Minggu, 20 September 2015

Perbedaan antara jiwa dan Roh

Dagang Banten Bali

Jiwa adalah Atman yang telah mendapat tambahan yang membuatnya menjadi terbatas karena Pancha Maya yaitu :
Anna -> Badan
Prana -> Daya Hidup
Manas -> Pikiran
Vijnana -> Kebijaksanaan
Ananda -> Kebahagian Abadi
Atman(jiwa tanpa Pancha Maya) = Brahman(Tuhan), sedangkan
Roh adalah ciptaan Tuhan yg selamanya berbeda dengan Tuhan.
Dan bagi yang menyatakan #Roh_sama__dengan_Tuhan adalah dosa atau kesalahan tak berampun.
Jiwa/atman adalah entitas yg berdiri sendiri, hidup kekal dlm dirinya sendiri, tdk memerlukan apapun di luar dirinya(Subsistent spirit)
Sedangkan #Roh, tidak dapat berdiri sendiri, ia tergantung pada badan kasar menunggu kelahirannya kembali


Buku Mistik Trisula Vedha





Buku Mistik Trisula Vedha
Rp 99.000 — 
Kundalini adalah energi spiritual yang merupakan
wujud dari kekuatan keinginan murni Ilahi yang tersimpan dalam tiap manusia.
Energi spiritual kundalini biasanya tersimpan dalam keadaan “tidur” di dasar
tulang belakang yang berbentuk segitiga yang disebut “sacred bone” atau “tulang
sakrum/sakral” (sakral=bersifat Ilahi).

Di dalam ilmu yoga, dalam proses “pencerahan-diri” , kundalini yang pada awalnya dalam keadaan “tidur” di tulang sakrum, akan dibangkitkan dan dinaikkan sampai menembus cakra sahasrara yang terletak di atas kepala kita. Setelah kundalini dibangkitkan, kita akan bisa merasakan “angin sejuk” dari telapak tangan, di atas kepala, dan/atau telapak kaki.
Di berbagai tradisi, kundalini telah dikenal sebagai energi yang bisa membawa kita ke tingkat spiritualitas yang lebih tinggi dan “angin sejuk” yang terasa setelah
proses pencerahan-diri juga dikenal sebagai tanda bahwa kita terhubung dalam arti yang sesungguhnya dengan kekuatan Ilahi.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI







Sabtu, 19 September 2015

4 KARAKTER MANUSIA Dalam pewayangan Bali



Dalam pewayangan Bali, ada 4 karakter punakawan yg bisa menjadi renungan: 1) Tualen. 2) Merdah. 3) Sangut. 4) Delem. Mereka “mewakili” sikap miliaran manusia yang dirangkum ke dalam 4 gambaran umum.
1. Tualen, dia “tidak tahu dirinya tahu”. Dia kontemplatif, murni bersandar pada batin, sederhana dan penuh kearifan.
2. Merdah, dia “tahu dirinya tahu”. Dia paham, berani dan penuh percaya diri.
3. Sangut, dia “tahu dirinya tidak tahu”. Dia tidak paham, namun bersikap menerima ketidakpahamannya, mengakui kelebihan orang lain, penuh pertimbangan.
4. Delem, dia “tidak tahu dirinya tidak tahu”. Dia tidak tahu tapi merasa tahu, dia tidak tahu tapi tidak menerima pengetahuan orang lain, angkuh dan congkak di depan orang-orang, dan dia tidak bisa mengukur diri. Percaya diri di tengah ketakpahaman. Angkuh dan pongah, merasa paling benar.
Dari para punakawan ini, sadar atau tak sadar, masyarakat Bali memetik sikap: Kita memilih berperan seperti siapa?
Setidaknya masyarakat Bali yang suka pewayangan akan malu bercermin pada Delem, yg selalu pongah dalam ketidaktahuannya. Minimal kita bisa

NGERUJAKI upacara mulai hamil


Dagang Banten Bali



NGERUJAKI adalah upacara yadnya yang dilaksanakan saat wanita mulai ngidam dan dilaksanakan sebelum tiga bulan usia kehamilan yang bertujuan untuk mengharapkan atau mendoakan kepada Tuhan berserta manifestasinya supaya benih atau janin dalam kandungan kuat atau selamat tidak mengalami keguguran demikian pula kepada ibu yang mengandung janin tersebut. hal itu dipertegas lagi dengan pengunaan banten byakala yang disebutkan dalam lontar bacakan banten pati urip tersebut.
Adapun sarana yang digunakan dalam upacara ngerujaki yang dinyatakan dalam lontar ini disebutkan :
1. sesayut satu pajeg lengkap, sebagai suatu symbol atau penanda dari sesuatu obyek yang dimaksudkan atau istilah lainnya petanda.
2. byakala di tambah dengan persembahan yang dihaturkan di sanggah kemulan,
dengan upacara yang dipimpin oleh seorang pemangku atau orang suci yang disertai makan rujak.
Kapan upacara ini dilakukan masih kurang jelas hanya ditegaskan ketika hamil dalam lontar bacakan banten pati urip. Tetapi dapat diketahui melihat dari nama dan sarana maka upacara ini di laksanakan pada saat ngidam atau pada saat mulai diketahui kehamilan itu.
Ngidam atau mulai diketahuinya kehamilan antara orang satu dengan yang lainnya terkadang berbeda-beda terlebih dalam kehidupan kontemporer ini dimana manusia disibukan akan urusan pekerjaan dan pikiran yang dibebeni oleh berbagai macam keinginan sehingga kepekaan untuk mengetahui kehamilan sangat berkurang.
Di sisi lain dalam konteks modernitas dewasa ini manusia dimudahkan dengan alat pendeteksi kehamilan sehingga yang tidak sibuk akan lebih dini mengetahui kehamilan. Hal ini yang terlihat dalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan kehidupan umat Hindu khususnya sering terjadi ada yang baru satu bulan sudah diketahui dan ada pula setelah dua bulan atau bahkan lebih.
Sehingga dengan upacara ngerujaki ini dilaksanakan supaya benih atau janin dalam kandungan kuat atau selamat tidak mengalami keguguran demikian pula kepada ibu yang mengandung janin tersebut agar selamat.
Sumber : sejarahharirayahindu.blogspot.com


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

BENANG sebagai simbol suci tali pengikat pada upacara yadnya


Penggunaan BENANG sebagai simbol suci tali pengikat dalam proses kehidupan yang pada upacara yadnya dan tetandingan banten sebagaimana disebutkan,
Benang putih, yang diikat di pergelangan tangan kanan saat otonan, sebagai simbol agar hati kita selalu di jalan yang lurus/benar dalam kehidupan ini.
Dalam Mabeakala saat upacara pawiwahan, benang papegat yang berwarna putih sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya menuju Grehasta Asrama.
Benang Tri datu sebagai simbol ikatan akan tiga perjalanan hidup di dunia ini.
Benang Tatebus atau Tebusan, apa pun yang yang kita mulai seharusnya diselesaikan secara sempurna bagaikan orang memilin benang, semua diproses dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.
Benang Selem yang berwarna hitam dalam upacara pagedong - gedongan pinaka penuntun hidup.
Benang tukelan pada daksina lambang naga dalam proses pemutaran mandara giri untuk mencari tirta amertha sebagai alat/media penghubung antara pemuja dan yang dipuja.
Benang, pis bolong, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan dalam banten penyeneng berfungsi sebagai alat untuk nuntun.
Menurut tradisi masyarakat Bali dalam pemakaian benang sebagai tanda proses kehidupan kutipan artikel Majalah Raditya, penggunaan benang yang erat hubungannya dengan ritual tertentu, seperti saat acara matepung tawar, otonan, padiksan, odalan serta ritual lainnya, bahwa dengan memakai benang suci itu bukan sekedar memakai seutas tali, namun ada makna yang lebih dalam dari pemakaian benang tersebut,sebagai cerminan suatu proses pematangan diri untuk menuju suatu kehidupan yang berguna dan
suatu jalanan yang saling mengikat dan mengisi satu sama lain.
Seperti proses pembuatan benang yang berasal dari kapas, sebelum menjadi benang kapas tersebut harus dipintal agar kita mendapatkan benang. Setelah mendapatkan benang, maka kita dipersilakan lagi mememakainya sesuai dengan kebutuhan kita, apakah mau dipakai untuk menyulam atau ditenun untuk dijadikan kain dan lain sebagainya.
Mengenai nama-nama benang yang dihasilkan dari proses pemilinan tersebut tergantung dari pesan yang kemudian ingin disampaikan sesuai imaginasi seseorang misalnya :
hitam mewakili aspek dewa Wisnu,
merah mewakili aspek kekuatan Brahma,
putih mewakili manifestasi Dewa Siwa.
Berbeda lagi pesan yang disampaikan dalam “benang pepegat” saat orang melakukan perpisahan khususnya dalam upacara Pitra Yadnya.
Para tetua mungkin ingin menyampaikan bahwa kita ini memang terikat seperti benang, antara satu dengan lainnya, namun bila waktunya kita sudah harus berpisah atau melepaskan perikatan terhadap dunia material, maka orang seharusnya menerima kejadian tersebut sebagai proses yang tidak dihindari dalam kehidupan manusia normal.
Perpisahan bukan berakhirnya suatu proses, namun perpisahan adalah awal dari proses kehidupan baru.
Bisa dikatakan, bahwa makna pemakaian benang suci tersebut tergantung dari jenis aktivitas ritual yang dilakukan dan benang tersebut menyiratkan makna kepada manusia, bahwa kita seharusnya dalam hidup ini mengalami proses pematangan, sehingga terlahir generasi yang bisa saling bersatu dengan yang lainnya.
Marilah kita jadikan benang suci sebagai
penanda keterikatan,
persatuan,
berlindung kepada kekuatan.
Semoga saja nantinya kita semakin kokoh, terpilin seperti benang suci tersebut, saling terikat satu sama lainnya untuk menyatukan dirinya agar berguna dan saling mengasihi pada kehidupan ini.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Kamis, 17 September 2015

aspirasi suci yang ada dalam doa Gayatri Mantram


Semoga semua makhluk berbahagia, sejalan dengan tingkat evolusi serta kedewasaan spiritual mereka semua. _/|\_
Terima kasih banyak untuk para sahabat yang memberikan ucapan selamat ultah dengan doa serta harapan akan berbagai kebaikan. Semoga semakin banyak kebaikan yang mewujud serta terwujud di sekitar kalian juga. _/|\_
Semoga semakin banyak di antara para makhluk di semesta ini yang juga menjadi semakin dewasa secara spiritual, karena, dengan menjadi dewasa secara spiritual, maka, mereka akan dapat mendekatkan diri kepada para dewata dan atau para sosok rohani di alam yang lebih tinggi daripada alam bhur / alam material tempat tubuh fisik mereka berada, sehingga mereka dapat beroleh berbagai berkah yang dapat bermanfaat secara nyata dalam berbagai aspek kehidupan mereka, sejalan dengan gerak dan nafas semesta, atas ijin dan kehendak-Nya, seperti satu dari sekian banyak aspirasi suci yang ada dalam doa Gayatri Mantram, yang banyak digunakan oleh para Brahmana untuk mendekatkan diri mereka kepada Hyang Brahman, demi memperoleh kemuliaan di alam bhur / alam material, dan atau alam-alam lain yang lebih tinggi.
Oṃ bhūr bhuvaḥ svaḥ
tát savitúr váreṇyaṃ
bhárgo devásya dhīmahi
dhíyo yó naḥ pracodáyāt
"Wahai Tuhan, kami memuja dan memuji aspek kecemerlangan dan kemahamuliaan-Mu yang menguasai bumi, langit dan sorga. Semoga Engkau menganugerahkan kecerdasan dan semangat pada akal budi kami."
(Doa Gayatri Mantram, seperti yang dinyatakan dalam Kitab Rig Veda 3.62.10)
Sarva Mangalam. Semoga semua makhluk berbahagia, sejalan dengan tingkat evolusi serta kedewasaan spiritual mereka semua. Svaha. _/|\_
Ilustrasi : Dewi Gayatri.


  • Hasibuan Santosa
    Thank you, My Friends and My Sadhakas, semoga semakin banyak kebaikan yang mewujud di sekitar kalian juga, dengan perantaraan akan ibadah, puja bhakti serta sadhana yang kalian laksanakan, menurut tradisi agama serta kepercayaan yang kalian laksanakan, sejalan dengan gerak dan nafas semesta, atas ijin dan kehendak-Nya. _/|\_

    Dewi Gayatri, dalam Puja Trisandhya dalam Tradisi Hindu Bali juga memiliki kedudukan yang khusus, hal tsb dapat dilihat dengan penempatan Gayatri Mantram dalam posisi mantram pertama dari enam mantram yang digunakan dalam Puja Trisandhya tsb. Sejak Jaman Satya Yuga hingga Kali Yuga sekarang ini pun Gayatri Mantram senantiasa dilantunkan oleh para umat Hindu dalam empat kasta, walaupun, pada hakikatnya, Gayatri Mantram merupakan "pegangan" dari kasta Brahmana, dan tidak semua orang dapat / boleh memiliki akses pada bagian-bagian batiniah yang lebih dalam pada Gayatri Mantram, di mana, Dewi Gayatri memiliki kedudukan sebagai Ista Devata akan mantram tsb, sekaligus sebagai Sri Veda Mata / Bunda dari Kitab-Kitab Weda, Mbak Megah Ayu. _/|\_

    Di antara para sahabat, murid serta klien saya pun, hingga saat ini, hanya ada beberapa orang yang telah saya berikan inisiasi Gayatri Mantram, karena mereka telah memenuhi isyarat dan sekaligus syarat dari saya untuk hal tsb, satu di antaranya dalah Mas Ari Agus Pawartha, yang dulu pernah saya berikan inisiasi dan pawejangan akan Gayatri Mantram tsb, karena sanchita karma beliau untuk hal itu sudah matang, hingga dapat bertemu dengan "saya" dalam mimpinya dan melihat "saya" sedang mengusir orang kesurupan dengan melantunkan Gayatri Mantram dalam mimpinya tsb, hal itu merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk didapatkan oleh para pejalan spiritual yang ada di Jaman Kali Yuga ini, karena dengan demikian, menandakan bahwa pada para masa-masa kehidupan yang lampau, beliau juga telah beberapa kali mengalami kehidupan sebagai kasta Brahmana, dan tapasya beliau untuk itu pun juga bagus, karena itu tadi, memang Gayatri Mantram cenderung menjadi "pegangan" dari kasta Brahmana, dan pada hakikatnya, menurut kitab-kitab sastra, tidak semua orang diperbolehkan untuk mendapatkan inisiasi serta pawejangan akan Gayatri Mantram tsb, beda dengan Hare Krishna Maha Mantram yang merupakan bagian dari Yuga Dharma, di mana, semua orang tanpa terkecuali diperbolehkan untuk mendapatkan inisiasi akan Hare Krishna Maha Mantram tsb, asalkan mereka memiliki adab serta sraddha / keyakinan yang baik akan kemuliaan serta sakti dari Hare Krishna Maha Mantram tsb untuk meningkatkan tingkat evolusi spiritual mereka, atas ijin dan kehendak-Nya. Hari Om Tat Sat. _/|\_

    gāyatrī chandasām aham
    Di antara sajak-sajak (suci), Aku adalah Gayatri.
    (Sabda dari Sri Krishna dalam Kitab Bhagavad Gita 10.35)

    Sarva Mangalam. Semoga semua makhluk berbahagia, sejalan dengan tingkat evolusi serta kedewasaan spiritual mereka semua. Svaha. _/|\_

    Ilustrasi : A representation of the Gayatri Mantra by Raja Ravi Varma.






    Hasibuan Santosa Karena ada beberapa saat intermezzo dalam jam agenda, sekaligus aja saya jawab serta uraikan materi dari beberapa pertanyaan yang kadang ditanyakan oleh para murid yang menjalankan sadhana maha mantram ke saya, tentang berjapam dengan Gayatri Mantram, yaitu, apakah seorang sadhaka yang melaksanakan sadhana maha mantram itu diperbolehkan menjapam Gayatri Mantram, saya jawab aja sekalian di sini, bahwa, tentu saja hal itu sangat diperbolehkan, bahkan, kalaupun mau japam dengan mantram apapun juga, tetap saya perbolehkan, asalkan memahami tentang adab, tata cara, manfaat serta efek dari mantram yang dijapam tsb menurut kitab-kitab sastra yang baku, serta, japamlah dengan jeda waktu minimal 30 menit, sebelum / setelah menjalankan sadhana maha mantram, supaya mengantisipasi terjadinya penumpukan energi yang berlebih dari beberapa mantram secara sekaligus, karena esensi batiniah dari maha mantram pun pada hakikatnya juga telah mencakup berbagai sakti pada berbagai mantram yang ada dalam Tradisi Sanatana Dharma.

    Menurut kitab-kitab Vaishnava Pancaratra, di setiap yuga, senantiasa ada maha mantram untuk memuja aspek dari Sri Vishnu dalam aspek Beliau sebagai Sri Yajnesvara, yaitu, Aspek Suci Ketuhanan yang menerima sekaligus menyempurnakan berbagai yajna / upacara persembahan suci yang dilaksanakan di seluruh penjuru semesta, dan pada Jaman Kali Yuga ini, maha mantram tsb adalah Hare Krishna Maha Mantram, yang terdiri dari 16 kata suci, yang dipawejangkan oleh Dewa Brahma kepada Maharesi Narada dalam Kitab Kali Santarana Upanishad, di awal mulai Jaman Kali Yuga di semesta ini, setelah kembalinya Sri Krishna dari bumi ke Nitya Dhama (Tempat Abadi) Beliau.

    Fungsi dari maha mantram pada umumnya sangatlah banyak sekali, tidak terbatas, di mana, fungsi secara umum adalah menyempurnakan berbagai kekurangan yang diadakan dalam berbagai ibadah serta upacara keagamaaan yang dilaksanakan oleh para makhluk di seluruh penjuru semesta, sehingga karma-karma baik dari berbagai ibadah serta upacara keagamaan yang dilaksanakan tsb dapat berbuah secara nyata dalam wujud berbagai aspek kehidupan dari para makhluk yang melaksanakan ibadah serta upacara keagamaan tsb, atas ijin dan kehendak-Nya. Itulah fungsi dari maha mantram tsb secara umum. Semoga uraian ringkas ini dapat bermanfaat untuk para sadhaka yang menjalankan sadhana maha mantram, dalam memberikan gambaran serta pemahaman lebih lanjut akan fungsi umum dari maha mantram. Hari Om Tat Sat. _/|\_

    Ilustrasi : Dewa Brahma memberikan pawejangan kepada Maharesi Narada.





NISHKAMA KARMA




Sri Shankar Acharya, seorang filsuf Hindu pernah berkata tentang Bhagavat Gita sebagai berikut:
“Seorang penganut ilmu pengetahuan yang sejati (Jnani) seharusnya juga adalah seorang sanyasin sekaligus,” tetapi menjadi seorang sanyasin tidak berarti serta merta kita harus menanggalkan kewajiban duniawi kita, kewajiban kita kepada masyarakat di sekeliling kita dan mengartikan mengembara atau bertapa di hutan seorang diri tanpa acuh lagi kepada orang yang hidup disekeliling kita.
Sebagai seorang sanyasin berpengertian ke dalam dirinya sendiri, dalam tindak-tanduknya sehari-hari. Yang dimaksud sanyasin adalah mengendalikan nafsu-nafsu indra kita, dan itu bisa dilakukan sambil melakukan kewajiban kita sesuai dengan pekerjaan dan status kita dalam masyarakat.
Seperti misalnya Raja Janaka, beliau adalah seorang Maha-Raja yang amat kaya-raya dan berkuasa, tetapi dalam hidupnya sehari-hari ia tak pernah merasa memiliki apapun juga. la bertindak sebagai raja karena sudah merupakan kewajibannya pada Tuhan dan masyarakatnya.
Raja Janaka di dalam epik Hindu dikenal sebagai seorang jnani yang mempraktekkan sanyasa, yaitu tidak keterikatan pada hal-hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi.