Kanuragan Bali Secara filosofi sembahyang menghadap keutara dan menghadap ketimur memiliki pengaruh yang berbeda dan punya tujuan yang berbeda pula.
Menurut sastra Dasa Aksara pengider buana, ada 2 hulu yaitu Utara dan timur, pertemuan antara Utara dan timur disebut huluning hulu,
Hulu Utara dewanya Wisnu warna hitam atau gelap atau bhuta maka sembahyang menghadap keutara erat kaitannya dengan pemujaan pada kekuatan kegelapan misalnya pemuja durga, mahluk2 gaib bagi yang ngiring, pemujaan kepada Sanghyang Panca Maha butha, pemujaan untuk urusan ekonomi krn Utara adalah Wisnu sakti nya adalah Sri dewi Dewa kemakmuran, pemujaan untuk keselamatan jasmani krn jasmani manusia terbentuk dari panca maha butha, pemujaan untuk caru, caru apapun bentuk nya, ini memaknakam konsep butha ya
Selanjutnya sembahyang menghadap ke timur, bermakna suci krn Timur Dewa iswara dan pramakawi atau kawitan, putih identik bening atau hening atau terang atau sinar atau div lalu menjadi dewa, maka pemujaan ini bertujuan untuk mencapai keheningan dan kesucian para dewa atau konsep Dewa ya
Ini terdiri dari pemujaan terhadap Sanghyang Dasa dewata yaitu pacaran sinar suci tuhan yang datang dari segala arah yg bisa menerangi jiwa raga membuat diri cerdas pintar logis dan rasional
Karena itu lah dimerajan ditata menjadi 3 posisi, yg menghadap ke barat untuk memuja para dewa yang bertugas untuk keselamatan yg berpusat pada kemulan, dan kawitan sebagai asal usul ing dumdi,
Lalu menghadap keselatan yang berfungsi untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, atau rahajeng,
Lalu Padma sana yang menyatu kan ke dua unsur Utara dan timur menciptakan jagatditha,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar