Label
- Bali inspiration
- Bali Masa Depan
- basa Bali
- Bersenang-senang dengan devanagari
- Bhagavad Gita
- Cafe Herbal
- Caru
- Dewa Yadnya
- English for kids
- Gamelan
- Hindu bilingual
- Jenis Banten
- Jual Banten
- Karya Ngenteg Linggih
- Macam-macam Banten
- Macam-macam Tebasan
- Manusa Yadnya
- Memukur
- Panca Sembah
- Pitra Yadnya
- pustaka
- Rerainan
- Sampyan
- saMskrtam
- Satua
- Sesayut
- Tetandingan
- Toko OnLiNe jualan onlain
- Upacara upakara
- Uparengga
- Yoga Bali
Selasa, 20 Desember 2016
Tilem Jyesta
Dagang Banten Bali
Tilem Jyesta pada Selasa 11 Mei 2021, adalah tilem yang terjadi setahun sekali.
Sebab umat Hindu di Bali, tidak pernah sepi dari perayaan hari suci. Tilem Jyesta adalah hari suci bulan atau sasih ke-11 menurut perhitungan tahun saka.
Hal tersebut diyakini dan dipercaya, oleh umat Hindu yang merupakan payogan Ida Sang Hyang Widhi Wasa bermanifestasi sebagai Ida Bhatara Surya.
Lanjutnya, Ida Bhatara Surya adalah dewa yang paling diakui kemahirannya oleh Ida Bhatara Siwa.
"Makanya Beliau dianugerahi karunia suatu saat untuk mengganti peran Bhatara Siwa, sehingga Ida Bhatara Surya disebut Bhatara Siwa Raditya," kata Jero Mangku Ketut Maliarsa, Rabu 12 Mei 2021.
Oleh karena beliau mendapat anugerah sebagai penghormatan kepada Bhatara Siwa yang disebut Bhatara Guru yaitu guru alam semesta.
Pada hari suci itu, para umat Hindu memuja dan memuji keagungan Ida Bhatara Surya dengan canang asebit sari atau sekemampuan yang dalam bahasa Bali disebut sakasidan.
Hal seperti ini dilakukan sebagai wujud bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang maprebhawa Ida Bhatara Surya.
Dengan tujuan mulia mengucapkan rasa syukur kepada beliau yang tidak pernah lelah atau berhenti memberkati umat manusia dengan sinar sucinya.
Di samping itu, umat Hindu memohon warenugeraha agar memperoleh keselamatan, kerahayuan, dan kerahajengan.
Serta dijauhkan dari segala kekotoran atau sarwa mala dalam mengarungi hidup dan kehidupan sebagai umat manusia.
Oleh karena itu, pada hari suci Tilem Jyesta ini sangat dipercaya sebagai bulan atau sasih penuh kekotoran atau sarwa mala sehingga wajib para umat Hindu melakukan persembahyangan secara khusuk agar dijauhkan dari hal-hal negatif atau kekotoran.
Baik bhuana agung, maupun bhuana alit yaitu manusia itu sendiri.
"Makanya pada hari suci ini, juga para umat Hindu sangat perlu melakukan penyucian angga sarira atau stula sarira dan suksema sarira dengan melakukan pembersihan diri yaitu melukat di pantai atau air campuhan agar mencapai bersih lahir batin," katanya.
Para umat Hindu biasanya menghindari melakukan upacara keagamaan atau yadnya karena pada sasih ini kurang baik.
Walaupun demikian, ada juga unsur baiknya yaitu hari suci Tilem, karena sebagai keyakinan bahwa pada bulan mati ada kegelapan.
Bahkan di dalam kegelapan ada kesucian sinar suci serta di dalamnya juga terwujud adanya kesunyian atau sunia sebagai simbol kesunyian niyasa Bhatara Siwa.
Lontar Sundarigama, kata dia, mengatakan bahwa pada saat bulan mati sangat baik melaksanakan penyucian untuk menghilangkan segala dosa, noda, kekotoran dalam diri.
Sesaji yang dipersembahkan adalah canang wewangian, pada sanggah atau di parahyangan.
Juga di atas tempat tidur, yang dipersembahkan kepada bidadara dan bidadari.
Serta menghaturkan sesayut widyadari sebagai sarana memohon warenugeraha agar memperoleh hasil dalam melaksanakan segala kegiatan.
Hal seperti ini sangat tepat dilakukan oleh para umat Hindu, karena hari suci Tilem Jyesta yang diyakini sebagai bulan penuh sarwa mala.
Agama Hindu juga berlandaskan pada rasa yaitu adanya rasa yakin yang mendalam tentang pemahaman dan implementasi ajaran Dharma atau ajaran kebenaran yang bersumber pada sastra atau kitab- kitab suci berupa Weda.(*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar