Jumat, 29 Desember 2017

Eklavya

Dagang Banten Bali




Eklavya. Ayahnya adalah seorang kepala suku di kerajaan Hastinapura. Eklavya adalah anak yang sangat pemberani dan selalu jujur serta adil. Meskipun semua orang yang mengenalnya mencintainya, namun ekalavya tetap merasa tidak bahagia.
Tak lama kemudian ayahnya menyadari ada sesuatu yang membuat Eklavya merasa tidak bahagia. Dia sering mendapati anaknya termenung dalam pikiran, meski seolah - olah Ekalavya sedang melakukan sesuatu yang dia sukai. Suatu hari dia bertanya kepada anaknya, 'Eklavya, mengapa kamu tidak bahagia? Apakah kamu tidak tertarik untuk berburu? Kenapa kamu tidak pergi dengan teman-temanmu dan menikmati hari dengan bermain dan berburu di hutan? "
Eklavya terdiam beberapa saat, lalu dia berkata, Ayah, aku ingin menjadi pemanah dan ingin diajari oleh guru besar Hastinapura yang hebat, yaitu Guru Dronacharya. Gurukul adalah tempat dimana Guru Dronacharya mengajar, tempat dimana penuh keajaiban, tempat di mana dia mengajar anak laki-laki sederhana seperti diriku dan segera mengubahnya menjadi pejuang yang pemberani dan gagah perkasa.
Ayah Eklavya kemudian terdiam. Melihat wajah ayahnya yang termenung Ekalavya segera berkata, "Ayah, aku tahu apa yang engkau pikirkan. Kita berasal dari suku yang hidup dari berburu, tapi aku tidak ingin tetap menjadi pemburu sepanjang hidupku. Aku ingin menjadi seorang pejuang yang gagah perkasa. Maukah engkau mengizinkanku untuk meninggalkan rumah dan pergi menuju Guru Dronacharya di Gurukul ?
Ayah Eklavya khawatir. Dia tahu bahwa apa yang diimpikan anaknya tidak akan menjadi sesuatu yang mudah. Dan pada kenyataannya hal itu bisa menjadi sesuatu yang tidak pernah dia miliki. Tapi dia sangat mencintai anaknya dan tidak mau menolak keinginannya. Jadi dia memberkati anaknya serta mendoakannya untuk menjadi sukses dan kemudian ia pun memberikan restu Eklavya untuk pergi ke gurukul , belajar dari Guru Dronacharya sendiri.
Eklavya berangkat ke gurukul dan segera sampai di sebuah tempat, dimana tempat itu adalah hutan tempat dimana Guru Dronacharya sedang mengajar memanah kepada para pangeran kerajaan Hastinapura.
Pada masa yang lalu, gurukul adalah tempat belajar yang paling sakral. Tidak ada sekolah atau perguruan tinggi menyamai kesakralan tempat ini, dan gurukul adalah tempat para guru dan murid tinggal bersama. Saat Eklavya sampai di Gurukul, dia bisa melihat beberapa gubuk yang dikelilingi beberapa pohon dan memiliki halaman yang dimaksudkan untuk latihan memanah. Murid-murid Dronacharya sedang berlatih menembakkan anak panah dengan menggunakan busur mereka di dalam halaman latihan. Eklavya terpesona saat melihat tapi dia masih mencari Guru Dronacharya. Dimana calon gurunya itu? Apakah dia bisa bertemu pemanah terbaik di kerajaan pada akhirnya? Jika tidak bisa bertemu Guru Dronacharya, tidak akan ada artinya bagi Eklavya untuk berada di gurukul. Bahkan saat Eklavya khawatir dengan pikiran ini, kegelisahannya berhenti saat dia melihat idolanya Guru Dronacharya berdiri diam di dekat pohon. Dia memberi instruksi kepada salah satu muridnya. Murid itu adalah kesayangan Guru Dronacharya, meskipun Eklavya tidak mengetahuinya saat itu, dia adalah pangeran Arjuna, yang merupakan pangeran Pandava yang ketiga. Eklavya menuju Guru Dronacharya, dan saat berhadapan dengannya ia pun segera memberikan hormat seraya membungkuk.
Guru Dronacharya sangat terkejut melihat seorang anak laki-laki asing di gurukul. Dia bertanya kepada Ekalavya "siapa kamu?'
Eklavya menjawab, 'Saya Eklavya, dan saya adalah putra seorang kepala suku. Ayah saya adalah seorang kepala suku yang mendiami hutan di belahan barat Kerajaan Hastinapura. Saya datang ke sini hendak belajar darimu wahai Guru Dronacharya, jadi mohon terimalah saya sebagai muridnya dan ajari saya bagaimana menjadi kesatria yang ahli dalam memanah".
Tapi Guru Dronacharya tidaklah terkesan dengan apa yang disampaikan oleh Ekalavya, segera ia berkata dengan lantang "Eklavya, jika kau adalah putra kepala suku, itu berarti kau berasal dari kasta Shudra. Ini adalah kasta manusia terendah sesuai dengan sistem kasta Hindu. Aku adalah seorang Brahmana, dan Aku berasal dari kasta tertinggi, aku tidak bisa mengajarimu, karena kau berasal dari kasta terendah....!"
Mendengar ini, Pangeran Arjuna berkata, " Guru Dronacharya adalah seorang guru kerajaan. Raja sendiri telah menunjuknya sebagai guru kami, Beliau hanya melatih mereka yang lahir dari keluarga kerajaan, seperti raja dan pangeran, bukan Shudras sepertimu. Bagaimana mungkin kau berani masuk ke dalam Gurukul? Arjuna marah karena Eklavya telah mengganggu latihannya dan meneriaki bocah itu.
Eklavya kaget akan reaksi kedua orang itu, Sebagai putra kepala suku, dia tidak pernah menghina siapapun yang berada di bawahnya saat berdiri. Dia menatap Dronacharya, mengharapkan beberapa kata motivasi darinya. Tapi guru Dronacharya tetap diam dan menolak untuk berbicara, dia telah menjelaskan dengan sangat jelas bahwa dia tidak ingin mengajar Eklavya, seorang anak laki-laki shudra.
Eklavya sangat terluka oleh ketidakadilan tersebut. 'Tuhan tidak pernah membedakan siapapun jika menyampaikan pengetahuan,' pikirnya. "Hanya manusia yang saling membedakan satu sama lain."
Ekalavya segera pergi dari Gurukul , tapi meski dia sangat sedih, dia tahu dia tidak akan pernah melepaskan keinginannya untuk menjadi seorang ahli dalam memanah, walaupun ia adalah seorang shudra. Ekalavya pun berkata dalam hatinya , "Aku harus berlatih setiap hari. Lalu aku akan menjadi seorang pemanah yang berani dan hebat seperti para pangeran yang telah diajari oleh Guru Dronacharya".
Begitu kembali ke hutannya, Eklavya membuat patung Dronacharya dan mulai berlatih memanah setiap hari. Dia percaya bahwa patung Guru Dronacharya itu nyata dan gurunya sedang mengawasi dan menginspirasinya. Dengan latihan yang rajin dan sungguh sungguh , Eklavya segera menjadi salah satu pemanah terbaik dan yakin bahwa dia lebih baik dari pada Pangeran Arjuna, murid terbaik Guru Dronacharya.
Suatu hari saat berlatih, suara gonggongan seekor anjing telah mengganggunya. Segera Ekalavya menembakkan tujuh anak panah ke arah mulut sang anjing, tanpa menyakitinya sama sekali. Anjing itu segera pergi, dengan panah masih ada di mulutnya. Pada saat itu para Pangeran Pandava, bersama Guru Dronacharya, telah tiba di bagian hutan itu untuk pergi berburu, dan tanpa sengaja melihat anjing itu. Mereka tercengang dan mulai mencari orang yang telah melakukan prestasi ini. Mereka segera sampai di tempat dimana Eklavya berlatih.
Dronacharya bertanya kepadanya 'Kau memiliki keahlian yang menakjubkan, siapakah gurumu?' Eklavya pun menjawab, 'Engkaulah adalah guru saya, saya telah belajar darimu.'
Guru Dronacharya sekarang ingat semua tentang anak laki-laki yang telah dia tolak menjadi muridnya. Dia bertanya kepada Eklavya apa maksudnya, dan dia mengatakan kepada guru segala sesuatu yang telah terjadi. Arjuna sangat marah, karena Dronacharya telah berjanji kepadanya bahwa dia akan menjadi pemanah terbaik. Dronacharya juga diam. Melihat Pangeran Arjuna marah, dia berpikir untuk menghukum Eklavya.
"Jika kau menganggap diriku sebagai gurumu, Kau harus memberi ku 'Guru Dakshina' sebagai wujud bahktimu kepadaku.' Eklavya sangat bahagia dan bertanya apa yang diinginkan gurunya.
'Berikan ibu jari tangan kananmu sebagai Guru Dakshina' katanya.
Semua orang diam. Eklavya tahu tanpa ibu jari, dia tidak akan bisa menembak lagi. Sambil mengambil pisaunya, dia memotong ibu jarinya tanpa ragu sedikit pun dan memberikannya pada Guru Dronacharya.
Guru Dronacharya tersentuh hatinya. Dia pun memberkati anak laki-laki itu, meskipun dia tidak memiliki ibu jari, namun dia tetap akan bisa menembakkan anak panah, dan kelak dunia akan mengenalnya sebagai pemanah yang lebih besar dari pada Arjuna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar