Dagang Banten Bali |
Ketika terjadi sebuah kelahiran dalam keluarga Hindu Bali, sering kita jumpai sebuah tempat menanam ari-ari yang diatasnya diisi tabunan api dan sanggah cucuk.
Dalam lontar tutur rare angon disebutkan sebagai berikut:
“Nihan tegesin katatwaning ari-ari ika, pinaka sawa, karananing ari-ari ika kawangsuh den abersih, mabungkus antuk kasa madaging anget-anget, mawadah klapa, klapa ika mawak padma, raris mapendem, ring luhuring amendem madaging kembang wangi, ring sandingnya madaging baleman mwang sundar, sanggah”.
Artinya:
“Inilah makna filsafat ari-ari, ari ari itu diumpakan sebagai mayat, makanya ari-ari itu harus dicuci atau dimandikan hingga bersih, dibungkus dengan kain kafan (kasa) yang berisi rempah-rempah, berwadahkan kelapa, kelapa itu sebagai padma, lalu dipendam, diatas pendaman itu berisi kembang wangi, didekatnya berisi baleman (tabunan api) dan juga pelita, sanggah (sanggah cucuk)”.
Selanjutnya disebutkan:
“Sundar pawaking angenan, sanggah pawaking Prajapati, baleman pawaking pangesengan sawa, ari-ari pawaking sawa”.
Artinya:
“Sundar (pelita) itu simbul dari angenan (pelita pada mayat manusia ketika upacara ngaben), sanggah (sanggah cucuk) melambangkan Prajapati, baleman (tabunan api) simbul dari pembakaran mayat, ari-ari sebagai mayat”.
Selanjutnya disebutkan:
“Lawasnya anggawe baleman abulan pitung dina, yan tan samangkana, tan sida gseng sawa ika”.
Artinya:
“Adapun lama dari waktu pembuatan baleman tersebut adalah 1 bulan 7 hari (42 hari), apabila tidak demikian, tidak akan terbakar habis mayat itu”.
Dari pemaparan di atas jelas dikatakan adalah proses penanaman ari-ari dan disertai tabunan api diatasnya adalah proses ngeseng (pembakaran/kremasi) pada ari-ari, yang tidak ubahnya sebagai pembakaran mayat.
Lama waktu prosesnya adalah 42 hari, atau sampai akambuhan (prosesi bayi 42 hari). Dan biasanya pada prosesi bayi akambuhan diawali dengan caru, yang memiliki fungsi pembersihan segala hal negatif atas proses ngeseng ari-ari tersebut.
Tidak ada yang tahu persis kapan pastinya tradisi menggantung ari-ari ini dimulai. Konon katanya, tradisi ini telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Warga Bayunggede meyakini bahwa tradisi ini ada kaitannya dengan asal mula terbentuknya Desa Bayunggede. Dikisahkan manusia pertama di Bayunggede terlahir dari tued (kayu yang telah dipotong dan tersisa pangkalnya) yang kemudian dihidupkan oleh Tirta Kamandalu oleh kera putih yang merupakan putra dari Bhatara Bayu.