Banten Bebangkit adalah persembahan yang ditujukan pada Dewi Durgha untuk dapat menguasai aspek Bhuta Kala yang berfifat negatif dari alam itu sendiri.
- Bhuta artinya ruang;
- dan Kala artinya waktu.
Dimana dalam makna tattwa banten bebangkit dan pulagembal disebutkan biasanya banten Bebangkit dalam upacara Yadnya selalu digunakan bersamaan dengan Banten Pulagembal dan disertai Banten Sekar Taman.
- Bebangkit lambang aspek negatif dari alam ini,
- sedangkan Banten Pulagembal lambang aspek positif dari alam ini.
Dari pertemuan nagatif dan positif dari alam ini akan terjadi penciptaan yang memberikan makna pada kehidupan di dunia ini. Agar aspek negatif dan positif dari dua Banten tersebut maka penggunaan dua Banten tersebut selalu ada Banten Sekar Taman.
Banten Sekar Taman ini lambang cinta kasih yang murni atau Prem Wahini dari Dewa Smara dengan Dewi Ratih. Makna filosofi dari ketiga Banten itu sebagai suatu visualisasi dari proses hubungan antara manusia dengan alam lingkungan. Alam yang diperlakukan dengan penuh kasih sayang itulah yang akan menjadi sumber kehidupan umat manusia.
Dan sebagai tambahan adapun beberapa penggunaan simbol disebutkan dalam jurnal kajian Bali tentang dalam praktek pembuatan sate tegeh disebutkan sebagai berikut :
- Kelapa merupakan simbolis dari bumi atau Bhuana Agung.
- Bentuk sate tegeh dalam upacara Dewa Yadnya ini keterkaitan dengan gayah yang mengikuti banten bebangkit, pada petikan Lontar Durgha Dewi.
- Sate Jepit Babi tempatnya di timur sebagai simbol senjata Dewa Iswara.
- Sate Lembat tempatnya di selatan sebagai simbol senjata Dewa Brahma
- Sate Jepit Balung tempatnya di barat sebagai simbol senjata Dewa Mahadewa
- Sate Lembat Asem tempatnya di utara sebagai simbol senjata Dewa Wisnu sebagai pemelihara
- Sate Kuwung tempatnya di tengah sebagai simbol Siwa yang terpusat.
- Apabila tidak melaksanakan upacara padudusan, tidak boleh menggunakan sate tegeh, hal ini jangan dilanggar. Bila dilanggar maka pelaksanaannya upacara akan tidak berhasl. Banten bebangkit memiliki hubungan yang sangat erat dengan ulam bebangkit, khususnya dengan sate-satenya (sate tegeh sate tegeh) yang mengikutinya. Petikan lontar Mpulutuk Durga Dewi menguraikan sebagai berikut:
“Yan tan padudusan, kewala buhu pengelukatan pada wenang macatur rebah, alit babangkitnia ngaran bebangkit gerombong, sarwa pasangan jajatahnia ngara kakalih. Elingakena aja murug, tan sida yadnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar