Kamis, 25 Februari 2021

Fungsi Kahyangan Tiga Dalam Desa Adat





Dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Het Godsdienstig Karakter Der Balische Dorpsgemeenschap”, R. Goris mencatat bahwa ciri religius dari desa adat di Bali dibentuk oleh tiga unsur fundamental yaitu:
Sejumlah tempat suci desa (Pura-Pura desa) sebagai tempat pemujaan;
susunan kepengurusan desa (prajuru desa) yang selalu dikaitkan dengan fungsi-fungsi keagamaan;
Berbagai upacara seremonial (upakara)yang konsisten dilakukan oleh desa.

Sejak awal, Maharesi Maharkadia telah memberikan pedoman pada masyarakat Bali bahwa di tempat utama desa seyogyanya dibangun tempat suci desa untuk memuja Tuhan (…tur hana kahyangan patut pauluaning desa-desa) selanjutnya ditegaskan desalah yang wajib mengurus tempat suci desa (desa ika ne wenang mikukuhin parhyangan desa).

Dicatat oleh Goris, pada mulanya pembentukan sebuah desa adat selalu ditetapkan tiga tempat secara khusus yakni :
suatu tempat untuk melakukan pemujaan kepada Tuhan dan roh-roh leluhur pendri desa;
sebuah tempat untuk melaksanakan penguburan dan upacara kematian beserta kompleks pemujaan terhadap roh-roh yang masih kotor (dalam wujud pirata);
suatu tempat untuk melakukan pertemuan baik bagi pengurus desa maupun bersama-sama warga desa.



Untuk tempat yang pertama selalu diusahakan suatu tempat yang lebih tinggi dari desa. Tempat ini merujuk ke arah gunung atau kaja. Di sinilah kemudian dibuat tempat suci pusat atau asal yang difungsikan untuk memuju Tuhan dalam perwujudannya sebagai dewa pelindung alam dan para roh suci leluhur yang telah menjadi Dewa. Tempat suci inilah kemudian disebut “Pura Puseh”, dan merupakan “tempat suci alam atau (Upper Worldly Temple).

Bagi tempat yang kedua dimana pada tempat itu digunakan untuk prosesi kematian (setra) dan tempat suci untuk memuja Tuhan dalam perwujudan sebagai dewa kematian, akan selalu dicari tempat yang lebih rendah dari desa atau sering disebut ke arah laut (kelod). Tempat suci ini kemudian disebut pura Dalem, yang merupakan tempat suci alam bawah (Nether Worldly Temple). Pura Dalem difungsikan untuk melakukan penyucian terhadap roh (Sang Hyang Dalem).

Dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, Roh tidaklah secara serta merta menjadi suci setelah manusia mati. Begitu manusia meninggal dipercaya bahwa roh atau jiwanya masih berada pada alam bawah dalam bentuk Pirata. Baru setelah dilakukan proses upacara penyucian di Pura Dalem rohnya akan menjad| suci dan terangkat dari alam bawah menuju alam atas. Di Tempat Suci (Pura Dalem) ini yang dipuja adalah Dewa penguasa Kematian yang akan memberi restu (panugrahan) untuk menyucikan roh-roh dari warga desa yang telah meninggal.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Untuk tempat pertemuan desa, warga desa (Krama Desa) memilih tempat di tengah-tengah dari wilavah koloni desa, misalnya sering ditemui dekat persimpangan jalan atau tempat dimana Pasar Desa terletak, tempat ini berupa pavilion (Balai, Bale) dimana pada masa yang lalu dipergunakan untuk tempat mangkal pemuda pemudi desa (Truna-Truni), tempat menginap bagi para pelancong luar desa. Di samping itu digunakan juga sebagai tempat pengukuhan (inisiasi) menjadi krama desa. Pusat desa yang memiliki multi fungsi ini, berkembang menjadi Tempat suci yang disebut “Pura Bale Agung”, sebagai tempat melakukan pertemuan. V.E Korn menggambarkan Pura ini sebagai “the sacral men’s house”.

Pada desa-desa tua hampir seluruhnya memiliki tiga jenis tempat suci ini. Hanya saja dalam penempatannya terdapat beberapa variasi. Misalnya Pura Puseh ditempatkan sebagai bagian dari Pura Bale Agung atau sebaliknya. Di daerah Buleleng Pura Puseh dan Pura Bale Agung dijadikan satu kesatuan ke dalam Pura Desa.

Pada tipe Pura Dalem yang sangat tua terdapat bangunan (Pelinggih) yang diperuntukkan bagi roh-roh warga desa yang baru meninggal, tipe ini terdapat di desa-desa pegunungan sekitar danau batur (Desa wintang danu batur). Demikian juga Pura Puseh, awalnya adalah tempat pemujaan yang sangat sederhana. Pada tempat suci ini sering terdapat arca batu besar (Paica, Taulan). Pada Pura Bale Agung dicirikan oleh adanya balai pertemuan yang besar (Bale Agung) ditambah beberapa bangunan suci lainnya.

Pura Dalem, Pura Puseh dan Pura Bale Agung sering ditemui besar dalam ukurannya, tetapi senantiasa sederhana dalam disainnya. Pura-pura ini mengalami perubahan arsitektur selama berabad-abad. Perubahan itu datang sebagai hasil dari paham Hindu yang secara perlahan-lahan disaring dari karajaan Hindu. Pada masa kerajaan Hindu di Bali, tempat suci kerajaan disebut “Pura Pamerajan”. Pemerintah kerajaan memiliki dua tempat suci yakni : Pura Penataran sebagai pura kerajaan atau pura pemerintahan dan pura prasada (candi) sebagai tempat pemujaan bagi eluhur kerajaan.

Dalam pura penataran, kesatuan kerajaan melakukan peringatan meminta berkah kemasyuran, perlindungan, kekuatan untuk memerintah yang kesemuanya dilaksanakan dengan cara-cara religius. Di pura Prasada keluarga raja mencoba mencari hubungan dengan para leluhurnya mohon doa restu.

Dalam perkembangan kemudian pura penataran menjadi suatu pura yang besar di dalamnya berisi altar, bangunan pemujaan (pelinggih), tempat persembahan, balai pertemuan, balai gong, dapur suci, dan bangunan balai-balai lainnya. Prasada unsur utamanya adalah suatu susunan batu besar (candi). Unsur batu digunakan untuk keseluruhan disain pura ini, apakaha itu untuk altar, maupun bangunan penunjangnya.

Mengikuti contoh-contoh pura kerajaan ini, maka pura-pura desa lambat laun (juga arsitekturnya) kena pengaruh pola kerajaan Hindu. Pura Bale Agung yang terdapat di desa mengikuti pola pura penataran kerajaan dan pura dalem mengikuti pola pura Prasada. Persolannya kemudian, kerajaan memiliki dua tempat suci (Penataran dan Prasada) sedangkan desa memiliki tiga pura (puseh, Bale Agung dan Dalem ) lalu bagaimana gambaran hubungan kedua jenis pura tersebut.

Di dalam pura penataran yang disembah adalah Tuhan penguasa wilayah, (bumi, tanah). Dan sebagai tempat pertemuan keagamaan dari kerajaan. Hal ini merupakan karakteristik dari pura Puseh dan Pura Bale Agung pada tingkat Desa. Sedangkan Pura Prasada sebagai tempat untuk melakukan hubungan dengan para Dewa, leluhur kerajaan adalah sama fungsinya dengan pura Puseh, Desa. Fungsi pura dalem adalah sebagai tempat memuja leluhur yang belum menjadi dewa (masih dalam bentuk pirata) tidak ditemukan dalam kerajaan.

Para leluhur kerajaan selalu disucikan dan distanakan dalam sebuah candi. Proses penyucian roh leluhur raja-raja tidak diijinkan untuk ditangguhkan. Keseluruhan rangkaian upacara kremasi ini berakhir di dalam candi (Prasada). Demikianlah idealnya menurut konsepsi masyarakat Bali Hindu, dimana upacara pengabenan segera mungkin dapat dilakukan.



Akibat kontak yang konstan antara pihak kerajaan dengan orang-orang Bali pedesaan dan tiadanya penyegaran pengaruh India dan Jawa (Hindu), maka kerajaan dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, dengan kekuatan (power) dan perlengkapan yang dimiliki, pihak kerajaan akan membuat dengan segera candi atau prasada bagi raja yang meninggal. Kedua, mulai merasakan dan berpikir lebih sebagai seorang Bali sehingga dirasakan perlu untuk membangun Pura Dalem kerajaan. Biasanya sebutan pura ini mengacu pada nama kerajaan yang bersangkutan. Misalnya Pura Dalem Koripan, Pura Dalem Segening, Pura Dalem Gelgel dan sebagainya.

Dengan cara seperti ini terjadilah kesatuan arsitektur antara pura penataran, pura bale agung dan pura puseh. Di satu pihak dengan pura dalem, pura prasada dan pura dalem kerajaan di pihak yang lain. Sekarang ini dapat dilihat pada candi kurung mengingat kepada jalan utama menuju pura penataran dan candi bentar mengingatkan kepada susunan utama pura candi atau pura prasada. Dewasa ini tak terhitung pura yang mempunyai kedua tipe gerbang tersebut.

Setelah datangnya Mpu Kuturan di Bali (awal abad 11), Pura-pura Desa tersebut mendapat penataan melalui konsep “Tri Murti” yakni paham teologis yang menjabarkan kemaha kuasaan Tuhan dalam bentuk trinitas. Dalam penataan Pura Desa itu, Pura Bale Agung difungsikan sebagai tempat pemujaan Tuhan pencipta(brahma), Pura Puseh sebagai tempat suci untuk memuju Tuhan pelindung (Wisnu) dan Pura Dalem tempat memuja Tuhan pelebur (Siwa). Tiga pura milik desa ini kemudian disebut Kahyangan Tiga. Desa dengan ciri kahyangan tiga ini sekarang lebih populer dengan sebutan Desa Adat atau Desa Pakraman.

Di samping tiga pura utama tersebut, untuk desa-desa yang terletak dekat pantai umumnya memiliki pura segara, demikian juga desa-desa yang terletak di perbukitan biasanya terdapat pura bukit. Pada sejumlah desa di Bali pura-pura kepunyaan desa adat tidak hanya tiga melainkan bisa lebih dari itu sesuai dengan latar belakang historis, geografis dan sosiologis dari desa yang bersangkutan.


Berbagai Sumber | Google Images | Youtube

Jasa tukang bangunan dan borongan Bali





MENYEDIAKAN JASA BANGUNAN YANG PROFESIONAL & TERPERCAYA UNTUK KEBUTUHAN ANDA.
- RENOVASI RINGAN, SEDANG DAN BERAT
- BANGUN BARU RUMAH, KANTOR, KIOS, RUKO, APARTEMEN, GEDUNG BERTINGKAT, KONTRAKAN, KOST-KOSTAN, CLUSTER, KAVLING, PASAR.
- INSTALASI AC
- INSTALASI SISTEM PIPA DLL

Hubungi : 0821-4684-7793

Catur Sanak, Empat Saudara Niskala yang Menemani Manusia hingga Mati






DITANAM: Proses penanaman Ari-Ari yang memiliki tujuan menyatukan pertiwi dan akasa guna memberikan keseimbangan perjalanan pada bayi. Ari-ari merupakan salah satu dari empat saudara atau Catur Sanak atau Bhanaspatiraja. (ISTIMEWA)





Dalam preses kehidupannya, manusia yang lahir ke dunia tidaklah sendiri. Seseorang dalam menjalani kehidupan keduniawian selalu ditemani empat saudara yang disebut Kandapat atau Catur Sanak.


Di Bali kepercayaan ini sangat kuat. Saudara-saudara yang tak kasat mata ini pun turut lahir mengikuti manusia, dan menemaninya hingga ajal menjemput.




Catur Sanak berasal dari kata Catur yang berarti empat, dan Sanak artinya keluarga atau saudara. Jadi Catur Sanak berarti empat saudara. Catur Sanak ini pun yang sering disebut Kandapat.


Awal mula adanya Catur Sanak ini yakni pada waktu lahir, pada saat yang sama juga lahir Sanghyang Panca Maha Butha dan Sanghyang Tiga Sakti. Sanghyang Tiga Sakti ketika meninggal menyatu dengan Bhuana Agung, dan kemudian dipuja semua makhluk. Sedangkan Sanghyang Panca Maha Bhuta menjadi pepatih di segala penjuru, sebagai pemelihara dunia, semua sakti tanpa ditandingi, bila di puja, diresapi, dan diyakini, ia masuk ke dalam badan manusia.

Menurut Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa dari Griya Agung Batur Sari, Banjar Gambang, Mengwi, Badung, untuk memanggil saudara empat ini menggunakan mantra khusus. Pun bantennya pula. Fenomena saat ini, banyak orang yang mencari Tuhan tanpa mengetahui dimana dan kemana ujungnya.

Tak peduli jarak dan waktu yang ditempuh untuk mencari Tuhan yang keberadaannya jauh. Bahkan tidak bisa diukur dengan nalar. Namun banyak yang tidak menyadari, keberadaan Tuhan itu sendiri. Banyak pula yang menyatakan Tuhan ada dalam diri.

“Disinilah letaknya, Catur Sanak sendirilah yang dimkasud. Tuhan yang selalu mengikuti, dan yang selalu melindungi kemanapun seseorang pergi. Tuhan yang selalu menuntun saat seseorang melakukan aktivitasnya,” ungkap Mpu Yoga.

Empat saudara yang dikatakan mengikuti manusia sejak lahir hingga mati itu diantaranya, pertama Yeh Nyom. Yeh Nyom sama dengan air ketuban. Kelahirannya sebagai suadara pertama diyakini berstana di Pura Ulun Swi yang bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit.

Ia menjadi Dewa Sawah, Dewa Bumi dan Dewanya Binatang. Dalam tubuh manusia ia berstana di kulit berwujud Aamerta Sanjiwani. Dalam penyebutannya, saudara pertama ini disebut Sang Bhuta Anggapati. Aksara sucinya Sang dengan arah mata angin di Timur. Banten yang diperuntukkan untuk saudara pertama ini adalah ketipat dampulan dengan ikannya telur asin, canang pasucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Saudara yang kedua adalah Getih atau darah. Saudara ini disebut Prajapati dengan aksara sucinya Bang. Memiliki warna merah dan arahnya ke Selatan. Kelahirannya dipercaya sebagai Dewa Hutan, Dewa Gunung, Dewa Jalan dan berstana sebagai patih di Pura Sada bergelar I Ratu Wayan Tebeng. Sesajinya atau bantennya adalah ketipat galeng dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang jahe dan canang pesucian.

Saudara yang ketiga adalah placenta atau Lamas. Kelahirannya disebut Banaspati memiliki aksara Tang dan mengarah ke Barat. Kelahirannya dipercaya sebagai Dewa Kebun. Upacaranya diberikan banten ketipat gangsa dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning dengan ikannya bawang jahe. Saudara ketiga ini bergelar I Ratu Nyoman Jelawung.

Dan saudara yang terakhir adalah Bhanaspatiraja atau ari-ari. Kelahirannya diberi gelar I Ratu Ketut Petung. Memiliki aksara Ang dan berstana di Pura Dalem. Upacaranya dengan membuat bebantenan yang terdiri dari ketipat gong dengan ikannya telur diguling, canang pesucian, segehan kepelan selem dengan ikannya bawang jahe, ditambah rokok dan sesari sebelas buah uang kepeng (pis bolong).

Catur Sanak dengan Dewata Nawa Sanga hanya berbeda sebutan saja, tetapi intinya sama. Sama-sama ada aksara sucinya yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, sehingga semua mengacu kepada yang kosong, yaitu Tuhan itu sendiri yang dalam Lontar Dalem tentang Catur Sana ini disebutkan, Galihing Kangkung, Tampaking Kuntul Angelayang, Lontar Tanpa Tulis, Segara Tanpa Tepi yang kesemua itu artinya kosong. Kosong itu sunyi, sunya atau Tuhan tanpa wujud.

Catur Sanak atau saudara empat ini akan selalu megikuti kemanapun manusia melangkah. Bisa melindungi seseorang tersebut, sebaliknya bisa juga mendatangkan petaka. Untuk mendapatkan perlindungannya, keempat saudara ini perlu disebut dengan nama mereka masing-masing, Anggapati, Prajapati, Banaspati dan Bhanaspatiraja. Entah pergi tidur atau hendak mandi, orang perlu menyebut mereka untuk melindunginya dari kekuatan jahat yang mencoba mendekat.



Sebaliknya bila orang melupakannya, orang akan mudah terkena bencana, badan akan mudah jatuh sakit dan bisa lupa ingatan. Keempat saudara ini bisa menjadi musuh yang jahat, yang bisa mendatangkan segala macam bencana dan penyakit.

Dengan memberi perhatian yang cukup dan kurban sajian yang cukup, mengundang mereka turut ambil bagian dalam makan dan minum, meminta mereka menjadi sahabat dalam apa yang dikerjakan atau kemana berpergian, mereka akan memberi imbalan dalam wujud kekuatan magis yang dibutuhkan. “Secara haris besarnya bisa dikatakan, mereka akan memberikan apapun sesuai dengan perlakuan kita terhadapnya,” tegasnya.

Pura Pangkung Pastu, Kawasan Angker yang Penuh Misteri






ANGKER : Pura Pangkung Pastu di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, kawasan angker yang sering muncul kejadian aneh. (Dian Suryantini/Bali Express)





Desa Bulian, Kubutambahan, Buleleng, banyak menyimpan kisah unik dan mistis. Kawasan Pura Pangkung Pastu, salah satunya tempat yang konon terkenal sangat angker.


Seperti namanya, Pura Pangkung Pastu terletak di tepian pangkung atau sungai yang ada di pinggiran desa. Tepatnya berada di wilayah Dusun Dauh Margi, Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan.




Untuk menuju lokasi pura dapat diakses dengan sepeda motor sampai di homestay Bulian. Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki mengikuti jalan setapak menuju pura sekitar 200 meter. Setelah itu, akan terlihat pohon besar yang menjulang tinggi. Nah, disanalah lokasi Pura Pangkung Pastu.




Saat mengunjungi pura ini, pamedek harus berhati-hati, apalagi sedang musim hujan karena jalanan licin.

Dahulu tidak ada palinggih yang dibangun di kawasan ini. Hanya ada satu buah batu besar yang merupakan pondasi dari palinggih terdahulu yang tersisa. Lantaran kayu besar di atasnya telah terbakar.

Menurut cerita para tetua desa setempat, keberadaan Pangkung Pastu tersebut karena konon Bulian adalah salah satu tempat yang terkena kutukan. Namun, entah kutukan apa yang dimkasud, tak ada yang tau.

"Ceritanya pun hanya dituturkan dari mulut ke mulut. Tak ada pula sumber tertulis yang menyinggung mengenai tempat itu," ungkap salah satu tokoh masyarakat Desa Bulian, I Gede Suardana Putra, kemarin.

“Desa Bulian itu adalah desa yang paling tua. Pangkung Pastu itu adanya dahulu karena Bulian kena pastu (kutuk) sebanyak tiga kali. Begitu yang diceritakan oleh panglingsir saya dahulu. Saya masih kecil. Tempat itu ada sebelum saya lahir. Bahkan, sebelum leluhur saya, sudah ada,” kata pria berusia 66 tahun ini.

Ada dua versi cerita yang beredar di masyarakat mengenai keberadaan Pangkung Pastu di Desa Bulian. Cerita pertama, dikatakan Desa Bulian itu pernah kena pastu atau kutukan. Jadi, pastuan itu akan berjalan sebanyak tujuh keturunan.

“Tujuh keturunan itu kan 700 tahun ditandai dengan penanaman pohon beringin pada 22 November 1320, pada saat Jro Pasek Bulian menegakkan kebenaran dan keadilan di desa ini. Saat itu Tumpek Kuningan Sasih Kalima. Itu pohonnya ada di sebelah rumah saya,” terang Suardana.

Sementara cerita kedua, yakni ketika ada orang yang datang dari arah barat, sampai arah Pangkung Pastu, maka orang itu bakal dicegat bila membawa sesuatu hal yang berbau magis ataupun dengan niatan kurang baik.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

“Kalau sudah lewat di kawasan Pangkung Pastu dengan tujuan tidak baik, tidak akan bisa lolos karena akan dipastu. Vibrasinya memang sangat kuat. Tenget (angker) sekali disana, kalau mau macam-macam, pasti ada saja kejadian menimpa yang bersangkutan,” ujarnya.

Tempat itu dikatakan angker, sebab banyak kejadian aneh yang kerap terjadi. Tidak saja terjadi di tempat itu, namun beberapa warga yang bermukim dekat pura juga terkadang merasakan aura magis yang sangat kuat.

Bahkan, pernah suatu hari terlihat seorang lelaki tua dengan rambut putih, duduk termenung menghadap ke selatan. Warga yang melihat pun tidak berani menyapa. Sebab, lelaki yang dilihat itu nampak aneh. Tidak seperti manusia pada umumnya. “ Di samping itu, ada juga ular poleng di sekitar sana,” jelasnya.

Disebutkannya, yang berstana di Pura Pangkung Pastu adalah Ratu Ayu Mas Magelung. Segala keinginan yang dimohon di tempat tersebut diyakini akan terkabul. “Yang namanya memohon dimana saja bisa. Asal meminta dengan ikhlas dan tulus, pasti akan diberikan anugerahnya. Tapi ya tidak instan, semua ada prosesnya juga,” ungkapnya.

Sebelum terdapat palinggih seperti saat ini, dahulu hanya ada satu palinggih berupa batu paras. Di depannya terdapat dua pohon besar. Satu pohon berada di tengah-tengah, dan satunya lagi berada tepat di ujung tebing.

Pohon besar yang berada di tengah-tengah tersebut kini telah ditebang warga, karena bermimpi penunggu di Pura Pangkung Pastu ingin dibuatkan palinggih. Sesaat setelah pohon itu ditebang, salah seorang warga lainnya bermimpi. Di mimpi itu terlihat seorang lelaki mengenakan busana adat putih kuning. Namun, tubuhnya terpotong-potong.

Kini hanya tersisa satu pohon saja di ujung tebing itu. “Dahulu palinggihnya ya batu, seperti paras. Di atasnya ada kayu. Karena kayunya terbakar, tinggal pondasinya saja sekarang,” tuturnya.

Rabu, 24 Februari 2021

KELAHIRAN SANAN EMPEG Hidup – Meninggal - Hidup


Kelahiran sanan empeg,  merupakan kelahiran melik.  Ciri dari kelahiran ini. Diapit saudara yang meninggal. Pengalaman kami dari ribuan, yang telah melaksanakan penebusan di Gedong Suci.  Ketika kecil anak ini akan agak nakal, saat remaja anak ini tergolong cerdas. Namun ketika tengah umur keatas biasanya nasibnya kurang baik, rejeki merosot, sakitnya tidak jelas, dan terkadang kebingungan di usia senja. 

Maka dari itu, untuk menetralisir hal itu terjadi, seyogyang dilakukan penebusan melik, yang diruwat oleh seorang Dalang Samirana, yang mempuni ( metaksu ). 

HATI HATI METEBUSIN MELIK,  JANGAN ASAL PRAGAT, ASAL PAEK, ASAL ENGGAL. NAMUN TIDAK SESUAI DENGAN SARIN SASTRA. BANYAK YANG METEBUSAN MELIK ULANG DI GEDONG SUCI, KARENA HAL INI YANG TIDAK DIKETAHUI.

Ada 5 Hal Yang Harus Benar Diperhatikan Saat Ingin Metebusan Melik, Agar Efeknya secara niskala memang baik, tidak hanya sekedar sremonial belaka. Di Gedong Suci Usadha Agung Bali Niskala, ribuan orang sudah melaksanakan penebusan segala jenis melik dan upacara lainnya. 

1. Karena umat sudah mengetahui, ruwatan melik itu menurut Sarinin Lontar Kala Tatwa,  wenang dilaksanakan oleh seorang dalang yang mempuni yang disebut Dalang Samirana. Artinya seorang dalang yang paham tentang Dharmaning Pewayangan, Penglukatan Asta Pungku dan Upacara Pemelikan. Wewenang itu diberikan oleh Ida Bhatara Kala, pada seorang Dalang, akibat kesalahannya memakan sajen seorang dalang yang belum di aturkan.  

Maka untuk menebus kesalahan itu, siapapun yang orang melik, jika sudah diruwat oleh seorang Dalang Samirana, ia akan terhindar dari mati salah pati ulah pati. 

2.  Seorang Dalang itu juga harus mempunyai TAKSU YANG BAIK. Terbuktikan oleh banyak punya murid dan banyak umat yang datang untuk melaksakan upacara. Agar mantra yang diucapkan benar “nyusup” pada orang yang diupakarai. Ciri kalau tidak/kurang mataksu, jarang/tidak akan ada orang yang mencari.


3.  Radius Penebusan Melik, akan sangat dasyat secara niskala jika di dudukung oleh tempat.  Misalnya langsung di Ajeng Sesuwunan, tidak dilapangan,parkiran atau tempat umum lainnya. Sama halnya seperti kita sembahyang di Pura dan di Lapangan, kan memang lain rasanya. Serta kebetulan penebusan melik langsung di Gedong Suci dilaksanakan di Ajeng 19 Sesuwunan yang melinggih di Gedong  Suci Usadha Agung Bali Niskala. 

4. Tapak Widhi, Saat Prosesi acara Penebusan, Ida Sesuwunan langsung tedun Napak Umat. Hingga yang kena gangguan niskala, misalnya di ganggu wong samar, cetik, pepasangan, bebai, akan langsung keluar di tempat, tanpa di sentuh Jro Dalang. 

Teman2 yang ikut nanti, tentu akan merasa merinding sekali, betapa sakralnya peristiwa itu, peserta mendadak kesurupan, memuntahkan cetik dan lain sebaigainya. INI TIDAK ADA DI TEMPAT LAIN KHUSUS DI GEDONG SUCI.

5. BANYAK YANG TIDAK TAU, Mana penebusan melik, mana bayuh oton, mana bayuh petemon, mana bayuh manusa kasakitan, mana bayuh manusa atma katuran dll. SERING KALI BAYUH OTON ITU DIANGGAP BAYUH MELIK. PADAHAL ITU UPAKARANYA BEDA, TEMPATNYA BEDA, TUJUANNYA BEDA, MANTRANYA PUN BEDA.  

INILAH ORANG MELIK YANG PATUT DITEBUSIN. 

Ada Beberapa Jenis Melik, Melik Adnyana, Melik Ceciren, Melik Kelahiran.

MELIK ADNYANA/WIDHI, Orang melik adnyana, biasanya diawali dengan mimpi mimpi ke Pura, Ketemu orang Pakain Putih, Ketemu Petapakan Bhatara ( Rangda atau Barong ), Mimpi bersenggama dengan orang tak dikenal/keluarga, Mimpi Mesiat dengan Leak. 

Celakanya kalau dia ( orang melik ) kalah dalam mesiat lawan LIak, besok ia akan sakit dan bahkan meninggal saat tidur. Orang melik adnyana biasanya berpotensi jadi Balian atau mangku kalau dia punya keturuan/waris mangku/balian dan senang belajar spiritual. Suatu saat ia akan bisa merasakan/melihat mahluk astral/halus.

MELIK CECIREN, orang melik ceciren ada tanda dalam tubuhnya, terkadang di dunia niskala atau di sekala kelihatan nya. 

TANDA TANDA MELIK CECIREN 

1.MELIK CAKRA, Artinya Ada  berupa salah satu sanjata dewata nawa sanga dalam tubuhnya, kadang hanya bisa dilihat tokoh spiritual atau kelihatan nyata di kulit. 

2. Kadengan Apit Wangke,  ada kadengan di kelamin/disekitaranya. Kadengan Celedung Nginyah ada di tengah tengah alis. 

3.Sujenan Di Bokong, 4. Rambut Putih Hanya Beberapa Helai Tak Bisa Hilang, 5. Rambut Gimbal, 6 Jari Tangan/Kaki Lebih, 7. Lidah Poleng, 8.Isuan Lebih dari satu dll. 

MELIK KELAHIRAN, melik ini disebabkan oleh kelahiran manusia itu sendiri.

Diantaranya :

1. Orang yang lahir di Wuku Wayang
2. Anak Tunggal ( tak bersaudara )
3. Tiba sampir ( anak yang lahir berkalungfkan tali pusar )
4. Tiba Angker ( anak yang lahir berbelit tali pusar/tidak menangis )
5. Jempina ( anak lahir premature )
6. Margana ( anak lahir ditengah perjalanan )
7. Wahana ( anak lahir ditengah keramaian )
8. Julungwangi ( anak lahir tatkala matahari terbit )
9. Julungsungsang ( anak lahir tatkala tepat tengah matahari )
10. Julung sarab / julung macan / julung caplok ( anak lahir menjelang matahari terbenam )
11. Walika ( orang kerdil )
12. Wujil ( orang cebol )
13. Kembar ( dua anak lahir bersamaan dalam sehari )
14. Buncing / Dampit ( dua anak beda jenis kelamin lahir bersamaan dalm sehari )
15. Tawang Gantungan ( anak kembar selisih satu hari )
16. Pancoran Apit Telaga ( tiga bersaurdara – perempuan – laki – perempuan )
17. Telaga Apit Pancoran ( laki – perempuan – laki )
18. Sanan Empeg ( anak lahir diapit saudaranya meninggal )
19. Pipilan ( Lima bersaurdara empat perempuan satu laki )
20. Padangon ( Lima bersaudara empat laki satu perempuan)
21.Lulang ( Bersaudara 2, Keduanya Perempuan )
22. Luluta ( Bersaudara 3, Ketiganya Lelaki )
23. Kedukan ( Bersaudara 3, Ketiganya perempuan )

Selain kelahiran melik ada juga beberapa kelahiran yang sangat memerlukan ruwatan khusus, untuk menetralisir efek negative kelahiran yang sangat lebih dominan mempengaruhi kelahiran seseorang.

Dari Kelahiran ini, sebenarnya ada yang indikasi melik, ada yang Lintang Panes, Membuat Rejeki  Merosot, Kesakitan, Mandul dll. Namun  tidak bisa kami jelaskan satu persatu, karena terlalu panjang penjabarannya. Untuk lebih jelasnya silahkan saja, datang ke tempat, sambil Ngelereh Sewitra, Nanti kita bahas bersama sama. 

Diantaranya : Redite Umanis, Redite Pon, Redite Kliwon, Coma Paing, Coma Pon, Anggara Umanis, Anggara Wage, Anggara Kliwon, Buda Umanis, Buda Wage, Buda Kliwon, Wraspati Umanis, Wraspati Pahing, Wraspati Pon, Wraspati Kliwon, Sukra Umanis, Sukra Umanis, Sukra Paing, Sukra Pon, Sukra Kliwon, Saniscara Umanis, Sanicara Wage, Sanicara Kliwon. 

BAGI TEMAN2 YANG INGIN IKUT ACARA INI, BISA JUGA DATANG KONSULTASI SAAT JADWAL BUKA

Selasa :  Pukul  19 :00 –21 : 00 Wita
Kamis  :  Pukul  19 :00 –21 : 00 Wita
Sabtu  :  Pukul   09:00 –12 : 00 Wita
Minggu:  Pukul   09:00 –12 : 00 Wita

Sarana Tangkil konsultasi : Pejati

GEDONG SUCI USADHA AGUNG BALI NISKALA
Banjar Pengosekan, Desa Mas, Kecamatan, Ubud, Kabupaten Gianyar.  Selatan Pura Desa dan Puseh, LIHAT PAPAN NAMA.

Kamis, 18 Februari 2021

Sanggah Kamulan fungsi dan pengertiannya

 




Sanggah Kamulan berasal dari 2 kata, "sanggah" berarti tempat pemujaan, dan "kamulan" berasal dari kata mūla yang berarti awal atau sumber. Jadi Sanggah Kamulan adalah tempat untuk memuja asal mula darimana manusia itu diciptakan, siapakah Beliau?⁣

"Pada kamulan kanan adalah ayahmu, Sang Parātmā. Pada kamulan kiri adalah ibumu, Sang Śivātmā. Pada kamulan tengah adalah Sang Hyang Ātmā (Tuhan), yaitu roh dari ayah dan ibu (yang telah) kembali ke Dalem (asal mula) menjadi Sang Hyang Tunggal" — Lontar: Tutur Gong Besi, lembar 3a⁣

Jadi, umat Hindu bersembahyang dihadapan Sanggah Kamulan tiada lain sedang memuja asal mula diri kita sendiri yaitu Bhaṭāra Hyang Guru (Tuhan Yang Maha Esa).⁣
Gong Besi lebih lanjut menyatakan, "Aku maraga lanang, meraga wadon, meraga daki, dadi aku meraga sawiji, nga. Aku Sang Hyang Tuduh, Sang Hyang Tunggal." — Aku berwujud laki-laki, juga berwujud perempuan, telah menjadi kotor (papā), beragalah Aku sebagai makhluk hidup. Namun sesungguhnya Aku esa tiada duanya. ⁣

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Adapun Lontar Śivāgama, lembar 328, menyiratkan begitu pentingnya Sanggah Kamulan dibangun sebagai satu-satunya pemujaan yang harus ada pada masing-masing pekarangan untuk memuja Bhaṭāra Dalem (Tuhan) sebagai Sang Hyang Ātmā.⁣
"Dia adalah Sang Hyang Paramawisesa dari Dalem Kawi. Kalian sehat berasal dari Dalem, penyakit dari Dalem, kehidupan dari Dalem, kematian juga dari Dalem. Dari Sang Hyang Pemutering Jagatlah asal mula segala sesuatu, menjadi beranekaragam oleh karena Dalem Sendiri." — Lontar: Tutur Gong Besi, lembar 3b.⁣
yo devānām prabhavaś co'dbhavaś ca
vīśvādhipo rudro maharṣiḥ
hiraṇyagarbham paśyata jāyamānam
sa no buddhyā śubhayā samyunaktu
"Dia adalah sumber dan darimana para devatā itu berasal, penguasa segalanya, Mahaṛṣi Rudra (Bhaṭāra Guru), yang mengawasi segala ciptaan alam semesta (Hiraṇya-garbha). Semoga Dia memberikan cahaya pengetahuan kepada kita." — Śvetāśvatara Upaniṣad (4.12)⁣
______________________________ ⁣
Part 2: Sanggah Kemulan sebagai media penghormatan kepada leluhur (bersambung)⁣
Photo: @ayomoto.id

Senin, 15 Februari 2021

KEUTAMAAN BELAJAR KANDA PAT

 


Berikut beberapa hal yang layak untuk dipertimbangkan agar kita lebih cepat dalam menguasai Kekuatan Gaib Kanda Pat :

1. Wajib memiliki Guru
Dalam dunia spiritual berdasarkan sumbernya Guru dibedakan menjadi 4 yaitu :
a. Guru Buku, berguru /belajar melalui kitab-kitab, lontar-lontar , atau riwayat kuno yang memang telah diwariskan secara turun temurun.
b. Guru Hidup, berguru atau belajar dari seseorang yang telah menerima wahyu/pewaris, telah mencapai tarap hidup yg tinggi dalam ilmu, memiliki kekuatan dan ilmu gaib, memiliki kepribadian baik, memiliki ketenangan jiwa dan sabar.
Karena saat kita dalam penggalian, ada saat dan ada hal yang tidak bisa kita mengerti, agar tidak tersesat dan salah kekaden, disinilah peranan Guru Hidup seperti pelita yang mencerahkan sangat diperlukan.
c. Guru Alam, berguru/belajar dari getaran-getaran alam dalam mengolah rasa, sehingga kita mampu mengenali getaran atau rasa yg ada disekitar kita, misal jika kita pergi ke suatu tempat, kebetulan tempat itu angker, ada pepasangan dll maka alam akan mengirimkan sinyal kepada kita, kita menerima sinyal itu dan menterjemahkannya kedalam rasa spt merinding, kesieng kesieng, dada terasa panas, pudak berat, dengan sinyal itu kita menjadi tahu bahwa tempat itu angker.
d. Guru Rahasia, biasanya disebut juga Guru Sejati, untuk bertemu dengan Guru Rahasia harus memiliki kesucian lahir batin. Semua orang memilikinya, tetapi tidak semua bisa menjumpainya, Dia berada di tempat yang rahasia...

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Agar cepat berhasil dalam belajar spiritual mininal kita memiliki 2 guru dari 4 guru yang ada yaitu Guru Buku dan Guru Hidup.
2. Kepercayaan yang kuat
Kepercayaan merupakan suatu keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu ajaran spiritual adalah benar atau nyata, dan layak untuk dipelajari dan diresapi. Tanpa kepercayaan ini mustahil kita bisa memiliki Kekuatan Gaib Kanda Pat.
3. Ketekunan dalam menjalani
Ketekunan merupakan sikap keras dalam berusaha, kesungguhan dalam belajar dan keasyikan atau ada rasa kecintaan didalamnya. Berusaha keras dalam mengekang hawa nafsu, berusaha keras menyelesaikan tirakat/laku, bersungguh sungguh menjauhkan diri dari kenistaan.
4. Sabar.
Belajar spiritual harus dilatih sedikit demi sedikit (tinelatih amrih titik,) wening hening, tidak boleh kesusu (grasa grusu), harus dimengerti di dalam batin melalui olah rasa. Karena siapapun yang ingin memiliki kekuatan gaib Kanda Pat akan diuji oleh kekuatan itu sendiri. Geng yasa geng goda, semakin tinggi kekuatan gaib yg kita inginkan, semakin tinggi cobaan dan godaannya.
5. Tidak ngerusak pagar ayu
Tidak berselingkuh, mengurangi senggama.
Layak tidaknya kita mendapatkan Kekuatan Gaib Kanda Pat, tergantung dari usaha dan ketekunan kita dalam menjalani, karena itu "kesabaran" menjadi amat penting disini.
Sumber : Jaga Satru, Kanda Pat Sari, tuntunan Sembah Hyang Sri Empu Dwijananda
Sebelumnya dari lubuk hati yang terdalam izinkan tiang meminta maaf kepada Para Sepuh di Group niki, atas kelancangan tiang menulis beberapa saran yang mungkin layak untuk dipertimbangkan dalam belajar Kanda Pat, tidak ada niat sedikitpun untuk menggurui, hanya ingin berbagi cara dan jalan semoga bisa menjadi salah satu pilihan. Jika ada yang kurang mohon untuk ditambahkan!