Rabu, 02 November 2016

I Kokokan




I Kokokan
Rikala Surya seyong kauh, sinah digelis nganjek peteng raris kasengguh ngelingsirang. Sekadi yusa I manusane sane sampun kasengguh ngelisirang, cihnane inggih punika, rambut sampun memutih, kumis lan jenggot memutih ..... sekadi bulun I Kokokan mesanding sareng I bungan lalang memutih.
I Kokokan mangkin sedih kingking, makeh brayane pekrimik ngomongang dewekne. Sukat wenten pesamuan agung duk dina sane sampun lintang. Kocap pare lingsire merebat antuk linggih, linggih sane pinih luwih, sampun medrebe gelar sulinggih malih merebatin linggih.
Napi mawinan ipun sedih.... ? I Perit ngewalek.... ratu nak lingsir Kokokan, nawegang dados tumben I ratu nenten ngangge bawa tedun ..... kipak-kipek I Kokokan pidan awake medikse perjani I Perit mecik manggis matur ngoraang nak lingsir .....
Ape pelih awake orahange Kokokan meketu .... sing tawange dugas satwa imaluan nak misanane dadi peranda baka ..... peletan I perit. Nelik I Kokokan ... Rit do awake miluange, I dewek sing milu-milu paum ditu di pesamuan agung......

Jual Banten Pawiwahan




Melayani pembuatan aneka banten untuk upacara \hindu Bali
piodalan
pawiwahan
otonan
tiga bulanan


Melayani aneka Upacara
Ngelangkir
Menikah
Ngaben

hubungi via WA, Telp atau sms
0897 - 6687 - 246
0882 - 9209 - 6763


Telp
0361 - 464096

alamat
jl Gandapura Gg 1c No1 Kesiman Kertalangu
dan
jl sedap malam 117a kebon kuri
Denpasar

Pesan Via Facebook Klik Disini

Wak (Perkataan)


Dagang Banten Bali





*Sarascmuscaya : Wak (Perkataan)*

117. Ada dua macam perbuatan yang menyebabkan orang terpuji, tidak mengucapkan perkataan kasar dan tidak memikir perbuatan yang tidak layak; orang seperti itulah yang terpuji di dunia.
118. Yang patut dikatakan itu hendaklah sesuatu yang membawa kebaikan, namun hal itu janganlah digembar-gemborkan; berkeinginan disebut pandai bicara; sebab kata-kata itu jika berkepanjangan, ada yang menyebabkan senang ada yang menimbulkan kebencian; tak baik hal serupa itu.
119. Jika perkataan itu maksudnya baik, dan secara baik pula diucapkannya, hanyalah kesenangan yang ditimbulkan olehnya; meski maksudnya baik, jika diucapkan tidak secara baik, bahkan kepada yang mengucapkannya pun menimbulkan hati duka.

120.Perkataan yang tidak baik bagaikan anak panah yang dilepaskan dari busurnya, ia dapat melukai dan menembus hati orang yang mendengarkan, oleh karenanya kuasailah diridengan mengendalikan kata dan bahasa.
121.Demikian kuatnya efek dari perkataan, ia dapat menyakiti orang hingga kesumsumnya, oleh karena itu mereka yang bajik dan benar akan menghindar dari perkataan menghujat, mengecam, dan kata-kata jahat lainnya.
122.Hutan yang semua pohonnya ditebang dapat tumbuh kembali dengan cepat, namun hati yang telah disakiti oleh perkataan, tersiksa dalam jangka waktu yang sangat lama.
123.Janganlah menghina dan mencerca orang-orang yang cacat fisiknya, mereka yang buta huruf, orang yang hidup dalam kesengsaraan, orang sakit, orang yang tercela dan hina, orang yang tertimpa kecelakaan, orang miskin, orang bodoh; demikian juga janganlah mencela orang yang penakut, orang yang terkena aib ataupun yang diaibkan, janganlah kamu menghina makhluk-makhluk yang ada disemesta ini, sekalipun yang dianggap menjijikkan.
124.Oleh karena itu, orang bijaksana yang berpegang teguh pada kebajikan dan kebenaran, tidak akan mencaci, tidak memfitnah, tidak mencela dan tidak berkata bohong. Manusia hendaknya selalu mempergiat dirinya dalam mengendalikan ucapannya dan selalu menjaga agar orang lain tidak terluka oleh ucapannya.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Selasa, 01 November 2016

Agnihotra





Dagang Banten Bali






Agnihotra berasal dari kata “Agni” dan “Hotra”.Agni berarti api suci, sedangkan Hotra berarti persembahan. Dengan demikian,Agnihotra berarti persembahan kepada api suci atau persembahan kepada tuhan dengan menggunakan api sebagai medianya. Hal ini dikarenakan api dikatakan sebagai simbol lidah dari Tuhan.
Sira Mpu Dharma Agni Yoga Sogata menegaskan,Agnihotrabukan aliran, seperti yang diwacanakan sebagian kalangan, karena Agnihotra tercantum jelas dalam Catur Weda.“Bahkan,sebelum ada banten yang semarak seperti sekarang, para leluhur kita di Bali melaksanakan upacara Agnihotra,” jelasnya.Hal itu dikatakan olehnya tercantum dalam berbagai lontar, di antaranya Silakrama, Prasasti Pande Beratan, Prasasti Slokadan, dan sebagainya.Sementara dalam Weda terdapat pula dalam Bhagavadgita, Agnipurana, Wisnupurana, Durgapurana, Siwapurana, dan pustaka suci Sang Hyang Kamayanikan sebagai acuan Kasogatan di Bali.
Setiap orang suci datang ke nusantara atau ke Bali, seperti Rsi Agastya, Mpu Kuturan, Pandita Sakti Wawu Rawuh dikatakan oleh Sira Mpu senantiasa melaksanakan Agnihotra. Sepengetahuannya, Agnihotra terakhir kali dilaksanakan di Puri Gelgel. “Ketika itu menurut tulisan Prof. Titib berdasarkan penelitiannya, istri raja sedang sakit kemudian Raja meminta Pandita Sakti Wawu Rawuh melaksanakan Homayajña, tetapi beliau pun tidak bisa sehingga diwakilkan oleh Mpu Astapaka yang merupakan keluarganya,” tuturnya.



CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI




Api Bakar Puri Gelgel, Raja Keluarkan Bhisama
Agnihotra atau Homayajña akhir-akhir ini kembali menggelora.Tidak hanya di tempat-tempat suci, Agnihotra banyak dilaksanakan umat Hindu di rumah masing-masing.Awalnya sebagian kalangan masyarakat menganggap hal tersebut tidak biasa.Namun kini banyak yang tertarik untuk ikut melaksanakannya.
Jika ditelusuri, Agnihotra berasal dari kata “Agni” dan “Hotra”.Agni berarti api suci, sedangkan Hotra berarti persembahan. Dengan demikian,Agnihotra berarti persembahan kepada api suci atau persembahan kepada tuhan dengan menggunakan api sebagai medianya. Hal ini dikarenakan api dikatakan sebagai simbol lidah dari Tuhan.
Sira Mpu Dharma Agni Yoga Sogata menegaskan,Agnihotrabukan aliran, seperti yang diwacanakan sebagian kalangan, karena Agnihotra tercantum jelas dalam Catur Weda.“Bahkan,sebelum ada banten yang semarak seperti sekarang, para leluhur kita di Bali melaksanakan upacara Agnihotra,” jelasnya.Hal itu dikatakan olehnya tercantum dalam berbagai lontar, di antaranya Silakrama, Prasasti Pande Beratan, Prasasti Slokadan, dan sebagainya.Sementara dalam Weda terdapat pula dalam Bhagavadgita, Agnipurana, Wisnupurana, Durgapurana, Siwapurana, dan pustaka suci Sang Hyang Kamayanikan sebagai acuan Kasogatan di Bali.
Setiap orang suci datang ke nusantara atau ke Bali, seperti Rsi Agastya, Mpu Kuturan, Pandita Sakti Wawu Rawuh dikatakan oleh Sira Mpu senantiasa melaksanakan Agnihotra. Sepengetahuannya, Agnihotra terakhir kali dilaksanakan di Puri Gelgel. “Ketika itu menurut tulisan Prof. Titib berdasarkan penelitiannya, istri raja sedang sakit kemudian Raja meminta Pandita Sakti Wawu Rawuh melaksanakan Homayajña, tetapi beliau pun tidak bisa sehingga diwakilkan oleh Mpu Astapaka yang merupakan keluarganya,” tuturnya.
Entah apa yang menyebabkan, saat Agnihotra berlangsung, mendadak angin datang menerbangkan api dan jatuh pada atap istana sang raja, sehingga puri terbakar. Raja pun tidak berpikir panjang dan mengeluarkan bhisama agar sementara waktu Agnihotra tidak dilaksanakan.“Lama-kelamaan Agnihotra tidak lagi dilaksanakan, kemudian muncul api takep, dupa, dipa yang dikemas kekinian, sedangkan Agnihotra tenggelam.Kemudian muncullah banten,” jelasnya. Akhirnya di tahun 90’an para intelektual Hindu di Bali kembali mengkaji Agnihotra sehingga Agnihotra kembali mentradisi.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


AGNI HOTRA DAN PENOMENANYA..
Copas dr sebuah artikel yg mhn maaf sedikit diedit sesuai dgn pesan yg akan saya sampaikan semoga yg punya artikel ini berkenan pada saya mhn maaf sebesar besarnya,..
Yadnya Agnihotra adalah sebuah ritual suci keagamaan pemujaan kepada Dewa Agni,.yg sudah lumrah dulu dilakukan oleh para maha Rsi, Lalu kenapa sekarang ini masih banyak muncul berbagai perdebatan seputar pelaksanaan Yadnya Agnihotra ?
Itu karena kebiasaan kita hanya melihat dan menilai baru pada kulitnya saja yaitu ritualnya saja, tidak menyatukan diri pada makna dan fungsi utama dari sebuah yadnya itu yaitu persembahan kepada Dewa Agni.
Masalah sembahyang seperti halnya keyakinan beragama adalah masalah pribadi dan bersifat hak asasi yang tidak perlu dilarang, asalkan tidak mengganggu ketentraman orang lain. Untuk itu sebelum kita terlanjur menghakimi fihak lain salah atau benar, maka alangkah baiknya dipahami dulu apa itu Agnihotra.
AGNIHOTRA adalah upacara yadnya untuk memuja Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Agni, dan merupakan maha yadnya, bersifat multifungsi, efisien, serta effektif. Sumber-sumber upacara Agnihotra bisa dijumpai pada kitab-kitab Ithihasa, Purana (Kekawin Ramayana) dan beberapa upanisad seperti: Swetha Swatara Upanisad, Maitri Upanisad, Prasna Upanisad, dan Sri Isopanisad. Didalam kitab suci Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda, Atharwa Weda, puja-puja terhadap Dewa-Dewa sangat banyak tetapi yang dominan adalah puja-puja kepada Dewa Agni. Dewa Agni, dalam bentuk material api dalam kehidupan manusia memiliki tujuh fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai penerang jiwa, batin dan roh suci
2. Sebagai pencuci, pembasmi kekotoran, serta penetralisir
3. Sebagai pengusir roh jahat
4. Sebagai penghubung pemuja dan yang dipujaNYA
5. Sebagai saksi upacara yadnya
6. Sebagai pendeta pemimpin upacara
7. Sebagai sumber kekuatan atau energi.
8. Sebagai janji suci spt pernikahan atau pelantikan pejabat atau para pemimpin
9. Sebagai sarana mengabukan jenasah agar cepat ke asalnya
10. Sebagai wujud pemenuhan pangan di kehidupan sehari hari yaitu untuk memasak
Atharwa Weda XXVIII.6, menyatakan : Yatra suharda, sukrtam Agnihotra hutam yatra lokah tam lokam yamniyabhisambhuva sano himsit purusram pasumsca. (Dimana mereka yang hatinya mulia bertempat tinggal, orang yang pikirannya damai dan mereka yang mempersembahkan dan melaksanakan Agnihotra, disana majelis (pimpinan masyarakat) bekerja dengan baik, memelihara masyarakat, tidak menyakiti mereka dan binatang ternaknya.)
Dengan demikian sesungguhnya Yadnya Agnihotra mempunyai landasan sastra yang sgt jelas sehingga tidak perlu membuat kita ragu lagi untuk menekuni serta melaksanakanya. Yang perlu dibicarakan dan digaris bawahi dgn bijaksana adalah aplikasinya dalam keseharian dlm masyarakat kita, khususnya di Bali yang sangat kuat dgn adatnya, jangan sampai umat yg pada tatatan awam menjadi menolak Agnihotra ini hanya karena melihat ritualnya yang sangat berbeda dengan kebiasaan upacara yadnya di Bali. Penolakan ini tidak hanya pada tatanan masyarakat awam tetapi ada juga pada Pandita yang tidak sependapat walaupun tidak begitu prontal seperti dengan tidak mengijinkan dilaksanakan di utama mandala (Jeroan Pura).
Berbicara sebuah ritual sebenarnya juga berbicara masalah adat, dimana adat ini adalah kebiasaan masyarakat dan bersifat tidak kekal (dinamis) sehingga mau tidak mau akan menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Walaupun demikian memadukan adat yang berbeda (Hindu global, India dan Indonesia dan Bali) seperti yang ada dalam aplikasi Yadnya Agnihotra dengan mengcopy paste 100% tradisi di India yang dibawa dan dilaksanakan di Bali kurang tepat maka kembalikanlah dgn kearifan lokal/ local jenius yg proporsional yg mana unsur daerah nya yg mesti dikedepankan, maka dari itu perlu kesadaran praktisinya, bahwa hal itu bila dijalankan dgn bijak maka tidak akan dapat menimbulkan banyak pertentangan, maka dari itu tindakan yang bijak adalah tidak ekstreem dengan serta merta (100%) membawa tata cara spt di India ke Bali tetapi yg terbaik adalah menyesuaikan dengan local genius tanpa menghilangkan fungsi dan maknanya.
Ada “Hotri” (pemimpin Yadnya Agnihotra) yang sudah dapat melakukannya dengan baik yadya agni hotra mesti menjaga sikap, baik itu komentarnya dan komen, statemennya mesti jangan saling hujat, dan pada saat mengikuti Agnihotra alangkah bagusnya perpaduan sangat baik antara puja yg sdh ada dan mesti dikuasai sama sempurnyanya dgn puja yg sdh ada di Bali, sehingga hampir menyerupai Puja Stawa spt sesuai lidah dan telinga kita, tetapi tetap terasa unsur perpaduan itu menjadi sangat harmonisasi penuh kedamaian.
Disisi lain ada juga yang tidak mesti dipaksakan diterapkan untuk menyatukan budaya hal ini khususnya adaptasi “bhajan” yang sangat tidak cocok di tempat sdh biasa ada kidung dsbnya, justru akan mematikan budaya yg sdh biasa dilagukan atau dipujakan kidung atau wirama itu yg mana fungsinya sama, semestinya bisa membedakan tempat untuk bisa melagukannya atau pilihlah yg lembut yg senafas dan seirama dgn kidung agar terjadi harmonisasi dan tercipta kekhusukan yadnya.
Hal lain adalah cara duduk mesti di logikan jgn terlalu kaku, jangan hrs tetap setengah melingkar khususnya ketika dilaksanakan didalam Pura, karena kebiasaan kita di Bali (Indonesia) adalah menghadap ke Pelinggih sehingga tidak membelakangi Pelinggih. Juga kebiasaan menghadap ke Matahari atau gunung.
Lalu untuk sarana yadnya, semestinya angkat dari kearifan lokal karena kita dididik oleh leluhur untuk mengambil sarana sembahyang dari lingkungan kita, seperti kita dibiasakan untuk menanam kembang, pohon janur, dll yang nantinya akan kita persembahkan kembali kepada Hyang Widhi, nah kalau untuk Agnihotra kemudian janganlah kita harus import bahan-bahan dari 100% dr India, malah budaya banten simple tetap mesti dikedepankan banten canang, pejati, pareresikan pangelukatan itu sdh berlaku dr sejak jaman dulu semenjak hindu masuk ke bali, mesti jangan dirusak padahal itu juga sgt simple juga, dan mesti dilestarikan banyak hal yang akan berbeda penafsiran bagi setiap orang, bagi setiap kepala bila.itu semua ditiadakan digampang di hilangkan apalagi dihujan habis habisan.
Jika demikian, berpalinglah dulu sejenak pada nyala “sebatang dupa” pada awal untuk belajar agni hotra dlm stotra mantranya yg sama yg menjadi pokok pujanya dewa api itu sebelum bisa ber gni hotra karena didalamnya juga memancar kekuatan Dewa Agni dalam tujuh bentuk yang agung salah satunya sebagai “Penerang” semoga dalam nyala sebatang dupa kita lebih memahami hakekat Agnihotra yang sejati dan tidak memperdebatkan bhakti kepada Beliau ini hanya karena ritualnya berbeda, caranya berbeda, bahannya berbeda, tetapi menyatukan diri dalam sebuah BHAKTI apapun bentuknya

Senin, 31 Oktober 2016

Vajroli / Sahajoli Mudra Sangat baik untuk para Wanita






vajroli dan sahajoli tidak harus dilakukan secara langsung . Pertama, Anda harus menguasai kumbhaka , uddiyana bandha dan siddhasana . Beberapa asana seperti vajrasana , supta vajrasana , shalabhasana dan Paschimottanasana juga harus dilakukan , karena mereka menempatkan kontraksi otomatis pada daerah genital . Ketika Anda berlatih Paschimottanasana dan tahan selama beberapa menit , Anda mempersiapkan tubuh untuk uddiyana bandha . Di siddhasana Anda menekan perineum dengan tumit sehingga kontraksi sedikit Mooladhara dan vajra nadi berlangsung secara otomatis .
Sirshasana yang paling penting karena beredar darah di otak .
kontraksi dan pelepasan bagian kemih dalam tubuh wanita untuk merangsang chakra Swadhisthana dan mempromosikan brahmacharya . Kesehatan dasar panggul Anda adalah yang terpenting untuk vitalitas energi seksual dan sensual , daya kreatif dan visceral itu membuat organ di tempat dan tidak mengalah terhadap gravitasi . Cakra Mooladara dan cakra Swadhistana membentuk dua chakra utama tubuh . Mereka sebagai dasar dalam mendukung tubuh dan chakra atas. Jadi kesehatan dasar panggul tidak hanya menguntungkan tubuh fisik tetapi juga tubuh energik . Versi untuk perempuan teknik mudra ini disebut Sahajoli Mudra dan melibatkan kontraksi otot yang sama seperti versi laki-laki ( otot uretra ) . Pada pria testis akan bergerak sedikit , sedangkan pada wanita labia akan bergerak sedikit ketika menerapkan mudra ini . Sahajoli adalah praktek paralel untuk wanita . Sahajoli dilakukan di siddha yoni asana . Sementara tetap mempertahankan nafas , otot-otot vagina dan uretra dikontrak dan disusun . Kontraksi adalah sama seperti ketika Anda mencoba untuk menahan diri dari kencing . Pada saat ini rahim , kandung kemih dan ginjal juga dikontraksi .
Langkah menlakukannya:
-
Pelajari bahwa di dalam diri kita semua kita memiliki energi spiritual yang sangat mengasihi kita dan seperti ibu kita sendiri .
Lepaskan sepatu Anda dan duduk dengan nyaman di kursi , dengan kaki Anda rata di tanah , tidak menyentuh satu sama lain .
Letakkan tangan kiri di pangkuan Anda atau kaki dengan telapak tangan menghadap ke atas .
Letakkan tangan kanan pada sisi kiri jantung Anda , yang meliputi dada .
Ambil tangan kanan Anda dan tempatkan satu tangan - lebar ke bawah, tingkat dengan solar plexus - tapi masih di sisi kiri dada Anda .
Ambil tangan kanan Anda dan tempatkan satu tangan - lebar ke bawah, tepat di atas pinggul Anda .
Gerakkan tangan kanan Anda kembali satu tangan - lebar , dan berkata di dalam, penuh keyakinan , " Ibu, aku Guru saya sendiri ! "
Gerakkan tangan kanan Anda kembali naik satu tangan lebar sehingga tingkat dengan hati Anda lagi , dan berkata dalam penuh keyakinan , " Ibu AKU Roh ! "
Putar kepala Anda semua ke kanan dan tempatkan tangan kanan di sisi kiri leher / bahu dan berkata dalam, " Ibu , saya tidak bersalah . "
Letakkan tangan kanan di dahi Anda , jari bersama-sama , dan menekan pelipis ( bahkan jika jari-jari Anda tidak mencapai mencoba menekan ) Katakanlah tulus dari hati Anda , " Ibu , aku memaafkan semua orang. "
Kami juga meminta pengampunan dari kuasa Tuhan .
Sekarang lanutkan mengambil tangan kanan dan menempatkan pusat telapak tangan Anda di kepala Anda .
Akahiri dengan letakan tangan Anda dan biarkan istirahat di pangkuan Anda dengan telapak menghadap ke atas .

Mecaru adalah NYOMIA BHUTA dalam Hubungan Trihitakarana*



Dagang Banten Bali



MECARU bukan Pembersihan Karang*
*Mecaru adalah NYOMIA BHUTA dalam Hubungan Trihitakarana*
Kami tidak menentang tradisi yg menyebutkan
bahwa mecaru adalah mersihin karang...
Sebenarnya Mecaru adalah sebuah proses upacara Nyomia Bhuta, berbagi suguhan dgn para butha yg ada dilingkungan kita,,
Tpi kenyataan Pada bbrapa pekarangan Tertentu yg kami temui sebagai Praktisi Rohani Banyak sekali fakta masih banyak energy negatif di pekarangan tsb baik itu berupa pasangan , tumbal, sambehan tanah kubur, jin,,ular siluman dan Roh halus yg masih ada dipekarangan tersebut.. Utusan Dukun Aliran kiri.
walaupun setelah mecaru, memangguh dan upacara Bhuta lainnya
dan fakta juga bahwa salah satu di keluarga tsb masih saja ada yg sakit , binggung tdk tenang... tdk bisa tidur,, walaupun sdh , mecaru , mangguh dll... ada yg kami temui sampai gantung diri akibat tidak kuat menghadapi aura energy negatif tsb
*itu terjadi karna Kewenangan Bhuta kala adalah cuma Nadah Haturan Caru tersebut
TIDAK ADA KEWENANGAN BHUTA KALA UNTUK MENCABUT PASANGAN ATAUPUN MENGUSIR JIN ATAUPUN ROH JAHAT YG ADA DI PEKARANGAN TERSEBUT*
*Dan pengalaman Kami sebagai Praktisi Kerohanian pada pasien kami yg sakit dan semeton umat Yg kami Parisudha Pertiwinya TIDAK PERNAH MENEMUKAN BUTA KALA NYAKITIN, karna sudah punya tatanan Hidup Masing masing..
JUSTRU YG BANYAK KAMI TEMUI adalah Sambehan tanah kubur, ular siluman dll yg di utus oleh pelaku tsb
yg jelas bukan butakala...
*Jadi SOLUSI untuk permasalahan seperti itu adalah PARISUDHA PERTIWI*
yaitu rangkaian proses upacara pembersihan Karang.. mengeluarkan semua energy negatif yg ada di pekarangan..menstabilkan, dan menghidupkan kembali aura pekarangan tsb.
Sehingga energy pekarangan tersebut kembali Harmonis..

Minggu, 30 Oktober 2016

Veda adalah "Para Vak"






Dagang Banten Bali








      Orang suci bijaksana terpelajar mengetahui kebenaran Vak yang terdiri dari 4 jenis. 3 jenis Vak keberadaannya terrahasiakan, hanya 1 Vak yang dipergunakan dalam percakapan oleh umat manusia. 
      menurut Rg Veda kata (suara) dibedakan menjadi 4 jenis/4 langkah (catur padani). Keseluruhan kata di dunia ini ada 4 jenis "sa catur vidha vibhakta" yang hanya diketahui oleh orang suci dengan kecerdasan spiritual super tajam  (tani padani brahmanah ye manisinah medhavinah viduh janati).
      Orang-orang suci ini memahami ternyata ada suara yang manusia tak mampu memahaminya. dari ke4 suara (sabda) tersebut 3 jenis berada dalam dunia "guha nihita" atau rahasia, hanya satu jenis sabda dipergunakan dalahyam percakapan  manusia dinamakan Nipata yang menjadi Laukika Bhasa atau bahasa manusia. yang lain Nama, Akhyata dan Upasarga menjadi rahasia manusia. ketiganya ini dapat diketahui melalui peningkatan kesadaran spiritual yang maju. 
      Alam ini tercipta melalui sabda yaitu kata/suara. Omkara pun adalah suara. ajaran tantra menyebutkan bahwa segala sesuatu di alam tercipta karena sabda (artha-srsteh puram sabda-srstih). Bhartrhari yang karena kesuciannya dari seorang raja menjadi Rsi dalam karyanya bernama Vakyapadiya mengatakan bahwa suara atau katalah yang menciptakan seluruh alam semesta (vageva visva bhuvanani jajne). kitab kesimpulan Veda bernama Vedanta sutra sendiri menyebutkan "anavrtih sabdat" (melalui suara lah pembebasan kekal abadi dimungkinkan). 
      Veda sebagaimana diajarkan di sekolah merupakan kitab suci yang anadi d an ananta, bahwa Veda tidak berawal dan tidak berakhir. Veda merupakan pengetahuan abadi (Rg Veda 1.164.45) yang keluar dari bibir Tuhan sehingga dinamakan Para Vak, yaitu sabda Brahman. jadi pengetahuan ini tidak keluar dari bibir manusia dinamakan Apauruseya. berasal dari kata purusa (manusia) a didepan berarti bukan sehingga menjadi apurusa, karena aturan tatabahasa sanskrta maka menjadi apuruseya berarti tidak oleh manusia. 
      Veda hanya disampaikan kepada yang layak, yang percaya pada ajaran-ajaran mulia Veda berikut cabang dan rantingnya.
      Orang suci yang mendapatkan gelar Rsi adalah orang yang tangguh dalam berbagai tapa brata dan ajeg mantap didalam jalan satya/kebenaran. Kitab Manu Smrti menegaskan bahwa orang suci mendapat gelar Rsi Maharsi setelah melewati pertapaan maha dahsyat hingga bisa melihatlansung Mantra Veda. Dalam bahasa sanskrta Rsi artinya ia yang bisa melihat langsung Mantra (rsayo mantra-drstarah). Kitab kamus Veda bernama Nirukta juga menjelaskan bahwa melihat Mantra Veda dinamakan Rsi (rsir darsanat).
      Dalam filsafat Veda, sabda dikatagorikan sebagai sesuatu yang kekal abadi. Nirukta juga mengatakan "niya-tanupuruya niyatavaco yuktayah" bahwa sabda adalah kekal yang mengikutinya juga kekal dan tata pengucapannya pun kekal. 
      Empat sabda 3 rahasia dan satu dalam bentuk Veda yang diijinkan menyebar di lingkungan manusia (guha trini nihita ....). Trini artinya 3 dan guha nihita artinya sangat rahasia. 
       Empat jenis suara yang juga disebut Vak, Sabda, Nada dan Vaikhari Vak. Vaikhari Vak merupakan getaran suara yang terrendah. Ia terjadi pada lingkungan Sthula sarira dalam keadaan Jagrata Avastha atau keadaan terjaga. 
      Madhyama Vak merupakan getaran suara menengah, terjadinya di alam halus atau alam prana. Ia berada ditengah-tengah antara keadaan Susupati dan Jagrata Avastha. Lingkungannya adalah Suksma sarira (badan halus) dalam keadaan Svapna Avastha. Dalam hubungan kosmologi, Vaikhari, Madhyama d an Pasyanti dihubungkan dengan alam Bhur Bhuvah Svah.
       Pasyanti artinya melihat. Para Maharsi dan Yogi memasuki alam sangat halus  pada level Susupti Avastha melihat dan berpikir dengan pengalaman spiritual. 
      Para Vak berada pada level alam spiritual sangat halus yang dinamakan alam Paramam vyomam. Kata Para berarti level tertinggi.Vak berarti kata/suara. Pada level ini tidak lagi ada pikiran melainkan berada penuh pada alam spiritual yang tak terbatas.   transendental. Keadaan spiritual sangat tinggi bernama Turiya Avastha. Pada level ini tak ada lagi perbedaan antara suara dan obyek, karena suara itu sendiri sudah mengandung segala isi dari obyek (abhinnam). Para Vakadalah level tertinggi spiritual, Paramam vyomam. Dengan demikian Veda adalah Para Vak. sumber  redaktur khusus Darmayasa Balipost