Senin, 11 Juli 2022

Pancha Mahā Bhuta: Bhuta Yajna dan Bhuta Shuddhi

 


Om Swastyastu Semeton,
Bhuta, aksharanya ditulis sebagai Bhoota, dan di adaptasi menjadi Bhuta. Di Bali sering ditulis dengan Buta. Bhuta berasal dari 2 suku kata, yaitu Bhu yang artinya "akan menjadi " dan akhiran "Ta" yang memberi penegasan "telah" (telah menjadi).
Akan menjadi, artinya dari sesuatu yang tidak kita ketahui, "hal" Itu, -Tat-, menjadi elemen-elemen materi. Inilah pengertian Bhuta. Dari Tat, terdengar Pranavā Om, sehingga "menjadilah" Akasha atau Ruang-Waktu.
Elemen pertama ini membawa informasi atau memori paling awal atau paling lengkap, dalam wujud Dark Energy-Dark Matter, sebagai Ruang-Waktu. Jadi, Ruang-Waktu "penuh" dengan "informasi atau memori dari Tat". Karena inteligensia informasi awal ini, terjadilah pergerakan (akibat frekuensi dan vibrasi suara) didalam Ruang-Waktu atau disebut juga dengan Vayu. Pergerakan ini memunculkan gesekan antar Dark Energy-Dark Matter sehingga menimbulkan panas, cahaya, api. Muncullah elemen Tejas atau Agni. Kemudian terjadi kondensasi dan kohesi sehingga muncul elemen Jala, yang mana kita juga sebut dengan air (yang memiliki prinsip kohesi). Terakhir, proses ini memunculkan elemen Pṛthvī atau tanah.
Kelima elemen ini disebut Mahā, karena dari permutasi dan kombinasi yang jumlahnya tak berhingga (antar kelima elemen ini), mampu menciptakan berbagai makhluk atau benda. Baik makhluk bergerak maupun makhluk tidak bergerak. Dari para dewa, hingga manusia, hewan, tumbuhan, batu, sungai, makhluk-makhluk dari dimensi yang "gelap", planet, galaksi.... Apa saja, termasuk atom-atom dan partikel subatomnya, semua, tanpa terkecuali, merupakan hasil dari permutasi dan kombinasi dari Pancha Mahā Bhuta ini. Itu sebabnya, bhuta juga sering dimaknai sebagai makhluk-makhluk.
Yajna bermakna persembahan. Asal akshara menyembah adalah sembah. Ada perbedaan signifikan dengan akshara korban dan pengorbanan. Dalam persembahan, sang penyembah tidak menyadari atau tidak merasa dirinya berkorban sama sekali. Sang penyembah begitu mencintai subjek persembahannya sehingga ia tidak menyebut dirinya sedang berkorban, tapi mencintai. Atau kemungkinan kedua, yaitu, ia yang menyembah, melakukan persembahan semata-mata karena melihat Diri yang satu dan sama pada setiap makhluk, yang artinya juga mencakup menyembah Dirinya sendiri.
Kita tahu, jika sedari masih berwujud satu elemen, yaitu Akhasa atau Ruang-Waktu, Pancha Mahā Bhuta ini sudah membawa informasi. Itu sebabnya ada istilah Akhasic Record. Jadi, tidak hanya elemen Jala atau air yang mampu membawa atau menyimpan informasi sebagai memori. Semua elemen.
Artinya, seluruh elemen alam, dari sungai, bebatuan, bukit, gunung, hutan..... Semuanya dapat menyerap informasi "baru" dan menyimpannya dalam waktu yang begitu lama, dan mampu melepaskan informasi ini dalam wujud yang berbeda-beda. Informasi yang kita berikan dalam kegiatan sehari-hari terhadap lingkungan laut misalnya, dapat terlepaskan dalam wujud laut yang tenang atau gelombang tsunami.
Dalam pengertian inilah kita "melakukan" Bhuta Yajna. Persembahan kepada lingkungan, termasuk hewan dan tumbuhan, untuk merubah informasi buruk yang mungkin pernah terekam dalam Pancha Mahā Bhuta penyusun lingkungan tersebut, yang berpotensi untuk terlepaskan dalam wujud bencana-bencana yang tidak kita harapkan. Dalam proses melakukan Bhuta Yajna ini, tentu saja kita jangan sampai kembali memberikan informasi "buruk" pada Pancha Mahā Bhuta penyusun lingkungan.
Hal yang sama kita lakukan pada Pancha Mahā Bhuta didalam diri. Hal ini disebut dengan Bhuta Shuddhi. (Shuddhi bermakna untuk membersihkan). Semua karma atau perbuatan kita dari begitu banyak kelahiran, masuk sebagai informasi dan tersimpan sebagai memori pada Pancha Mahā Bhuta penyusun diri kita, sebagai potensi phala karma (potensi akibat yang harus kita terima). Jadi, dengan pemahaman Bhuta Shuddhi ini, kita akan lebih memperhatikan Tri Kaya Parisudha kita, agar informasi yang masuk dan tersimpan sebagai memori di Pancha Mahā Bhuta penyusun diri kita ini, bukanlah informasi yang buruk dan tidak mulia.
Sebisa mungkin, kita selalu menggunakan suara lewat mantra atau bija mantra, untuk memohon berkah pada Maha Kāla atau Shiva yang menguasai Ruang-Waktu atau Akhasa (Waktu adalah Kāla) dan Dark Energy dalam Ruang-Waktu yang dikuasai oleh Dewi Mahā Kali. Karena kita menyadari, apapun yang dapat dirubah pada Kalā (Ruang-Waktu, Akhasa) lewat energinya (Dewi Kali) akan diteruskan sebagai informasi baru pada keempat elemen Pancha Mahā Bhuta lainnya. Mantra yang kita uncarkan (chanting), membawa frekuensi dan vibrasi tertentu yang akan menyebabkan Vayu (pergerakan) pada Ruang-Waktu didalam dan diluar diri kita.
Berjapalah, senantiasa melakukan Yajna (persembahan), hormati dan sayangi lingkungan (termasuk sungai, tumbuhan, dan hewan) merupakan tindakan nyata manusia Hindu, dalam usahanya menyelaraskan diri dengan hukum alam dari Pancha Mahā Bhuta, dan dalam usahanya untuk menjadi manusia yang utuh dan membawa berkah pada lingkungan.
Matur Suksma.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Tidak ada komentar:

Posting Komentar