Senin, 10 Oktober 2016

TIRTHA DAN BIJA





Dagang Banten Bali


Tirtha dan Bija dalam kehidupan Hindu khususnya Hindu di Bali sudah tidak asing lagi, setiap sembahyang akan diakhiri dengan Tirtha dan Bija tersebut.
Dalam Lontar Aji Tatwa Kapandhitan dan juga dalam Lontar Magheswari Tatwa yang dirangkum dalam Lontar Tutur Rare Angon dijelaskan makna Tirtha dan Bija sebagai berikut:
“Indik matirtha, maketis ping telu maksud ipun ngaturang pamarisudha ring kawitan”.
Artinya:
“Tatakrama matirtha, memercikan tiga kali maksudnya menghaturkan pembersihan kehadapan Bhatara Kawitan”.
Selanjutnya disebutkan:
“Sane tigang pasal malih manginum ping tiga, maksud ipun pangleburan I Tri Mala”.
Artinya:
“Yang tiga tahap lagi selanjutnya meminum tiga kali, bermakna melebur yang namanya Tri Mala (tiga kekotoran)”.
Selanjutnya disebutkan:
“Malih meraup ping tiga, maksud ipun mersihin I Catur Lokapala ring sarira”.
Artinya:
“Selanjutnya meraup tiga kali, maknanya membersihkan Sang Catur Lokapala pada badan”.
Adapun filsafat Bija adalah sebagai berikut:
“Awanan amangan wija 7 siki, maksud ipun bibit saking Sapta Tirtha, tan wenang remekaken, amangan mwang aneled juga, mangdaning sidaning urip, nguripang I Sapta Pramana, madewek uriping sajagat”.
Artinya:
“Maksud dari menelan Bija sebanyak 7 butir adalah merupakan simbul bibit yang berasal dari Sapta Tirtha, tidak boleh diremukan, akan tetapi dimakan dan juga ditelan, agar keberhasilan kehidupan terwujud, yang menghidupkan Sang Sapta Premana (tujuh kekuatan) yang merupakan jiwa dari jagat raya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar