TIRTA: Pinisepuh Pasraman Sastra Kencana Jro Nabe Budiarsa memercikkan tirta kepada umat tangkil di pasraman di Banjar Tegak Gede, Desa Yehembang Kangin, Mendoyo, Jembrana sebelum pandemi Covid-19. (istimewa)
Menekuni ajaran spiritual seolah menjadi tren belakangan ini. Pembahasan hal-hal yang berhubungan dengan rohani kian terbuka, lantaran media sosial. Jika dahulu belajar spiritual cukup pingit, kini stigma tersebut perlahan kabur.
Orang-orang bisa dengan mudah mengakses berbagai informasi mengenai spiritual dari berbagai sumber. Jadilah penekun spiritual kian banyak jumlahnya.
Menekuni spiritual tentu merupakan hal yang baik. Hal ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan rohani. Namun, hendaknya berhati-hati dalam menekuninya. Sebab, jika tak cukup cerdas, maka bisa tersesat dan terseret dalam lubang penderitaan. Alih-alih menemukan kedamaian hidup, justru terjatuh dalam problem berkepanjangan.
Baca juga:
Pengendalian Inflasi Mengacu 4K, Badung Optimalisasi CASTerkait hal ini, Pasraman Sastra Kencana selama ini berupaya mengkaji berbagai hal tentang spiritual. Sebelum menukik ke persoalan menekuni spiritual, Pinisepuh Pasraman Sastra Kencana, Jro Nabe Budiarsa mulai dari penjelasan isi alam semesta.
Alam Bhuana Agung ini, dikatakan terdiri dari zat, gelombang energi dan pancaran sinar. Jenis zat, gelombang energi dan pancaran sinar ini tak terhingga jumlahnya, dari yang bisa disebutkan hingga tak bisa diberi nama.
“Zat alam menurut sastra adalah unsur kebendaan, yaitu Panca Maha Butha dengan seluruh bagiannya. Gelombang energi adalah kekuatan alam yang memiliki getaran dan frekuensi tertentu. Sedangkan pancaran sinar alam adalah korelasi hubungan antar benda alam dalam bentuk bias dan pancaran sinar yang nyata ada, namun tak memiliki bentuk, hanya memiliki warna,” ungkapnya, akgir pekan kemarin.
Alam juga dihuni oleh berbagai makhluk. Ada yang kasat mata maupun makhluk astral yang tak kasat mata. Wujudnya sangat beragam, layaknya makhluk hidup.
Ada yang berwujud seperti manusia, binatang, bahkan seram. Kemudian ada roh yang bersifat suci yang memiliki sifat positif disebut roh suci dan ada roh kotor yang memiliki sifat negatif disebut Butha Cuil alias kotor.
“Roh ini juga banyak sekali tak terhitung jumlah dan wujudnya, termasuk yang sering dibilang roh gentayangan,” ujar Jro Nabe Budiarsa dari Banjar Tegak Gede, Desa Yehembang Kangin, Mendoyo Jembrana.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINIDikatakannya, dari isi alam ini, baik yang nyata maupun tidak nyata, gelombang energi, zat, dan pancaran sinarlah yang paling besar. Sedangkan makhluk hidup, baik yang nyata maupun tak nyata, para roh sesungguhnya sangat kecil.
Layaknya manusia yang membutuhkan energi lima unsur untuk bertahan hidup, maka makhluk astral dan para roh pun sama, namun tergantung sifat yang dimiliki oleh makhluk itu sendiri.
“Bagi roh negatif membutuhkan energi negatif dari alam ini, para makhluk positif membutuhkan energi positif dari alam ini,” terang Jro Nabe Budiarsa.
Pada manusia yang cerdas memilih wiweka jnana dyatmika, lanjutnya, akan mampu menata energi agar tercipta energi positif maupun negatif. Ketika mampu menciptakan energi positif dalam tata kelola energi alam, maka dengan mudah mendatangkan dan mengundang roh positif untuk di ajak bersinergi.
Sebaliknya, ketika mampu menciptakan energi negatif dalam sistem tata kelola energi, maka akan dengan mudah untuk mengundang dan mendatangkan makhluk gaib negatif untuk diajak bersinergi dalam spiritual.
“Namun yang perlu dipahami adalah jika bersinergi dengan makhluk dan energi negatif, diri pasti akan kena pengaruh negatif. Jika bersinergi dengan makhluk dan energi positif, maka diri pasti akan menjadi positif. Jadi, menciptakan sinergitas diri dengan makhluk, roh, dan energi hendaklah sangat berhati-hati agar tujuan hidup tercapai,” ucapnya.
Dikatakannya, dalam merumuskan energi alam dikenal dua rumusan sastra. Pertama, rumusan energi cakra, yaitu mengawinkan empat jenis energi untuk menghasilkan satu energi kelima atau energi tujuan.
Kedua, adalah rumusan energi padma, yaitu mengawinkan delapan jenis energi untuk menghasilkan satu energi kesembilan atau energi tujuan.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI Baik energi kelima dalam ilmu Cakra maupun energi kesembilan dalam ilmu Padma, diatur oleh sistem rumusan sastra Kanda Empat dan Dasa Aksara yang termuat dalam Pangider Buana Dewata Nawa Sanga, tertata sesuai tata susunan arah mata angin.
“Bila kita mampu menciptakan rumusan energi itu, maka kita dengan mudah mengundang berbagai makhluk gaib apapun yang ada di muka bumi, maupun mendatangkan kekuatan roh apapun yang ada di bumi ataupun di langit. Karena seluruh roh maupun makhluk gaib itu membutuhkan energi itu dan menjadikan energi itu sebagai kekuatan bagi semua makhluk di bumi ini, entah itu makhluk hidup maupun makhluk astral,” papar pria 54 tahun ini.
Jro Nabe Budiarsa mencontohkan, bila bisa merumuskan sirkulasi energi angin, maka seseorang dengan mudah bisa mengundang makhluk gaib dan roh dari unsur angin atau unsur Timur.
Bila mampu menciptakan siklus energi angin negatif, seseorang akan mudah mengundang kekuatan Anggapati maupun Dhurga Petak, bersama pengikut makhluk gaibnya dari seisi gua, batu besar, tebing batu, dan pinggir laut.
Sedangkan, jika bisa menciptakan energi angin yang positif, maka orang itu mudah mengundang dan mendatangkan para roh suci para roh leluhur, Bhatara Kawitan dan roh suci lain yang memiliki sifat putih angin, kosong atau sunya.
“Jika kita bisa membuat siklus energi panas yang positif, maka kita akan mudah memanggil para roh atau Bhatara yang memiliki kemampuan sakti, kuat, dan cerdas, panas, hangat, dan lain sejenisnya. Bila bisa membuat siklus energi panas yang negatif, maka kita mudah mengundang makhluk gaib Mrajapati, Dhurga Bang, bersama seluruh kekuatan makhluk gaib penghuni kuburan, jalan, pempatan, pertigaan, tempat angker dan lain sebagainya. Begitulah seterusnya, sistem kerja siklus energi itu,” jelasnya.
Seluruh makhluk di alam ini menurutnya, membutuhkan energi alam sebagai sumber kekuatan dan kehidupan. Jadi, manusia sesungguhnya berebut energi dengan makhluk gaib maupun para roh di dunia ini.
Sementara, menurut sastra dan agama, lanjutnya, manusia adalah makhluk paling sempurna dan paling tinggi di antara makhluk ciptaan Tuhan. “Maka manusialah yang paling bisa menata energi alam ini agar memiliki daya guna dan fungsi guna. Untuk itu, manusia dituntut mampu menata alam dan menata energi supaya terjadi keseimbangan siklus energi tersebut,” tegas sesepuh Perguruan Wahyu Siwa Mukti tersebut.
Ditegaskan pula, jika paham tentang rumusan energi alam, maka manusia mampu menata alam dan menata energi. Sehingga mendatangkan manfaat luar biasa.
“Jadi, bukan karena sakti, hebat, setengah dewa, tulus ikhlas, jujur dan baik, tapi karena benar cara pelaksanaannya,” katanya.
Lebih lanjut, Jro Nabe menerangkan, akibat cara kerja pikiran manusia yang memengaruhi alam tersebut, sehingga orang yang menekuni spiritual mengalami dan menjalani dua jenis hukuman bila melakukan kesalahan dalam hidup.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI Pertama, akibat salah dalam melibatkan kekuatan gelombang energi alam dan roh halus, roh suci, dan pancaran sinar alam yang disebut dengan nama Dewa dan Bhatara, maka ia kena hukum alam atau Hukum Rta. “Ketika terjadi kesalahan dalam spiritual, singkat kata bermain-main dengan kekuatan alam, maka akan terkena hukum alam,” ungkapnya.
Akibat dari kesalahan itu, kata dia, maka alam yang akan menghukum diri saat terjadi kesalahan, baik sengaja maupun tidak sengaja. Akibat terkena hukum alam, maka hidup akan kacau, bahkan bisa hancur memprihatinkan. “Bisa kowos-boros hingga miskin, bisa sakit-sakitan sulit disembuhkan, banyak konflik dan masalah,” ujarnya.
Ironisnya, terkadang masalah itu muncul justru saat orang tersebut rajin sembahyang, rajin beryadnya, tulus ikhlas, jujur dan pasrah. Malah pada saat itu cobaan dan godaan hidup datang tak terhindarkan.
“Karena tanpa kita sadari kita telah melakukan kesalahan-kesalahan pada kegiatan spiritual melalui proses upacara ataupun doa yang kita lakukan. Apa yang kita anggap benar karena tanpa melakukan kaji, uji bukti dan evaluasi, justru menimbulkan masalah dalam hidup yang berkepanjangan,” ujarnya.
Sehingga, menurutnya, banyak para pelaku dan penekun spiritual mengalami nasib yang tragis dalam hidupnya. Tujuan menekuni jalan spiritual untuk menyelamatkan diri, malahan menghancurkan kehidupan diri dan keluarga.
Oleh karena itu, Jro Nabe Budiarsa menekankan agar berhati-hati jika ingin mengikuti pengaruh orang lain dalam menekuni spiritual. Perlu analisa dan logika.
Selain Hukum Rta, dikenal pula Karma Phala, yaitu hukum personal atau pribadi yang hanya berdampak dominan pada diri sendiri. Kesalahan pribadi atas karma yang tidak melibatkan energi alam, menurutnya, tak membuat goncangan energi alam tersebut. Sebab, dalam perbuatan orang itu, tidak melibatkan nama-nama Dewa, Bhatara, Tuhan dan lainnya.
Nah, hukum Karma Phala ini, menurutnya, bisa mendapat pengampunan. “Sehingga kita sering salah tafsir ketika melihat orang melakukan kesalahan, maka mereka akan terkena dampak hukum atas perbuatannya. Dalam tafsiran kita, kesalahan orang akan membawa penderitaan dan hukuman dalam hidupnya, malah kehidupan orang yang kita katakan salah tetap biasa-biasa saja, bahkan justru kadang lebih baik dari kita,” ujarnya.
Sementara, orang yang kelihatan hebat, bisa berdoa mantra yang luar biasa, bisa membuat upakara yang luar biasa, rajin sembahyang, rajin beryadnya, tekun dan ulet, terlihat jujur, omongannya bagus dan halus, justru hidupnya semakin surut bahkan terpuruk.
“Itulah bentuk hukum Rta, hukum alam atas kesalahan spiritual yang tak disadarinya. Apalagi orang tersebut sering bersumpah menyebut nama Tuhan, ataupun memiliki sumpah spiritual dalam hidup, maka sumpah dan janji spiritual itu bila tak dijalaninya akan membawa kehancuran lebih berat dan fatal pada hidupnya, baik disadari atau tidak,” tegasnya.
Sumpah spiritual apapun dalam hidup, kata dia, akan membawa hukuman mutlak dalam hidup. Namun bentuk hukuman itu ada bermacam-macam. Bisa hukuman pisik sakit-sakitan, bisa hukuman ekonomi serba susah, bahkan jatuh miskin. Bisa juga hukum mental moral berupa perubahan sikap, seperti angkuh, sombong, egois, serakah dan lain sebagainya,” jelasnya.