Selasa, 12 Juli 2022

Wariga

 


Setiap aktivitas keagamaan di Bali tidak pernah terlepas dari padewasan yang tertuang dalam wariga. Wariga adalah ilmu pengetahuan tentang sifat atau watak dari wewaran (hari baik dalam melakukan suatu aktivitas), tanggal atau panglong (hari setelah dan sebelum bulan Purnama), wuku (siklus tanggal), ingkel (hari pantangan), sasih (12 masa waktu di Bali) dan lain-lain yang bersumber dari ajaran agama Hindu yaitu Jyotisa Wedangga.
Lebih lanjut Wayan Rambler menyebut, hari yang tidak dianjurkan dalam wariga untuk melangsungkan pernikahan adalah Minggu, Selasa dan Sabtu. Minggu merupakan Pasah. Jika dilangsungkan pernikahan, akan menimbulkan perceraian.
Pernikahan yang dilangsungkan pada hari Selasa akan menimbulkan pertengkaran, sebab baik laki-laki maupun perempuan tidak akan mau mengalah dalam hubungan rumah tangganya.
Sementara, jika dilihat dari penanggal dan panglong, dilarang keras menikah setelah Purnama karena akan berdampak buruk pada pernikahan. Selain itu, dilarang keras menikah pada penanggal ke-4 karena akan berdampak perceraian, baik berpisah maupun salah satu pasangan meninggal dunia.
Padewasan pernikahan juga dipengaruhi oleh sasih. Dari 12 sasih dalam setahun, umat Hindu di Bali meyakini pelaksanaan upacara Panca Yadnya hanya boleh dilaksanakan dari Sasih Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kaulu, Kasanga, dan Kadasa.
Perhitungan pawukon yang wajib dihindari jika ingin menggelar upacara pawiwahan adalah Rangda Tiga, Tanpa Guru, dan Ingkel Wong terutama Wong Jejepan. “Apalagi Pasah Tungleh sangat dihindari karena akan ada perpisahan,” jelasnya.
Wayan Rambler mengatakan, meski padewasan yang kurang baik dapat dinetralisir dengan bayuh padewasan, alangkah baiknya jika semua unsur padewasannya baik. “Kita contohkan dalam membangun. Jika salah satu bahan kurang baik, maka akan berpengaruh pada ketahanan bangunannya,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar