Andira Puspita Sharma
PENGERTIAN TANTRA
'Tantra' berasal dari akar kata 'tan' (menyebarkan) dengan sufiks 'strana' ditambahkan. Ada juga mengatakan berasal dari akar kata 'tatri' atau 'tantri' (mengetahui), sementara dua akar kata 'tan' dan 'tantri' dimaknai sebagai 'menyebarkan' atau 'merajut'. Dalam pengertiannya yang umum, 'tantra' bermakna sekelompok kesusastraan yang menyebarkan pengetahuan, khususnya pengetahuan mengenai hal-hal yang mendalam dengan bantuan diagram-diagram mistik (yantra) dan kata-kata yang mempunyai makna-makna esotorik (mantra), dan membantu di dalam mencapai pembebasan (moksa). Penggunaan kata 'tantra' untuk pertama kalinya ditemukan di dalam Srauta Sutra, Harivamsa, Susruta, dan Sankhya.
Tantra sastra merupakan kitab suci untuk zaman Kaliyuga. Namun, Tantra itu tetap merupakan transformasi dari Waidika Karmakanda yang dirumuskan untuk memenuhi tuntutan zaman. Siwa telah besabda, "Untuk menyempurnakan manusia di zaman Kaliyuga, ketika manusia menjadi sangat lemah dan hidupnya hanya bergantung kepada makanan, maka O Dewi, dirumuskanlah ajaran Kaula (Bab. IX, bait 12 Maha Nirvana Tantra)". Dengan pengetahuan Tantra kita akan memahami apa arti ritual, yoga dan berbagai bentuk sadhana yang lain, demikian pun memahami sebagai prinsip dan praktek yang bernilai ekspresif objektif.
Wahyu kitab suci dari paham Saiwa disebut Tantra, dan tindakan-tindakan yang dilakukan menurut aturan-aturan mereka, oleh karena itu, disebut tantrika. Istilah 'tantra' bermakna sebuah sistem ritual atau ajaran-ajaran esensial; tetapi ketika diterapkan dalam konteks spesial ini, maka ia membedakan dirinya dari tradisi yang menurunkan otoritasnya dari Weda (wahyu langsung: sruti) dan seperangkat teks-teks belakangan yang mengklim dirinya sebagai berdasarkan Weda (wahyu tidak langsung: smrti). Korpus sruti dan smrti ini menjelaskan ritus-ritus, kewajiban dan kepercayaan yang membentuk tatanan dasar atau ortodoks dan steorologi masyarakat Hindu. Orang-orang pengikut paham tantra melihat teks-teksnya sendiri sebagai wahyu tambahan dan mengkhusus (visesasastra) yang menawarkan sebuah steorologi yang lebih kuat bagi mereka yang lahir dalam tatanan eksotorik ini. Ritual-ritual tantrik tentang inisiasi (diksa) dilaksanakan untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan yang menyebabkan lahir kembali dari karma seseorang di masa lalu di dalam skup nilai-nilai Weda.;
CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
WEDA DAN TANTRAYANA
Baik Weda (nigama) maupun Tantra (agama) diterima sebagai wahyu (revelation) yang mengungkapkan pengetahuan ekstra impirik atau esotorik tentang realitas. Tantra jelas mempunyai nilai yang sangat berarti bagi peradaban India, karena ia tidak hanya bersifat teoritas tetapi juga pragmatik, menggabungkan antara Niwrtti (kebahagiaan rohani) dan Prawrtti (kebahagiaan dunia).
