Minggu, 06 September 2015

FILSAFAT ARI-ARI

Dagang Banten Bali



Ketika terjadi sebuah kelahiran dalam keluarga Hindu Bali, sering kita jumpai sebuah tempat menanam ari-ari yang diatasnya diisi tabunan api dan sanggah cucuk.
Dalam lontar tutur rare angon disebutkan sebagai berikut:
“Nihan tegesin katatwaning ari-ari ika, pinaka sawa, karananing ari-ari ika kawangsuh den abersih, mabungkus antuk kasa madaging anget-anget, mawadah klapa, klapa ika mawak padma, raris mapendem, ring luhuring amendem madaging kembang wangi, ring sandingnya madaging baleman mwang sundar, sanggah”.
Artinya:
“Inilah makna filsafat ari-ari, ari ari itu diumpakan sebagai mayat, makanya ari-ari itu harus dicuci atau dimandikan hingga bersih, dibungkus dengan kain kafan (kasa) yang berisi rempah-rempah, berwadahkan kelapa, kelapa itu sebagai padma, lalu dipendam, diatas pendaman itu berisi kembang wangi, didekatnya berisi baleman (tabunan api) dan juga pelita, sanggah (sanggah cucuk)”.
Selanjutnya disebutkan:
“Sundar pawaking angenan, sanggah pawaking Prajapati, baleman pawaking pangesengan sawa, ari-ari pawaking sawa”.
Artinya:
“Sundar (pelita) itu simbul dari angenan (pelita pada mayat manusia ketika upacara ngaben), sanggah (sanggah cucuk) melambangkan Prajapati, baleman (tabunan api) simbul dari pembakaran mayat, ari-ari sebagai mayat”.
Selanjutnya disebutkan:
“Lawasnya anggawe baleman abulan pitung dina, yan tan samangkana, tan sida gseng sawa ika”.
Artinya:
“Adapun lama dari waktu pembuatan baleman tersebut adalah 1 bulan 7 hari (42 hari), apabila tidak demikian, tidak akan terbakar habis mayat itu”.
Dari pemaparan di atas jelas dikatakan adalah proses penanaman ari-ari dan disertai tabunan api diatasnya adalah proses ngeseng (pembakaran/kremasi) pada ari-ari, yang tidak ubahnya sebagai pembakaran mayat.
Lama waktu prosesnya adalah 42 hari, atau sampai akambuhan (prosesi bayi 42 hari). Dan biasanya pada prosesi bayi akambuhan diawali dengan caru, yang memiliki fungsi pembersihan segala hal negatif atas proses ngeseng ari-ari tersebut.

Tidak ada yang tahu persis kapan pastinya tradisi menggantung ari-ari ini dimulai. Konon katanya, tradisi ini telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Warga Bayunggede meyakini bahwa tradisi ini ada kaitannya dengan asal mula terbentuknya Desa Bayunggede. Dikisahkan manusia pertama di Bayunggede terlahir dari tued (kayu yang telah dipotong dan tersisa pangkalnya) yang kemudian dihidupkan oleh Tirta Kamandalu oleh kera putih yang merupakan putra dari Bhatara Bayu.

SANG NACHIKETA




Dikisahkan seorang anak yg bernama Nachiketa anak seorang Rsi yang bernama Wajasrawa. Ia adalah pemuja dewa kematian atau Yamadipati.
Ia kerap menghaturkan kurban anak perjaka pada hari-hari tertentu kepada Dewa Yama. Namun naas pada saat ini Rsi Wajasrawa kehabisan kurban untuk dihaturkan kepada sang dewa pujaan.
Ia gelisah tak menentu. Nachiketa tahu ayahnya gelisah binggung tak mendapatkan kurban yang akan dihaturkan kepada dewa kematian. Karena rasa bhakti yg tinggi kepada orang tuanya ia bersedia dikurbankan.
Singkat cerita, Sang Nachiketa berangkat menghadap Dewa Yama. Di depan pintu istananya ia dicegat oleh Jogormanik sang penjaga istana. Lalu ia bertanya; siapa kamu nak? Nachiketa pun menjawab, saya putra Rsi Wajasrawa yg akan dikorbankan untuk Dewa maut.
Sang Jogormanikpun tertegun akan sikap satria sang Nachiketa, seraya memberitahukan Dewa Yama tidak ada di istananya dan kebetulan beliau sedang melakukan yoga semadhi.
Selama 3 hari 3 malam sang Nachiketa menunggu tanpa diberi suguhan apapun. Sampai akhirnya Dewa Yama kembali keistananya dan dengan heran mendapati seorang anak belia yg menunggunya.
Dewa Yama pun bertanya, siapa kamu nak? dan Nachiketa pun segera menjawab, hamba Nachiketa paduka raja kematian, hamba putra Rsi Wajasrawa yang akan di korbankan untuk paduka.
Dewa Yama pun tertegun akan kepasrahan sang Nachiketa serta kagum akan rasa bhaktinya terhadap orang tua, ia rela dijadikan kurban karena rasa bhakti orang tuanya kepada dewa sesembahannya.
Akhirnya Dewa Yama urung menjadikan Sang Nachiketa sebagai kurban, dan berbalik malah memberikan ia hadiah. Bersabdalah Dewa Yama kepada Nachiketa. Wahai anak ku Sang Nachiketa, karena engkau tulus dan bhakti terhadap orang tuamu dan bersedia dengan sabar menungguku 3 hari 3 malam kau berpuasa tidak makan dan minum maka dengan ini aku akan memberikanmu hadiah.
Aku beri kau hadiah dan katakan permintaan apapun yang kau mau akan ku berikan, apa kau mau kekayaan yang berlimpah, dan istri cantik seperti bidadari kahyangan serta jabatan yang tinggi?
Lacur, Sang Nachiketa menolak hadiah yg disebutkan Dewa Yama itu. Mohon maaf paduka Raja Kematian, kalau paduka berkenan bukan hadiah itu yang hamba inginkan. Katakan apa yg engkau inginkan pasti aku kabulkan.
Mohon maaf paduka raja, kalau paduka berkenan hamba ingin tahu apa rahasia hidup dan mati itu? Waduh cilaka.... sang Nachiketa, apa tak ada permintaan yg lain selain itu, para dewata sekalipun tak pernah aku beri tahu akan hal itu... !!!
Karena sebagai raja dewa kematian harus satya wacana, maka berkenanlah beliau menceritakan dan mengajarkan rahasia hidup dan kematian yang menjadi cikal bakal ajaran Raja Yoga...... Seperti yg dikisahkan dalam Katha Upanisad

Pengertian Hari Raya Kuningan



.......................................
Hari Raya Kuningan yang dirayakan umat Hindu 10 hari setelah Hari Raya Galungan ditandai dengan ciri khas sejumlah sarana, seperti tamiang, endongan, ter atau pun sampian gantung. Sarana itu dipahami sebagai simbol-simbol yang identik dengan alat-alat perang. Apa makna di balik simbol alat-alat perang itu?
.............................................................................
Sarana paling khas dan paling simbolik dalam perayaan Kuningan tentu saja tamiang. Kata tamiang mengingatkan pada tameng, sebentuk alat perisai yang lazim digunakan dalam perang. Saat Kuningan, tamiang dipasang di pojok-pojok rumah dan di palingih-palinggih (bangunan suci).
Selain tamiang, ada juga sarana lain, yakni endongan. Menurut Kamus Bali-Indonesia (Dinas Pendidikan Dasa Provinsi Bali, 1991) kata endongan diartikan sebagai ‘tempat bekal dari tapis kelapa’.
.............................................................................
Tamiang kerap dimaknai sebagai simbol perlindungan diri. Tamiang, jika melihat bentuknya yang bulat, juga sering dipahami sebagai lambang Dewata Nawa Sanga yang menjadi penguasa sembilan arah mata angin. Tamiang juga melambangkan perputaran roda alam atau cakraning panggilingan yang merujuk pada pemahaman tentang kehidupan yang diibaratkan sebagai perputaran roda.
.............................................................................
Endongan biasanya dimaknai sebagai alat atau wadah untuk menempatkan perbekalan. Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung. Ter adalah simbol panah (senjata) karena bentuknya memang menyerupai panah. Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala.
.............................................................................
Sarana upacara yang identik dengan alat-alat perang ini memang sarat makna. Namun, pertanyaan yang kerap mengemuka, mengapa hari raya Kuningan diwarnai dengan sarana upacara yang identik dengan alat-alat perang?
.............................................................................
Bukan hanya hari Kuningan yang diwarnai dengan sarana yang merujuk pada perlengkapan perang. Hari Galungan yang dirayakan sepuluh hari sebelumnya juga sarat dengan simbol-simbol peperangan. Pemakanaan Galungan sebagai hari kemenangan atau hari kemenangan perang menegaskan hal itu. Pemasangan penjor juga merujuk pada simbol dipancangkannya panji-panji kemenangan.
.............................................................................
Hari raya memang dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan manusia tentang hakikat jati dirinya sebagai manusia sekaligus memahami hakikat kehadirannya dalam hidup dan kehidupan.
.............................................................................
Hidup pada hakikatnya memang sebuah peperangan. Sepanjang hidupnya, manusia tiada henti berhadapan sebuah peperangan panjang. Sejarah umat manusia pun, jika diselami, lebih dalam sejatinya adalah sejarah perang.
.............................................................................
Bagi Hindu, perang dalam kehidupan berwujud perang fisik di bhuwana agung (alam makrokosmos) maupun perang batin di bhuwana alit (alamt mikrokosmos). Justru, perang batin yang berkecamuk dalam hati itulah perang terbesar, terhebat dan terdahsyat. Inilah perang yang tidak pernah berhenti dan bahkan lebih sering menghadirkan kekalahan bagi manusia.
.............................................................................
Dalam konteks perang batin, manusia mesti membentengi diri dengan tamiang (tameng) yang tiada lain berupa pengendalian diri (indria). Kemampuan mengendalikan diri adalah cerminan kesadaran akan hakikat dan jati diri sang Diri (uning ‘tahu’ atau eling ‘sadar’). Mungkin itu sebabnya yang mendasari lahirnya nama hari raya Kuningan (kauningan). Pada hari Kuningan yang dipuja tiada lain Dewa Indra, manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai penguasa pengendalian dasa indria (sepuluh musuh dalam diri manusia). Saat hari Kuningan, manusia disadarkan untuk uning, eling dengan selalu mengendalikan indrianya.
.............................................................................
Namun, untuk senantiasa memenangkan “peperangan” dalam hidup, manusia harus memiliki bekal yang cukup. Bekal itu disimbolkan dengan endongan. Isi endongan tiada lain semesta hidup. Bekal itu dilengkapi juga dengan ter (panah) sebagai senjata. Senjata utama manusia dalam hidup tiada lain ketajaman pikiran atau kualitas pikiran. Ketajaman pikiran ditopang oleh jnana (ilmu pengetahuan).
.............................................................................

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Mantra Untuk Menghindari dari Malapetaka





Mantra Untuk Menghindari dari Malapetaka
Mantra:Om Sarwa Papa Wina Sani Sarwa Papa Winasani Sarwa Klesa Winasanam Sarwa Bhotam Awapnuyat
Arti:Ya Tuhan Yang Maha Kuasa,terimalah semua persembahan kami,semoga semua penderitaan musnah,semua kotoran,hina hamba,kekeliruan dan dosa hamba diampuni dan semua bhuta-bhuti tidak mengganggu.



