SEJARAH PANJANG PURA AGUNG SANTI BHUWANA DI BELGIA.
Kita patut bersyukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang maha Esa) yang diberikan kepada umat Hindu perantauan di Eropa atas dibangunnya sebuah Pura ditengah lokasi wisata dengan luas 55 hektar, di dirikan oleh orang belgia yang bernama ERIC DOMB. Eric Domb mengenal Bali dan Hindu dengan baik, atas dasar itulah Pura tersebut dibangun. Proses pembangunan Pura tersebut dilakukan secara bertahap. Material seperti paras batu, kayu jati, raab duk dan bahan lain yang diperlukan untuk pembangunan Pura itupun didatangkan langsung dari Bali sampai 300an Container!
Menurut penuturan petinggi Taman Wisata Parc Paradisio ini, mengatakan idea pertama dari pendirian Pura Hindu yang mirip atau sama persis dengan Pura yang ada di Bali ini adalah bermula dari kunjungan Mr. Eric Domb, CEO dan President yang juga pemilik dari Parc Paradisio ke Bali 30 tahun yang lalu bersama orang tuanya. Kemudian setelah memimpin Parc Paradisio, muncul keinginan untuk membuat Parc Paradisio tidak hanya menjadi sebuah Taman wisata Flora dan dan Fauna, yang menawarkan keakraban alam, tumbuhan, binatang, dan manusia tapi juga menawarkan informasi kebudayaan dunia yang memiliki karakter serta peradaban yang kuat yang masih ada di bumi ini serta bisa mendukung promosi permanen bagi pariwisata.
Teringat akan kunjungan ke Bali yang pernah dilakukan Mr. Eric Domb bersama orang tuanya ke Bali, Mr. Eric Domb kemudian mengunjungi Bali lagi untuk “Brain Storming” dengan mengelilingi seluruh pelosok Bali untuk mencari idea lebih lanjut. Kolaborasi antara agama, adat istiadat, budaya dan masyarakat balinya yang mendukung pariwisata di Bali serta bisa diterima oleh masyarakat dunia (universal), membuat Mr. Eric Domb jatuh cinta akan Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Sekembali Mr. Eric Domb dari Bali, beliau kemudian menceritakannya kepada jajaran direktur dan team yang ia pimpin. Ibarat Pucuk di cinta ulam tiba, dimana para direktur dari Parc Paradisio yang juga sering mengunjungi Bali, akhirnya seia sekata, dan gayung pun bersambut dengan melakukan kunjungan bersama ke Bali untuk merealisasikan idea membuat Indonesian Garden dengan bangunan utamanya Pura yang sama persis seperti di Bali. Sepulang dari Bali, proyek inipun di mulai pembangunannya di tahun 2006. Pada tahun 2006 dimulailah pembangunan pura dengan mendatangkan arsitek muda Bali I Ketut Padang Subadra. Ketut Padang dibantu oleh para pemahat dan pengukir dari Bali yang berjumlah 8 orang. Selama 2 tahun lebih bekerja siang dan malam dalam suasana berkabut dan bersalju. Berkat semangat ngayah yang dimiliki oleh para seniman Bali ini akhirnnya Pura itupun terwujud. Untuk menjaga keaslian pura dan bangunan lainnya di area taman Indonesia, batu paras hitam dan batu lereng gunung merapi sengaja diimpor dari Bali dan Jawa Tengah sampai 320 kontainer.
Bermula Dari Kastil Tua Kemudian Berdiri Pura di Belgia
Pembangunan Kompleks Taman Indonesia yang di mulai dari pembangunan Pura ini, bukannya tanpa hambatan dari masyarakat Belgia ataupun pemerintah Belgia. Karena dilokasi Parc Paradisio terdapat kastil tua, yang di Belgia sendiri sungguh sangat dihormati keberadaannya. Pemerintah maupun masyarakat pun khawatir dengan berdirinya bangunan baru akan mengurangi makna dari keberadaan Kastil tua yang menjadi kebanggaan masyarakat Belgia ini. Mr. Eric Domb dengan ketulus hatiannya serta kecintaannya yang mendalam akan Bali dan tentunya dengan pengetahuannya yang luas tentang Bali dan Hindu, kemudian bisa meyakinkan Pemerintah Belgia beserta masyarakat Belgia sehingga pembangunan Pura Agung Santi Bhuwana ini bisa di wujudkan di taman Parc Paradisio.
Demikian juga ketika mendatangkan para pekerja langsung dari Bali, juga bukannya tanpa hambatan dari masyarakat Belgia ataupun departement tenaga kerja Belgia. Lagi-lagi Mr. Eric Domb, yang sepertinya memang sudah mendapatkan restu dari Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widi Wasa), tidak hanya bisa meyakinkan masyarakat Belgia, tapi juga bisa membuktikan kepada mereka bahwa keahlian para pemahat dan tukang ukir dari Bali dan Jawa tengah memang tidak tergantikan oleh masyarakat Belgia. Ketika tukang ukir dari Bali sedang bekerja memahat dan mengukir batu menjadi sebuah patung, masyarakat belgia memang dibuatnya terkagum-kagum, mereka seolah-olah tidak percaya karena mereka terbiasa bekerja dengan mesin, sementara Tukang ukir dari Bali bisa merubah sebuah batu balok dengan pahat dan alat ukir lainnya yang berukuran kecil-kecil menjadi sebuah patung dengan nilai seni yang tinggi.
Proyek pembangunan Pura Agung Santi Bhuwana dimulai tahun 2006 dengan mendatangkan arsitek dari Bali. Selama dua tahun lebih bekerja siang dan malam dalam suasana berkabut dan bersalju. Untuk menjaga keaslian dan aroma magis ke-Indonesiaan, batu-batu untuk membangun pura besar dan seluruh lapisan tempat berjalan berasal dari Indonesia. Sekitar 320 kontainer batubatu candi diimpor dari lereng gunung Merapi, Jawa Tengah. bagi pengunjung yang mengunjungi kompleks Taman Indonesia ini, seperti terhipnotis dan merasakan seperti memang sedang berada di Indonesia di kompleks candi Prambanan dan candi Boroobudur di Jawa tengah, ataupun berada di kompleks Pura Besakih di Bali yang puranya juga terbuat dari Batu alam, walaupun sesungguhnya mereka sedang berada di Brugelette Belgia di Pura Agung Santi Bhuwana.
Peresmian Pura Hindu dan Taman Indonesia
Peresmian Pura tersebut merupakan bagian dari satu rangkaian acara Peresmian Taman Indonesia (The Kingdom of Ganesha ), yaitu sebuah Kompleks Taman Indonesia seluas 5 hektar di dalam area Taman Wisata Parc Paradisio yang berukuran 55 hektar. Peresmian acara itu di hadiri lebih dari 800 undangan, serta lebih dari 200 umat Hindu yang datang tidak hanya dari Belgia melainkan juga dari negara tetangga juga seperti Belanda, Jerman, dan Perancis. Setelah berakhirnya rangkaian upacara peresmian yang di langsungkan pada hari Senin 18 May 2009, Selanjutnya adalah giliran masyarakat bali yang berdomisili di belgia pada khususnya atau yang berdomisili di eropa untuk terus melestarikan keberadaan Pura ini melalui persembahyangan rutin sehingga spirit dan aura dari Pura Agung Santi Bhuwana ini terus bersinar. Walaupun sesungguhnya Pura ini adalah milik dari Mr. Eric Domb, namun di akhir proses upacara peresmian Mr. Eric Domb sempat berbincang-bincang dengan pemimpin agama yang meminpin jalannya upacara saat itu dan mengatakan “This (Temple) is for you” (Pura ini adalah untuk anda umat hindu di belgia / eropa). Oleh karenanya adalah kewajiban masyarakat bali ataupun umat hindu yang bermukim di Belgia atau di Eropa untuk melaksanakan ritual upacara setiap 6 bulan sekali, atau melakukan persembahyangan di bulan Purname setiap bulannya, sehingga spirit dan aura Pura tersebut terus terpancarkan.
Dengan berdirinya Pura di Eropa seperti Pura Agung Santi Bhuwana Belgia, Pura Sangga Bhuana Hamburg, dan Pura Tri Hita Karana Berlin, secara automatis keberadaan Pura tersebut memerlukan keberadaan rohaniawan Hindu selaku pemimpin upacara untuk menuntun (memimpin) jalannya upacara dan persembahyangan yang berlangsung di Eropa.
Rohaniawan Hindu di Eropa yang termasuk ekajati dan digolongkan sebagai pinandita (pemangku) semuanya telah menjalani upacara yadnya berupa pawintenan sampai dengan Adiksa Widhi di pura dimana pemangku tersebut “ngemong”. Rohaniawan Hindu atau Pinanadita tersebut memang sangat diperlukan oleh umat Hindu yang ada di Eropa. Hal ini karena persoalan hidup beragama dimasa depan nampaknya akan menjadi semakin kompleks.
Sesuai dengan Desa (tempat) Kala (waktu) Patra (kondisi) di eropa kewenangan para rohaniawan hindu tersebut diharapkan memang tidak hanya sebagai “Sang Pemuput Karya Odalan” atau hanya bertanggung jawab atas kesucian Pura yang dipimpinnya, tapi juga diharapkan dapat menjadi panutan, dapat memberi contoh yang baik, bahkan jika mungkin harus dapat menuntun dan membina warga masyarakat untuk bisa lebih mendekatkan dirinya dengan selalu ingat kepada keagungan dan kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Kuasa).
Dalam berbagai persoalan hidup dan kehidupan lainnya umat memerlukan tuntunan dari Rohaniawan Hindu atau Pemangku. Tujuannya tidak lain adalah agar semua umat manusia dapat hidup rukun dan damai, hidup tenang dan tentram, selalu dijauhkan dari perselisihan dan pertentangan, dijauhkan dari pikiran, perkataan, dan perbuatan yang tidak baik.
Pinandita Pura Agung Santi Bhuwana Belgia
Bersamaan dengan upacara pemlaspasan (peresmian) Pura Agung Santi Bhuwana di Belgia pada hari Senin Umanis Medangkungan 18 Mei 2009, proses pemilihan pemangku seperti layaknya di Bali juga berlangsung di belgia. Upacara pemlaspasan dan ngenteg linggih yang di pimpin oleh Ida Pandita Putra Telabah (d/h. Prof. Dr dr IB Narendra) dan Ida Pandita Agastya, meminta kepada semeton Bali yang berdomisili di Belgia untuk berkumpul melaksanakan persembahyangan secara khusus untuk pemilihan menjadi pemangku pura.
Salah satu diantara mereka yang akhirnya terpilih adalah Made Sutiawijaya MBA, seorang mantan staff KBRI Belgia. Bila di lihat dari sisi umur dan kedewasaan, terpilihnya Made Sutiawijaya ditanggapi oleh sebagian besar semeton bali yang berdomisili di belgia memang merupakan orang yang paling tepat. Keseluruhan tahapan proses pawintenan seperti layaknya di bali untuk menjadi seorang Pinandita langsung di selesaikan oleh Ida Pandita saat itu.
Adapun tugas pertama pinandita Sutiawijaya sesegera setelah di tetapkan menjadi pemangku di Pura Agung Santi Bhuwana Belgia adalah menentukan hari pujawali pura. Mengingat hari pemlaspasan Pura dilaksanakan di hari senin yang merupakan hari kerja bagi sebagian besar umat yang ada di Eropa, dan bila pujawali dilaksanakan persis seperti hari pemlaspasan pura, kemungkinan umat yang hadir akan sedikit karena sebagian besar dari mereka bekerja. Kemudian bersama dengan Ida Pandita dan semeton Bali di belgia, Pinandita kemudian mencoba mengusulkan agar pawedalan pura dilaksanakan di hari sabtu, seperti mempertimbangkan pemilihan hari raya tumpek yang jatuh di hari sabtu.
Harapan
Akhir kata, Keberadaan Pura di Eropa ini sungguh sangat membantu mengobati kerinduan masyarakat Bali yang merantau di Eropa akan tempat kelahiran, tanah leluhur serta sanak saudara nun jauh di Bali. Seperti memang sudah suratan dan takdir bahwa masyarakat bali memang tidak bisa di pisahkan dari berkesenian, setiap kali melaksanakan ritual persembahyangan di Pura Belgia ini, tari tarian bali yang diiringi dengan irama gamelan bali selalu dipentaskannya, sehingga selalu menarik perhatian pengunjung Taman Wisata Parc Paradisio untuk berdesak desakan menonton tarian bali ini. Ibarat pepatan sambil menyelam minum air, buat masyarakat bali yang ada di Belgia, selain bisa melakukan persembahyangan mereka secara bersamaan bisa selalu berkontribusi mempromosikan Kesenian serta kebudayaan asli Indonesia kepada masyarakat Belgia atau masyarakat Eropa.
** terima kasih untuk semua pihak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar