niskala, namun tetap dengan mengedepankan akal sehat sebagai sebuah Fllterisasi.
Sumber : @nafashindu
#infodewata #hindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar