Senin, 22 Juni 2015

Prayascita






Banten prayascita menjadi salah satu sarana penting dalam upacara nyambutin bagi umat Hindu di Bali. Banten prayascita digunakan bersamaan dengan banten byakala dan durmanggala untuk mengawali upacara sebagai pembersihan jasmani dan rohani.

Sarati banten, Jro Ketut Utara mengatakan bahwa upacara nyambutin disebut juga upacara nelu bulanin. Dilaksanakan saat bayi berumur 105 hari (tiga bulan wuku). Secara filosofis, Upacara ini berfungsi untuk menyambut dan menstanakan atman si bayi di dalam raga sariranya.

Pada upacara nyambutin memerlukan beberapa jenis banten, seperti banten byakala, prayascita, penyambutan, ayaban, pulogembal dan lain-lain sesuai tingkatan besar kecilnya upacara. Dikatakan Jro Utara, prayascita berasal dari kata prayas yang artinya bahagia dan gembira. Sedangkan citta, artinya alam pikiran.

Bila dilihat dari sisi bentuk, banten prayascita alasnya menggunakan kulit sesayut berbentuk bundar dari janur. Di atasnya diisi peras dari janur, daun tabia bun 8 lembar dijahit menjadi satu, berbentuk bundar seperti padma, di atasnya diisi nasi yang berbentuk bundar dikelilingi oleh jejahitan yang berbentuk Tri Kono.

Di atasnya lima iris telur dadar yang diletakkan sedemikian rupa, sehingga menunjukkan kelima arah mata angin. Banten ini juga dilengkapi dengan buah-buahan, lauk pauk, jajanan dan sampiannya nagasari, canang genten, canang buratwangi. Satu banten prayascita biasanya dilengkapi dengan banten penyeneng, sorohan alit (peras kecil, tulung, sesayut kecil), canang pengeresikan, padma, lis senjata Panca Dewata menggunakan janur kelapa gading, satu takir beras kuning, satu takir daun dadap diulek, bungkak kelapa gading yang sudah dikasturi (dibuka dengan bukaan berbentuk segitiga).

Umumnya, saat upacara nyambutin, banten prayascita menyertai banten byakala dan durmenggala, dapat dipergunakan sebagai pendahuluan dari suatu yadnya. Rohaniawan sebelum menghaturkan upakara didahului dengan penyucian (ngelukat). Dikatakan Jro Utara, dengan menggunakan sarana banten byakala, durmanggala dan prayascita yang berfungsi sebagai pembersihan dan penyucian leteh, kotoran dari pengaruh dasa mala di tempat lingkungan kegiatan upacara nyambutan.

Prosesi penyucian diawali dari sanggar surya, palinggih-palinggih yang ada di merajan, tugu karang, rumah, dapur, sumur dan semua upakara. Banten disucikan dan dilanjutkan pembersihan penyucian terhadap anggota keluarga terutama ibu, bapak dan anak yang akan diupacarai. “Menurut puja penganter, banten prayascita itu ada lima mala atau kekotoran diri yang dimohonkan dapat hilang dengan banten lis itu, yaitu sarwa rogha artinya segala macam penyakit, sarwa wighna artinya segala halangan, sarwa satru yaitu semua musuh, papa klesa yaitu lima klesa yang mengotori hidup dan sarwa dusta artinya terhindar dari bencana oleh orang-orang jahat,” paparnya. (bersambung)


Reporter: I Putu Mardika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar