Senin, 30 November 2020

Asta Brata di Keraton Surakarta Hadiningrat Solo

 Pada mulanya kraton Surakarta Hadiningrat dibangunsecara bertahap, tiap raja yang memerintah sesudah Paku Buwono II mengganti, menambah atau mengubah bangunan yang dirasa kurang cocok, disamping menambah beberapa perlengkapan yang belum ada. Panggung SONGGO BUWONO dibangun oleh raja Paku Buwono III terletak di dalam kompleks kraton serta berdekatan dengan Kori Sri Manganti. Pendirian Panggung Songgo Buwono bersamaan dengan pembangunan Kori Brojonolo dan Kori Sri Manganti. Panggung Songgo Buwono ditandai dengan titi mangsa yang menjadi tetenger atau tanda Sengkala yang terdapat dibagian atas bangunan tersebut sebagai "Nogo Muluk Tinitihan Jamna" disamping itu pada bagian atap terdapat hiasan "Nogo/ular dinaiki manusia" Sekala tulisan Jawa tersebut berarti : Nogo = 8, Muluk = 0, Nitih = 7, Jamna/manusia = 1, angka yang terkumpul adalah 8071 akan tetapi untuk dapat dipergunakan sebagai angka petunjuk tahun susunan tadi harus di balik menjadi 1708 tahun jawa atau 1782 tahun Masehi. Nama panggung Songgo Buwono tersebut juga merupakan suatu Candra Sengkala tersendiri yaitu : panggung = 8, duwur = 0, sangga = 7, buwono = 1 sehingga didapatkan 8071 dan harus di balik jika dipergunakan seabagai angka petunjuk tahun yaitu 1708 Jawa atau tahun 1782 Masehi, (Sudharta, 2015:viii).





Pura Tirtha Dang Kahyangan Luhur Rambut Siwi

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Panggung Songgo Buwono merupakan penggambaran dari 8 sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang raja yang berkuasa agar dapat menjalankan pemerintahan secara baik. Kedelapan sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang raja tersebut terkenal sebagai ASTA BRATA yang merupakan suatu ajaran dari Prabu Ramawijaya kepada Bharata sebelum diwisuda menjadi raja. Asta Brata merupakan 8 pedoman pokok yang sangat ideal bagi raja yang berkuasa, kedelapan ajaran utama tersebut adalah:

1. Watak Matahari: matahari mempunyai sifat panas dan berfungsi sebagai pemberi sarana kehidupan. Seorang raja harus dapat berfungsi sebagai matahari yang dapat memberikan semangat dan kehidupan bagi rakyatnya.

2. Watak Bulan: Bulan berwujud indah serta menerangi dalam kegelapan. Seorang raja harus dapat berfungsi seperti bulan yaitu memberi penerangan serta dapat membimbing rakyatnya yang berada dalam kegelapan.

3. Watak Bintang: Bintang mempunyai bentuk yang manis serta dapat menjadi pedoman bagi mereka yang kehilangan arah. Dalam hal ini raja harus dapat berfungsi sebagai contoh/teladan serta menjadi panutan bagi masyarakat.



4. Watak Angin: Angin bersifat mengisi ruangan kosong. Seorang raja harus dapat bertindak secara teliti dan bijaksana disamping harus dapat menyelami kehidupan masyarakat.

5. Watak Mendung: Mendung merupakan sifat menakutkan akan tetapi bila hujan telah turun dapat bermanfaat bagi masyarakat. Seorang raja harus dapat berwibawa kepada rakyatnya.

6. Watak Api: api mempunyai sifat tegak serta dapat membakar apa saja. Seorang raja harus dapat bertindak adil, mempunyai prinsip disiplin, tegas dalam bertindak.

7. Watak Mamudra: Samudra bersifat luas dan mampu menampung segala macam bentuk isi. Seorang raja harus memiliki pandangan yang luas serta sanggup menerima segala macam persoalan. 

8. Watak Bumi : Bumi memiliki sifat suci serta sentosa. Dalam hal ini seorang raja harus mempunyai sifat yang jujur, berbudi luhur serta mau memberi anugerah kepada siapa saja yang telah berjasa kepada negara. 

Demikianlah 8 asas kepemimpinan yang terdapat dalam Asta Brata yang memiliki makna mendalam bagi setiap raja, sebab bila seorang raja tidak melaksanakan ASTA BRATA berarti dia sebagai raja yang tak bermahkota dan ini berarti dia sebagai raja yang tidak baik. 

Pendirian Panggung Songgo Buwono erat sekali hubungannya dengan ajaran Asta Brata ini, karena pendirian bangunan ini mengandung suatu tujuan untuk mengingatkan kepada raja yang memerintahkan akan adanya 8 sifat utama yang harus dimiliki. Pada bagian atas bangunan Panggung Songgo Buwono terdapat suatu ruangan yang disebut "Tutup Saji" di tempat ini merupakan tempat pertemuan antara raja Paku Buwono dengan Nyai Roro Kidul, (Sudharta, 2015:ix).

Dengan adanya perkawinan mistis tersebut kewibawaan raja menjadi bertambah besar. Adanya perkawinan ini telah menempatkan raja bukan hanya sebagai manusia biasa melainkan manusia yang memiliki kekuatan gaib "supra natural". Pembangunan Panggung Songgo Buwono tersebut erat sekali hubungannya dengan mithos tentang perkawinan antara Nyai Roro Kidul dengan raja-raja yang berkuasa di Surakarta. 


Demikianlah antara lain isi Kakawin Ramayana secara ringkas yang tidak sedikit mengandung ajaran-ajaran kesusilaan dan kebajikan. Di dalam 2.771 baitnya tersimpan ajaran-ajaran hidup yang sangat bernilai dalam bidang politik pemerintahan, strategi perang, amanat penderitaan rakyat, kehidupan sosial serta ajaran etika dan agama yang semuanya disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa wiracarita Ramayana merupakan satu sumber kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Prof. Dr. Poerbatjaraka yang menyatakan bahwa dalam Ramayana "banyak pelajarannya, indah-indah perhiasannya, lagi gagah bahasanya. Seumur hidup belum pemah saya membaca kitab Jawa (Kuna) yang memadai kitab Ramayana", (Sudharta, 2015:ix).

Referensi:

Sudharta, Dr. Tjok Rai. 2015. Asta Brata di Abad Millenium. Denpasar: ESBE buku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar