Penggunaan
BENANG sebagai simbol suci tali pengikat dalam proses kehidupan yang
pada upacara yadnya dan tetandingan banten sebagaimana disebutkan,
Benang putih
,
yang diikat di pergelangan tangan kanan saat otonan, sebagai simbol
agar hati kita selalu di jalan yang lurus/benar dalam kehidupan ini.
Dalam Mabeakala saat upacara pawiwahan, benang papegat yang berwarna
putih sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin
telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya menuju Grehasta Asrama.
Benang Tri datu sebagai simbol ikatan akan tiga perjalanan hidup di dunia ini.
Benang Tatebus atau Tebusan, apa pun yang yang kita mulai seharusnya
diselesaikan secara sempurna bagaikan orang memilin benang, semua
diproses dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.
Benang Selem yang berwarna hitam dalam upacara pagedong - gedongan pinaka penuntun hidup.
Benang tukelan pada daksina lambang naga dalam proses pemutaran mandara
giri untuk mencari tirta amertha sebagai alat/media penghubung antara
pemuja dan yang dipuja.
Benang, pis bolong, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan dalam banten penyeneng berfungsi sebagai alat untuk nuntun.
Menurut tradisi masyarakat Bali dalam pemakaian benang sebagai tanda
proses kehidupan kutipan artikel Majalah Raditya, penggunaan benang
yang erat hubungannya dengan ritual tertentu, seperti saat acara
matepung tawar, otonan, padiksan, odalan serta ritual lainnya, bahwa
dengan memakai benang suci itu bukan sekedar memakai seutas tali, namun
ada makna yang lebih dalam dari pemakaian benang tersebut,sebagai
cerminan suatu proses pematangan diri untuk menuju suatu kehidupan yang
berguna dan
suatu jalanan yang saling mengikat dan mengisi satu sama lain.
Seperti proses pembuatan benang yang berasal dari kapas, sebelum
menjadi benang kapas tersebut harus dipintal agar kita mendapatkan
benang. Setelah mendapatkan benang, maka kita dipersilakan lagi
mememakainya sesuai dengan kebutuhan kita, apakah mau dipakai untuk
menyulam atau ditenun untuk dijadikan kain dan lain sebagainya.
Mengenai nama-nama benang yang dihasilkan dari proses pemilinan tersebut
tergantung dari pesan yang kemudian ingin disampaikan sesuai imaginasi
seseorang misalnya :
hitam mewakili aspek dewa Wisnu,
merah mewakili aspek kekuatan Brahma,
putih mewakili manifestasi Dewa Siwa.
Berbeda lagi pesan yang disampaikan dalam “benang pepegat” saat orang
melakukan perpisahan khususnya dalam upacara Pitra Yadnya.
Para
tetua mungkin ingin menyampaikan bahwa kita ini memang terikat seperti
benang, antara satu dengan lainnya, namun bila waktunya kita sudah harus
berpisah atau melepaskan perikatan terhadap dunia material, maka orang
seharusnya menerima kejadian tersebut sebagai proses yang tidak
dihindari dalam kehidupan manusia normal.
Perpisahan bukan berakhirnya suatu proses, namun perpisahan adalah awal dari proses kehidupan baru.
Bisa dikatakan, bahwa makna pemakaian benang suci tersebut tergantung
dari jenis aktivitas ritual yang dilakukan dan benang tersebut
menyiratkan makna kepada manusia, bahwa kita seharusnya dalam hidup ini
mengalami proses pematangan, sehingga terlahir generasi yang bisa saling
bersatu dengan yang lainnya.
Marilah kita jadikan benang suci sebagai
penanda keterikatan,
persatuan,
berlindung kepada kekuatan.
Semoga saja nantinya kita semakin kokoh, terpilin seperti benang suci
tersebut, saling terikat satu sama lainnya untuk menyatukan dirinya agar
berguna dan saling mengasihi pada kehidupan ini.