Selasa, 12 Juli 2022

MAKNA KOBER GANAPATI PADA UPACARA NANGLUK MRANA

 


Upacara *Nangluk Mrana* yang dilaksanakan pada sasih ke enam. *Nangluk Mrana* adalah salah satu nama jenis upacara yang bermakna untuk memohon kehadapan Ida Shang Hyang Widi Wasa agar berkenan mengendalikan hama penyakit yang dapat berpengaruh buruk bagi kehidupan di dunia ini.
Upacara *Nangluk Mrana* merupakan suatu cetusan rasa bhakti yang diwujudkan dalam upacara keagamaan, yaitu upacara yang dilaksanakan di pesisir pantai atau di rumah, dengan harapan agar seluruh masyarakat akan terhindar dari segala marabahaya atau serangan hama penyakit, upacara ini juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan seluruh alam semesta. Sehingga terjadi keseimbangan antara *Bhūana Agung* dan *Bhūana Alit*, upacara ini akan menciptakan rasa bhakti masyarakat desa dan diberikan kesejahteraan dan keselamatan baik dalam sekala dan niskala. Berdasarkan pengamatan pada upacara *Nangluk Mrana* *_Ganapati_* lah yang dipuja untuk membersihkan segala hama dan penyakit.
Penggambaran *_Gaṇapati_* dalam upacara *Nangluk Mrana* yang diwujudkan dalam sebuah gambar di atas kain putih, hal ini dijelaskan dalam lontar *Gaṇapati tattwa*, sebagai berikut:
*_.....“Haywa cawuh, adomrana de nira telas, bihan panglukatan Gaṇapati, wénang angge midér, śa,ampel gading rajah gaṇa, tangan kiwa ngagém cakra, tangan téngen ngagém gadā,dulurnya banten, ajuman putih kuning, suci asoroh mahiwak pitik putih jambul, toyanya mewadah sangku témagā, sékar shudāmala saha prasaantun, arthanya 1.100, samsam don katima, rajahhan ika lebokakéna ring sangku, ri huwus pinuja tiwakakéna ring kamranan,”_*
(Gaṇapati Tattwa)
Artinya :
Inilah pengelukatan (pembersihan) Gaṇapati, boleh digunakan di sekeliling (yang hendak dibersihkan), bahannya bambu ampel gading digambari gana, tangan kanan memegang cakra tangan kiri memegang gada. Disertai dengan upakara : ajuman putih kuning, suci satu dagingnya bebek (itik) putih jambul, airnya ditempatkan pada sangku tembaga yang diisi kembang sudamala serta pras sesantun, disisi uang sesari 1.100, samsam daun ketima. Bambu ampel gading yang telah digambari gana itu dimasukan pada sangku yang sudah berisi air. Setelah dipuja gunakanlah pada tempat yang tercemar hama dan penyakit.
Pada upacara *Nangluk Mrana*, *_Gaṇapati_* dipuja karena Beliau sebagai pembasmi segala penyakit dan hama. Jika dikaitkan dengan makna dari berbagai upākara, terdapat tujuan dihadirkanya *_Gaṇapati_* adalah sebagai *_”pengeruwat”_* atau menetralisir kekuatan *_Bhūtakala_* pada lingkungan tempat upacara agar pengaruh buruknya tidak menggangu jalannya upacara yang dilakukan dan seluruh umat, juga bertujuan untuk meruwat *_Dewi Durgā_* sebagai sumber dari datangnya penyakit dan hama. Hal ini pun disuratkan dalam lontar *Korawasrama* menyatakan *_Gaṇapati_* sebagai pengeruwat (pembersih segala kotoran), yang diuraikan dalam cerita sebagai berikut :
Awalnya *_Bhatari Uma_* mendengar *_Shang Hyang Maḥeswāra_*, bahwa anaknya yaitu *_Gana_* pandai menebak. Kemudian *_Uma_ meminta untuk ditebak. *_Gaṇa_* pada mulanya tidak mau, tetapi atas desakan *_Uma_*, *_Gana_* menyerah ia tunduk kepada *_Uma_*.
Setelah itu dilihat pustakanya yang bernama linggapranala, maka ditebaklah dua pengalaman masa lalu *_Uma_*. Pertama tentang ihwalnya dipeluknya *_Uma_* oleh gembala sapi ketika hendak meminta susu. Sedangkan yang kedua mengenai ihwalnya melayani Radite, anak dari *_Bhatara Guru_* dengan *_Sundari_*. *_Uma_* tak dapat mengingkari tebakan *_Gana_*. *_Uma_* merasa tak baik jika berbohong. Maka ia pun diajari serta diperbolehkan melihat kitab tersebut. Dengan bimbingan *_Gana_*, *_Uma_* pun membaca satu – persatu, masing – masing lembar kitab tersebut. Karenanya *_Uma_* merasa sangat malu, maka ia meminta kitab tersebut agar *_Gaṇa_* tak menebak lagi.
Tetapi tidak diberikan oleh *_Gaṇa_*. *_Uma_* menjadi marah dan disobeknya kitab tersebut, akibatnya *_Uma_* terkena tulah dan berubah menjadi *_Durga_*. Lalu *_Uma_* yang telah berubah menjadi durga mengejar *_Gana_* untuk minta dilukat agar kembali menjadi *_Uma_*. Kemudian *_Gaṇa_* meruwat *_Durga_* dengan melakukan pengastuti disertai tindakan upacara. maka *_Durgā_* pun kembali menjadi *_Uma_*.
Maka dalam upacara *Nangluk Mrana* yang jatuh pada sasih ke enam di mana adanya pergantian musim sehingga timbulnya hama, penyakit dan bencana alam, maka *_Gaṇapati_* lah yang dipuja sebagai perabas segala rintang, pengeruwat atau pengelukat (pembersih) dan menghalau segala bencana alam, penyakit dan hama yang timbul dari *_Dewi Durgā_* yang mempengaruhi alam dengan menggunakan senjata *_Cakra_* dan *_Gada_*.
*Kober Gaṇapati* di upacara *Nangluk Mrana* memiliki seni penggambaran wujud *_Gaṇapati_* dengan model wayang Bali, *_Gaṇapati_* di gambarkan dengan wujud manusia berkepala gajah, perut buncit, berdiri di atas bunga teratai, dengan atribut tangan kanan membawa senjata *_Cakra_*, dan tangan kiri membawa senjata *_Gada_* yang ditancapkan pada sanggar surya / sanggah cucuk di sebelah kanan.
Adapun unsur makna dalam penggambaran *_Gaṇapati_* dan atribut yang digunakan, yaitu sebagai berikut :
*Makna Gaṇapati berkepala gajah.*
1. Kepala gajah besar, yang berarti *_Gaṇapati_* memiliki makna sebagai kecerdasan dan penguasa segala pengetahuan.
2. Daun telinga yang lebar, Gaṇapati memiliki sifat yang peka dalam membedakan hal yang baik dan buruk, cepat mengambil tindakan dalam mengatasinya.
Jika dikaitkan dengan upacara *Nangluk Mrana*, makna *_Gaṇapati_* adalah sebagai Dewa yang menyelesaikan semua rintangan dengan pengetahuan dan kecerdasan serta dengan pendengaran yang peka, beliau mampu mendengar penderitaan dari alam semesta, sehingga *_Gaṇapati_* dengan cepat hadir untuk melenyapkan penderitaan umat manusia dari penyakit dan hama.
*Makna senjata Gada.*
1. *_Gada_* disebut juga sebagai *_Daṇda_* yaitu tongkat penghukum bagi siapa pun yang melakukan kesalahan.
2. *_Gada_* disebut sebagai *_Kaumodakī_* yaitu kekuatan yang menakjubkan dan mempesona yang dapat memancar serta mempengaruhi pikirian.
3. Gada diidentikan dengan kekuatan dari *_Dewi Kalī_*, yaitu kekuatan dari waktu, ia yang menghancurkan siapa saja yang menentangnya. *_Gada_* oleh *_Dewi Kalī_* dijadikan sebagai senjata untuk menghalau rintangan yang dapat mempengarui alam semesta.
Jika dikaitkan dengan upacara *Nangluk Mrana* maka fungsi dan makna *_Gada_* adalah sebagai senjata untuk menghukum dan memerangi para Bhuta yang berprilaku tidak benar, serta senjata ini sebagai alat untuk merabas segala rintangan yang terdapat pada saat rangkaian upacara berlangsung.
*Makna senjata Cakra.*
1. Cakra merupakan senjata dari Dewa Vīsṇu yaitu senjata yang hanya dapat melukai yang berbuat kesalahan. Berdasarkan konsep *_Dewata Nawa Sangga_*, senjata Cakra beristana di arah Utara.
2. Cakra merupakan Senjata yang dilambangkan sebagai pikiran yang universal, tenaga yang tiada batasnya yang mengembangkan dan mereduksi seluruh alam semesta secara berulang – ulang.
3. terdapat aksara Hrṁ, yang melambangkan abadi, tidak berubah, pusat yang tidak bergerak, asal pertama segalanya dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
4. Simbol dari Cakra menyerupai bunga padma memiliki unsur makna sebagai alam semesta tanpa noda.
5. Tangan kanan membawa Cakra yang memiliki makna sebagai simbol Dewa pengetahuan, penyelamat semua mahkluk.
Penggambaran senjata *_Cakra_* memiliki makna sebagai keseimbangan alam semesta yaitu antara *_Bhūana Agung_* dan *_Bhūana Alit_*, *_Cakra_* yang merupakan sebagai senjata untuk kesadaran diri untuk memahami keseimbangan alam semesta, dari sifat senjata *_Cakra_* yang tanpa noda, maka penyimbolan senjata *_Cakra_* pada upacara *Nangluk Mrana* sebagai, senjata cakra sebagai pembersih dan penyelamat semua mahkluk hidup dari segala bencana, penyakit dan hama di alam semesta ini yang muncul pada saat sasih ke-enam.
*Makna Gaṇapati berdiri di atas bunga teratai.*
Bunga teratai bermakna sebagai beristananya manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa, yaitu *_Gaṇapati_* yang merupakan kekuatan dari kebenaran, bunga teratai bermakna sebagai kekuatan tiga alam. Hal ini sangat sesuai dengan makna *_Gaṇapati_* yang diberi tugas sebagai penguasa tiga alam. Serta bunga teratai sebagai kekuatan *_sattvika_* dikarenakan, bunga teratai meski pun hidup pada tiga tempat ia tidak pernah ternodai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar