AJUMAN : Banten Ajuman merupakan sarana yang dipakai untuk memuliakan, menghormati, juga sujud kepada Hyang Widhi. (ISTIMEWA)
Dalam perayaan Hari Raya Kuningan, salah satu banten yang sering dihaturkan adalah banten Ajuman atau biasa disebut juga Soda atau Rayunan. Sebenarnya apa saja isi dan makna dari banten Ajuman tersebut?
Baca juga: Kepongor Jika Banten Seadanya Mitos atau Bukan? Ini Penjelasannya
Banten Ajuman atau Rayunan merupakan sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi. Nama Ajuman sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ngajum, menghormati, sujud kepada Hyang Widhi.
Dalam mempersembahkan banten Soda atau Ajuman ini bisa berdiri sendiri, atau dipersembahkan bersama ke dalam suatu banten tertentu, misalnya untuk melengkapi banten Pajati menjadi bagian dalam banten Ayaban tumpeng lima, tumpeng pitu, dan sorohan banten lainnya. Ada juga yang berpendapat, banten Ajuman dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci .
Bila ditujukan ke hadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, yang disebut juga perangkat atau perayun, yaitu jajan serta buah-buahannya dialasi tersendiri.
Demikian pula lauk pauknya masing-masing dialasi ceper (ituk-ituk), diatur mengelilingi sebuah penek yang agak besar. Di atasnya diisi sebuah canang pasucian, canang burat wangi atau yang lain. Alasnya tamas (taledan atau ceper) berisi buah, pisang dan kue secukupnya, nasi penek dua buah, rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan plaus/petangas, canang sari.
"Dalam banten Ajuman biasanya berisi dua buah penek atau Telompokan yang merupakan lambang danau dan lautan. Biasanya dalam banten Ajuman ada dua penek yang merupakan simbol dari purusa dan pradana yang bentuknya disimbolikan dalam danau dan lautan,” ujar Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Yaska Charya Manuaba kepada Bali Express ( Jawa Pos Group) di Griya Agung Siwa Gni Manuaba, Denpasar.
Selain dua buah penek, dalam banten Ajuman juga menggunakan tamas atau taledan. Menurut Ida Pandita, tamas merupakan lambang cakra atau simbol kekosongan yang murni (ananda). Taledan merupakan lambang catur marga, yaitu empat jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan, yaitu Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan Raja Marga, sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum). Selain tamas ada juga rerasmen atau lauk-pauk yang dialasi Tri Kona . Biasanya rasmen berisi serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung, timun, daun kemangi (kecarum), garam, dan sambal. Rasmen merupakan simbol dari Bhuana Agung yang dipersembahkan, yang juga sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
" Salah satu unsur terpenting dalam banten Ajuman adalah sampian sodan atau disebut juga Sampian Plaus ( Perangas). Ini merupakan simbolisasi dari sebuah keteguhan hati kita sebagai manusia dalam melaksanakan yadnya serta ajaran dharma,” ujarnya.
Sampian Sodan biasanya dibuat dari janur, kemudian dirangkai dengan melipatnya, sehingga berbentuk seperti kipas. "Sampian Sodan bermakna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi, manusia harus menyerahkan diri secara totalitas dan jangan banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika bhaktaNya telah siap. Dan, dapat pula diartikan sampian itu sebagai keteguhan hati," bebernya.
Ada juga unsur jaje gina dan buah – buahan dalam banten Ajuman, yang fungsinya sebagai perwujudan syukur atas rezeki berupa makanan sehingga membuat manusia tetap hidup.
Dikatakannya, dalam lontar Tegesing Sarwa Banten dipaparkan mengenai makna penggunaan buah yakni 'Sarwa wija, nga; sakalwiring gawe, nga; sane tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin ring kahuripan.
Artinya, segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan, yaitu satwam, rajas, dan tamas (Tri Kaya Parisudha), menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada kehidupan dalam bentuk bebantenan.
Satu lagi pelengkap banten Ajuman, yaitu canang sari atau canang genten. Canang sari merupakan inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti atau hormat kepada Hyang Widhi, ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian. "Jika sebuah banten tidak dilengkapi Canangsari, maka banten tersebut dikatakan tidak sah atau kurang lengkap,” ujarnya. Di sisi lain, ia juga memaparkan, Canangsari adalah suatu upakÄra atau banten yang selalu menyertai, melengkapi setiap sesajen (persembahan). Jadi, segala upakÄra yang dipersiapkan belum disebut lengkap kalau tidak dilengkapi dengan Canangsari
Dari makna filosofi masing-masing unsur yang ada pada banten Ajuman atau Soda, lanjutnya, bahwa semua unsur-unsurnya bermakna pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widdhi Wasa, mulai dari unsur Bhuana Alit sampai unsur Bhuana Agung yang dipersembahkan secara tulus ikhlas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar