PALINGGIH: Deretan palinggih Pura Tegal Penangsaran di Desa Tukadmungga, Buleleng, diyakini sebagai tempat mengadili roh. (Dian Suryantini/Bali Express)
BULELENG, BALI EXPRESS-Pura Tegal Penangsaran tak hanya ada di Pura Dalem Puri Besakih, Karangasem. Namun, juga ada di Desa Tukadmungga, Buleleng. Seperti diceritakan, Pura Tegal Penangsaran diyakini menjadi tempat para roh dihakimi dan yang belum diupacarai Pitra Yadnya.
Di tempat inilah para roh ditentukan, apakah menuju tempat yang baik ataukah buruk. Dan, keputusannya disesuaikan dengan perbuatannya semasa hidup di dunia.
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI KLIK DISINI
Pura Tegal Penangsaran di Desa Tukadmungga, Buleleng, yabg piodalannya jatuh saat Purwani Tilem Kapitu atau Siwaratri ini, juga diyakini sebagai tempat penghakiman bagi para roh.
Menurut cerita terdahulu dari tetua di desa tersebut, sebelum palinggih dibangun di pura ini, areal itu hanya terdapat satu Pohon Bunga Menori Putih yang tumbuh di sebuah tanah lapang di Desa Tukadmungga.
Tanah tersebut tidak berbentuk persegi seperti lahan kosong pada umumnya, namun berbentuk segitiga sempurna.
Kemudian, masih menurut cerita, konon karena warga sekitar tidak mengetahui tempat tersebut angker, ada salah satu warga yang mencabut Pohon Menori tersebut, dan ditanam di rumahnya.
Tidak berapa lama, warga tersebut pun dibayang-bayangi makhluk gaib. Dia juga selalu diteror dan diminta untuk mengembalikan benda yang diambil dari tanah lapang tersebut. Benda yang dimaksud adalah Pohon Menori itu.
Selain dibayang-bayangi makhluk gaib, kejadian aneh juga dirasakan warga itu. Seperti ketika usai memasak, nasi yang yang telah matang tiba-tiba habis bersama lauk-pauknya. Padahal, warga itu belum sempat menikmati masakannya.
Akhirnya warga tersebut mengembalikan dan menanam kembali Pohon Menori di tempat semula, sembari menghaturkan Guru Piduka. Saat itulah terkuak jika tanah lapang berbentuk segitiga itu merupakan tempat berkumpulnya para roh yang akan diadili Sang Jogormanik.
Kejadian lain juga terjadi saat akan dilakukan pembangunan untuk mendirikan pura tersebut. Pohon Kamboja besar yang ada di tanah lapang itu dicabut dan dijual ke salah satu pemilik vila.
- CARA SIMPLE MENDAPATKAN PENHASILAN HARIAN DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
Setelah itu, si penjual tidak pernah merasakan tidur dengan tenang. Setiap malam terbangun dan mendengar suara agar mengembalikan Pohon Kamboja itu ke tempatnya.
Kejadian itu terjadi berulang kali, hingga akhirnya penjual pohon tersebut tidak tahan, dan mengembalikan Pohon Kamboja itu dan menanamnya kembali di tempat semula. Kini posisi Pohon Kamboja tersebut terletak di dalam area pura sebelah kanan pintu masuk.
Pangliman Desa Adat Tukadmungga, Gede Parca, menceritakan, seiring berjalannya waktu, warga setempat membangun sebuah palinggih sebagai tempat berstananya Sang Dewa Bagus sebagai ganti Pohon Menori itu. Serta medirikan palinggih sebagai tempat berstananya Ratu Niang.
“Sebelumnya banyak warga yang melihat hal-hal aneh di sekitar tempat itu saat belum dibangun pura seperti sekarang. Dari sana muncul inisiatif warga untuk membuatkan palinggih, " paparnya.
Awalnya, lanjut Gede Parca, cuma ada satu palinggih yang dibangun, yakni Palinggih Dewa Bagus. "Kemudian setelah beberapa lama atau sekitar tahun 1999-2000, baru dibangun lagi palinggih lainnya. Seperti palinggih Ratu Niang. Warga disini sering menyebutnya sebagai Dadong Jagal. Serta dibangun pula palinggih yang lain,” ungkapnya.
Dituturkan pula, Dadong Jagal yang berstana di Pura Tegal Penangsaran bersama Dewa Bagus adalah salah satu hakim untuk mengadili para roh yang belum diupacarai Pitra Yadnya.
Dadong Jagal atau Ratu Niang ini dibantu Sang Jogormanik untuk menentukan hukuman yang pantas bagi roh-roh tersebut.
“Beliaulah penentunya roh-roh itu mau masuk tempat yang baik atau tidak. Beliau yang menentukan jalan kita sesuai karma kita. Jika semasa hidupnya suka mencuri misalnya, maka hukumannya akan disesuaikan. Layaknya hidup di keduniawian, jika mencuri hukuman penjara 7 tahun misalnya, maka di alam baka beda lagi urusanya, mungkin lebih kejam lagi,” tutur Anak Agung Ngurah Dwipa dari PHDI Desa Adat Tukadmungga, akhir pekan kemarin.
Setelah itu, si penjual tidak pernah merasakan tidur dengan tenang. Setiap malam terbangun dan mendengar suara agar mengembalikan Pohon Kamboja itu ke tempatnya.
Kejadian itu terjadi berulang kali, hingga akhirnya penjual pohon tersebut tidak tahan, dan mengembalikan Pohon Kamboja itu dan menanamnya kembali di tempat semula. Kini posisi Pohon Kamboja tersebut terletak di dalam area pura sebelah kanan pintu masuk.
Pangliman Desa Adat Tukadmungga, Gede Parca, menceritakan, seiring berjalannya waktu, warga setempat membangun sebuah palinggih sebagai tempat berstananya Sang Dewa Bagus sebagai ganti Pohon Menori itu. Serta medirikan palinggih sebagai tempat berstananya Ratu Niang.
“Sebelumnya banyak warga yang melihat hal-hal aneh di sekitar tempat itu saat belum dibangun pura seperti sekarang. Dari sana muncul inisiatif warga untuk membuatkan palinggih, " paparnya.
Awalnya, lanjut Gede Parca, cuma ada satu palinggih yang dibangun, yakni Palinggih Dewa Bagus. "Kemudian setelah beberapa lama atau sekitar tahun 1999-2000, baru dibangun lagi palinggih lainnya. Seperti palinggih Ratu Niang. Warga disini sering menyebutnya sebagai Dadong Jagal. Serta dibangun pula palinggih yang lain,” ungkapnya.
Dituturkan pula, Dadong Jagal yang berstana di Pura Tegal Penangsaran bersama Dewa Bagus adalah salah satu hakim untuk mengadili para roh yang belum diupacarai Pitra Yadnya.
Dadong Jagal atau Ratu Niang ini dibantu Sang Jogormanik untuk menentukan hukuman yang pantas bagi roh-roh tersebut.
“Beliaulah penentunya roh-roh itu mau masuk tempat yang baik atau tidak. Beliau yang menentukan jalan kita sesuai karma kita. Jika semasa hidupnya suka mencuri misalnya, maka hukumannya akan disesuaikan. Layaknya hidup di keduniawian, jika mencuri hukuman penjara 7 tahun misalnya, maka di alam baka beda lagi urusanya, mungkin lebih kejam lagi,” tutur Anak Agung Ngurah Dwipa dari PHDI Desa Adat Tukadmungga, akhir pekan kemarin.
Dagang Banten Bali |
Agung Ngurah juga menyebutkan, dalam lontar Atmaprasangga dijelaskan, Tegal Penangsaran ini disediakan bagi atma yang penuh dosa, karena perbuatannya selalu membuat orang lain sengsara atau panas hati.
“Seperti yang saya jelaskan tadi, ini semua sudah diatur. Dalam lontar juga sudah disebutkan seperti itu. Jadi, perbuatan di masa hidup saat bahagia melihat orang susah dan kerap membuat orang susah, maka akan dibayar dan dirasakan sendiri saat penghakiman nanti,” tambahnya.
(bx/dhi/rin/JPR)
BalasHapusmari gabung bersama kami di Aj0QQ*com x-)
BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup. ;-)