Veda


Dagang Banten Bali





menyimak esensi kitab suci Weda...
kala (waktu) akan senantiasa berputar, cakra-ginilingan kata para tetua bijak. Tidak ada yang ditunggu. Sang kala hanya peduli kepada mereka yang peduli. Cakra ginilingan ini, telah ditetapkan sejak awal proses penciptaan semesta. Mereka yang tidak mengikuti roda ini, na anu vartayati iha, yang mengabaikan konsep roda ini (tanpa henti tanpa peduli) akan mengarah kepada kehidupan hanya satu sisi, tidak seimbang. Agayuh indriyaramo mogham ..dia akan menemukan bahaya dalam hidupnya, demikian Gita 3-16 mengintgatkan
Ahga..ayuh..(agha=dosa atau kejahatan dan ayuh=kehidupan).
Kehidupannya yang penuh dengan kejahatan karena indriyamo mogham, hanya memenuhi keinginan indriyanya saja, inilah mereka akan menemukan kebahayaannya.
Kesenangan indrawi (dugem, narkoba,) menjadi titik pangkal untuk menuju kehancuran semesta (predispodidi perusakan diri sendiri (bhuwana alit) perusakan lingkungan (bhuwana agung), karena itu semua indriyarama = kesenangan sensual...
Generasai Muda, apapun keyakinan anda, ingatlah, indriya adalah pelindung dan penghancur.

weda itu bagaikan genitri..di akan berputar putar takan pernanh tahu ujung nya...itulah kata weda...artinya kemahakuasaan hyang maha agung..tidak akan pernah kita samapai untuk.memahaminya hanya sebatas pengetahuan yang kita miliki...
Ini contoh saja simple..
Rsi markandeya adalah sosok.dikenal.didalam.weda..membawa ajaran weda.di pulau jawa dan sampai di pulau bali...sejak itulah ajaranya di jadikan keyakinan bagi umat hindu jawa dan bali...di india Rshi markandea bukan sosok yang biasa seorang brahma sejati pengamut ciwa....dan sampai di pulau bali menanamkan ajaran ciwanya.
Nah dalam.hindu diajarkan kita dengan tri murti...brahma wisnu ciwa..tuhan tck...pernah berwujud dan mewujudkan dirinya jaman satya yuga dengan tri murti itu..ada dikatakan dalam..bhuwana kosa sebelum...rudra melebur laam.semesta ini sudah ada tiga sifat itu di alam.semesta ini...setelah alam.lebur kegeglapan hanya ada hyang brahman dalam.kegelapan ini...maka kelaur pertama menanta alam.semesta ini adalah swayambu...bembelah dunia ini menjadi 2 telur emas...dan seterusnya...dan juga di sebutkan nama nama tujan seperti Narayana sudah berwujud..menjadi wisnu ..menjadi brahma dan menjadi ciwa...nah inipun adalah sebuah nama nama..termasuk manesfestasi setelah jaman berjalan yaitu 9 manesfestasinya...yang trakhir namanya shri khrisna...itu ada dalam.yayur weda...yang sudah duluan ada sebelum awatara itu muncul.
Sekarang kita carintahu apa.itu awatara..yaitu manesfestasi tuhan.
Konsep konsep dari pemahaman keyakinan manusialah dalam.memplajari keadaan itu sehingga menjadi perbedaan dari kemahakuasaan hyang kuasa tersebut.
Sabda = wisnu = satwam = Ung
Bayu = brahma = rajas = Ang
Idep = ciwa..= tamas = Mang
Ketiga kesatuan ini memiliki aksara penggati namanya.
Ung..Ang..Mang..menjadi AUM atau OM.










Khasiat Mantram Gayatri :


Dagang Banten Bali




Khasiat Mantram Gayatri :
* Baca pd saat keluar rumah ,
70000 saudaramu akan menjagamu dari semua sisi
* Baca saat masuk rumah ,
kemiskinan tidak akan memasuki rumahmu .
* Baca setelah mandi pagi ,
Derajatmu akan dinaikkan 70 tingkat .
* Baca pada saat tidur ,
Saudaramu akan menjagamu sepanjang malam .
* Baca setelah sembhyng ,
maka jarak antara kamu dan surga hanyalah kematian .
Sampaikanlah kepada orang lain,
maka ini akan menjadi pahala pada setiap orang yang anda kirimkan pesan
ini, dan apabila kemudian dia mengamalkannya, maka kamu juga akan ikut
mendapat pahalanya sampai hari kiamat.......
*Kenapa kita tidur kalau Tuhan memanggil ?
Tapi sanggup tahan mengantuk saat menonton film selama 3 jam?
*Kenapa kita bosan saat baca Bagawadgita?
Melainkan kita lebih rela membaca timeline twitter, wall facebook, novel atau buku
lain?
*kenapa kita senang sekali mengabaikan pesan dari Tuhan?
Tpi kita sanggup memforward pesan yang aneh-aneh ?
*Kenapa pura semakin kecil ?
Tapi bar dan club? semakin besar?
*Kenapa kita lebih sangat senang menyembah ARTIS?
Tapi sangat susah untuk menemui Tuhan?
Pikirkan itu
*Apakah anda akan memforward pesan ini?
*Apakah anda akan mengabaikan pesan ini karena takut ditertawakan dengan yang
lain ?
Tuhan Berkata: "Jika kamu menyangkal Aku di depan teman-temanmu, Aku akan
menyangkal kamu pada saat hari penghakiman..."
Ada 2 pilihan untuk anda.
1. Biarkan didalam ввм anda tanpa bermanfaat untuk org lain.
2. Anda sebarkan pada semua kenalan anda. .
Tuhan bersabda,
"Barang siapa yang menyampaikan 1(satu) ilmu saja dan ada orang yg
mengamalkan, maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia),
dia akan tetap memperoleh pahala. Astungkara . Dumogi sami polih rahayu

Pariwisata Satwika.


Dagang Banten Bali



Pariwisata Satwika.
Apakah yang membuat Bali demikian terkenal keseluruh dunia? Apakah panoramanya? Apakah keluhuran budhi masyarakat Bali?
Tidak sedikit panorama yang lebih indah dari Bali. Lihat saja Raja Ampat di Papua, Kelok Seribu (?) di Sumatra, Lembah-lembah sepanjang pesisir Barat pulau Sumatra, Ujung Kulon, dan banyak lagi; Apakah karena penduduknya yang santun..? Boleh juga, namun bukan suku asli Bali satu-satunya yang berbudi luhur di Indonesia.
Desa Pakraman - Tri Hita Karana.
Desa Pakraman dicetuskan oleh Mpu Kuturan, sebagai wahana pemersatu banyak sekte yang ada di Bali pada jamannya. Dan dari desa Pakraman ini muncul suatu simpulan yang menyatu dalam masalah tradisi, moral agama, disiplin adat, perkembangan peradaban yang tidak mem-"bias" dari akar rumput dan ini diperteguh oleh Taksu-nya Bali.
Tata nilai ini menumbuhkan ke arifan lokal yang di naungi Desa Pekraman dengan landasan Tri Hita Karana : Tri (tiga) Hita (kebahagiaan, kebaikan, keharmonisan), Karana (penyebab) : → Tiga hal yang menyebabkan timbulnya hubungan harmonis di masyarakat bali : Pawongan (masyarakat manusia)-Pelemahan (alam sekitar) dan Parhyangan (lokha hyang (Pura-Plinggih-Mrajan dsb). Ketiganya ini dalam "kontrol desa Pekraman, hubungannya menjadi harmonis.
Pada tri hita karana inilah landasan Konsep Pariwisata yang harus dikembangkan, di bali, sehingga menjadi Pariwisata yang Satwika, penh anugers bagi semua masyarakat, bukan Hindu saja, namun semuanya.
Masyarakat bali atau masyarakat Indonesia harus bersatu dimanapun dikembangkan kepariwisataan, mampu melihat dengan jernih arah pengembangan pariwisata. dimanapun berada, sehingga landasan iddil kemanusiaan, budhi mengejawantah dalam Pariwisata itu.