Menurut Weda dan Tantra, Realitas atau Prinsip Tertinggi adalah
kesadaran (citi atau samvit) yang disebut Brahman atau Siwa. Hakikat
Tertinggi yang disebut Brahman adalah pasif; namun Tantra memahami
kekuatan tertinggi sebagai kekuatan yang aktif, memancar (vimarsa). Oleh
karena itu, dunia ini dipandang sebagai pancaran sinar Siwa. Tantrayana
memandang dunia sebagai sesuatu yang suci, bukan sebagai ilusi (maya),
bukan pula sebagai superimposisi Brahman (adhyasa), tetapi suci karena
sesungguhnya adalah vibrasi kekuatan tertinggi tersebut. Sikap
Tantrayana sangat positif terhadap dunia. Kesadaran tersebut adalah
pengetahuan (jñana) dan aktivitas atau dinamika spontan (kriya atau
spanda) dan aspek dinamika inilah yang bertanggung jawab atas proses
evolusi dan involusi alam semesta beserta segala isinya. Dinamika ini
disebut juga sakti atau kriya. Hal ini berimplikasi bahwa prinsip
tertinggi tersebut tidak hanya mengetahui tetapi juga bertindak atau
aktif. Jika Adwaita Wedanta menganut paham Wiwarta Wada, dimana dunia
dipandang sebagai maya, tidak rill sebagai superimposisi Brahman, maka
Tantrayana menganut paham Abhasawada, yaitu dunia sebagai pancaran sinar
kekuatan tertinggi. Kesadaran ini disimbulkan dengan wanita; dan aspek
pengetahuan (jñana) dengan laki-laki. Itulah sebabnya aspek Sakti
(energi) sering disebut sebagai nama-nama wanita, seperti Vama, Tripura,
Bhairawi, Sundari, Sodasi, Durga, Kali, Uma, Parwati, Radha, Sita, dan
sebagainya. Oleh karena itu Tantra menerima Realitas sebagai pengetahuan
dan aktivitas di dalam satu konsep. Itulah sebabnya Realitas disebut
Siwa-Sakti. Secara simbolis, Realitas digambarkan sebagai seseorang yang
mempunyai aspek laki-laki dan wanita di dalam satu figur. Konsep ini
disebut Ardhanareswara di dalam ajaran Tantrisme Siwa, Yuganaddha di
dalam Tantrisme Buddha dan Radha-Krsna atau Sita-Rama di dalam Tantrisme
Waisnawa.
Menurut pandangan Tantrayana dunia ini bukanlah ilusi atau riil, namun adalah sebuah sinar (prakasa) dari sumber sinar yang Maha Agung (disebut Siwa). Teks-teks Tantra, seperti Tantraloka mengistilahkan hubungan dunia dengan kekuatan tertinggi sebagai sinar dengan bayangan benda pada cermin. Bayangan yang nampak di cermin tidaklah ilusi, atau riil, namun dia rill pada cermin tersebut. Di dalam teks-teks Tantra maupun Siwa dikenal dengan istilah Utpethi, Shtiti dan Pralina. Konsep dinamika (kriya) ini disajikan secara implisit di dalam kitab-kitab Upanisad, namun eksplisit di dalam teks-teks Tantra. Upanisad belum membahas aspek dinamika ini dan ini diambil oleh Tantra.
Tantra tidak bertentangan bahkan saling melengkapi dengan Weda. Weda disebut nigama atau nigamana yang berarti "deduksi"; sementara Tantra disebut agama atau agamana yang berarti "induksi". Weda diyakini sebagai bentuk wahyu dari sumber yang lebih tinggi para Rsi bukanlah penulis atau pencipta Weda; mereka semata-mata menerimanya. Oleh karena itu, ujaran-ujaran Weda dipandang sebagai hukum-hukum yang diterima dari mana konkluksi-konkluksi dideduksi. Dengan demikian pengetahuan Weda adalah deduksi (nigamana) dari hukum-hukum yang telah diterima melalui wahyu. Pada sisi lainnya, agama atau Tantra berdasarkan pada bukti-bukti pengalaman para Rsi dan Yogi. Tantra sesungguhnya adalah sebuah tradisi yoga, karena pada intinya mengandung praktek-praktek yoga. Tantra menyajikan yoga dalam berbagai bentuk, tidak satu saja. Kebhinnekaan dan kemampuan manusia di dalam mencari Prinsip Tertinggi sangat dihargai. Sebagai sebuah "teknologi spiritual", yoga dapat diterapkan di dalam berbagai keadaan dan tingkat kemampuan manusia. Oleh karena itu kedudukan dan fungsi tubuh manusia menjadi sangat sentral. Semua pencarian kebenaran melalui tubuh (bhuana alit) dan dimasyarakatkan dalam skupnya yang lebih luas. Hasil-hasil temuan di dalam Tantra tidak diungkapkan di dalam bahasa ilmiah prosaik, namun diungkapkan di dalam istilah-istilah puitik menggunakan metafora, simbol dan alegori. Para kawi-wiku sangat suka menggunakan ragam bahasa ini untuk memuja dewa pujaannya. Tradisi Tantra sangat kaya dengan simbol-simbol yang sarat dengan makna religius. Begitu kita mendengar kata 'tantra' terbayanglah simbol-simbol: seperti diagram, warna, aksara, mantra, arca, upakara, dan lain-lain.
Menurut pandangan Tantrayana dunia ini bukanlah ilusi atau riil, namun adalah sebuah sinar (prakasa) dari sumber sinar yang Maha Agung (disebut Siwa). Teks-teks Tantra, seperti Tantraloka mengistilahkan hubungan dunia dengan kekuatan tertinggi sebagai sinar dengan bayangan benda pada cermin. Bayangan yang nampak di cermin tidaklah ilusi, atau riil, namun dia rill pada cermin tersebut. Di dalam teks-teks Tantra maupun Siwa dikenal dengan istilah Utpethi, Shtiti dan Pralina. Konsep dinamika (kriya) ini disajikan secara implisit di dalam kitab-kitab Upanisad, namun eksplisit di dalam teks-teks Tantra. Upanisad belum membahas aspek dinamika ini dan ini diambil oleh Tantra.
Tantra tidak bertentangan bahkan saling melengkapi dengan Weda. Weda disebut nigama atau nigamana yang berarti "deduksi"; sementara Tantra disebut agama atau agamana yang berarti "induksi". Weda diyakini sebagai bentuk wahyu dari sumber yang lebih tinggi para Rsi bukanlah penulis atau pencipta Weda; mereka semata-mata menerimanya. Oleh karena itu, ujaran-ujaran Weda dipandang sebagai hukum-hukum yang diterima dari mana konkluksi-konkluksi dideduksi. Dengan demikian pengetahuan Weda adalah deduksi (nigamana) dari hukum-hukum yang telah diterima melalui wahyu. Pada sisi lainnya, agama atau Tantra berdasarkan pada bukti-bukti pengalaman para Rsi dan Yogi. Tantra sesungguhnya adalah sebuah tradisi yoga, karena pada intinya mengandung praktek-praktek yoga. Tantra menyajikan yoga dalam berbagai bentuk, tidak satu saja. Kebhinnekaan dan kemampuan manusia di dalam mencari Prinsip Tertinggi sangat dihargai. Sebagai sebuah "teknologi spiritual", yoga dapat diterapkan di dalam berbagai keadaan dan tingkat kemampuan manusia. Oleh karena itu kedudukan dan fungsi tubuh manusia menjadi sangat sentral. Semua pencarian kebenaran melalui tubuh (bhuana alit) dan dimasyarakatkan dalam skupnya yang lebih luas. Hasil-hasil temuan di dalam Tantra tidak diungkapkan di dalam bahasa ilmiah prosaik, namun diungkapkan di dalam istilah-istilah puitik menggunakan metafora, simbol dan alegori. Para kawi-wiku sangat suka menggunakan ragam bahasa ini untuk memuja dewa pujaannya. Tradisi Tantra sangat kaya dengan simbol-simbol yang sarat dengan makna religius. Begitu kita mendengar kata 'tantra' terbayanglah simbol-simbol: seperti diagram, warna, aksara, mantra, arca, upakara, dan lain-lain.
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar