Sabtu, 15 September 2018

Segehan







CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

MAKNA, TATA CARA DAN JENIS SEGEHAN DALAM HINDU BALI
(dikutip dari Lontar Kala Tatwa,Lontar Bhamakertih, Susantra Smerti dan berbagai sumberlainnya)

Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan.
Jenis-Jenis Segehan
1. Segehan Kepel Putih
Segehan kepel putih ini adalah segehan yang paling sederhana dan biasanya seringkali di haturkan setiap hari.
2. Segehan Putih Kuning
Sama seperti segehan putih, hanya saja salah satu nasinya diganti menjadi warna kuning.
biasanya segehan putih kuning ini di haturkan di bawah pelinggih adapun doanya sebagai berikut :

Om. Sarwa Bhuta Preta Byo Namah.
Artinya :
Hyang widhi ijnkanlah hamba menyuguhkan sajian kepada bhuta preta seadanya.
3. Segehan Kepel Warna Lima (Manca Warna)
Sama seperti segehan kepel putih, hanya saja warna nasinya menjadi 5, yaitu putih, merah, kuning, hitam dan brumbun. Dan penempatan warna memiliki tempat atau posisi yang khusus sebagi contoh ;
Warna Hitam menempati posisi Utara.
Warna Putih menempati posisi Timur.
Warna merah menempati posis selatan.
Warna kuning menempati posisi Barat.
Sedangkan Warna Brumbun atau kombinasi dari ke empat warna di atas menempati posisi di tengah tengah, yang bisa di katakan Brumbun tersebut sebagai Pancernya.


Segehan Manca Warna ini biasanya di letakkan pada pintu masuk pekarangan (lebuh pemeda­l)atau di perempatan jalan adapun doa dari segehan manca warna ini adalah :

Om. Sarwa Durga Prate Byo Namah.
Artinya :
Hyang Widhi Ijinkan Hamba Menyuguhkan Sajian Kepada Durga Prete Seadanya
4. Segehan Cacahan
Segehan ini sudah lebih sempurna karena nasinya sudah dibagi menjadi lima atau delapan tempat. sebagai alas digunakan taledan yang berisikan tujuh atau Sembilan buah tangkih.
Kalau menggunakan 7 (tujuh) tangkih, sebagai berikut:


Dagang Banten Bali


5 tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di timur, selatan, barat, uatara dan tengah.
1 tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam.
1 tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
kemudian diatas disusun dengan canang genten.
Kalau menggunakan 9 (sembilan) tangkih,sebagai berikut:

9 tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di mengikuti arah mata angin.
1 tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam.
1 tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
kemudian diatas disusun dengan canang genten.
Keempat jenis segehan diatas dapat dipergunakan setiap kajeng kliwon atau pada saat upacara–upacara kecil, artinya dibebaskan penggunaanya sesuai dengan kemampuan.


5. Segehan Agung
Merupakan tingkat segehan terakhir. Segehan ini biasanya dipergunakan pada saat upacara piodalan, penyineban Bhatara, budal dari pemelastian, serta menyertai upacara Bhuta Yadnya yang lebih besar lainnya. Adapun isi dari segehan agung ini adalah; alasnya ngiru/ngiu, ditengahnya ditempatkan daksina penggolan (kelapanya dikupas tapi belum dihaluskan dan masih berserabut), segehan sebanyak 11 tanding, mengelilingi daksina dengan posisi canangnya menghadap keluar, tetabuhan (tuak, arak, berem dan air), anak ayam yang masih kecil, sebelum bulu kencung ( ekornya belum tumbuh bulu yang panjang) serta api takep (api yang dibuat dengan serabut kelapa yang dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk tanda + atau tampak dara).

Adapun tata cara saat menghaturkan segehan adalah pertama menghaturkan segehannya dulu yang berdampingan dengan api takep, kemudian buah kelapanya dipecah menjadi lima, diletakkan mengikuti arah mata angin, kemudian anak ayam diputuskan lehernya sehingga darahnya menciprat keluar dan dioleskan pada kelapa yang telah dipecahkan tadi, telor kemudian dipecahkan, di”ayabin”
kemudian ditutup dengan tetabuhan. Doa dalam menghaturkan segehan ini adalah :

Om. Arwa kala perete byo namah.
Artinya :
Hyang Widhi Ijinkanlah Hamba Menyuguhkan Sajian Kepadakala Preta Seadanya.




Setiap menghaturkan segehan lalu di siram dengan tetabuhan, tetabuhan ini bisa menggunakan air putih yang bersih, atau tuak, brem, dan arak. Dengan cara mengelilingi segehan yang di haturkan. Ketika menyiram atau menyiratkan kita ucapkan doa :
Om. Ibek Segar, Ibek Danu, Ibek Bayu, Premananing Hulun.
Artinya :
Hyang Widhi semoga hamba di berkahi bagaikan melimpahnya air laut, air danau, dan memberi kesegaran jiwa dan batin hamba.
Unsur-unsur Segehan
Setiap unsur-unsur dari segehan sejatinya memiliki filosofi didalamnya, berikut penjelasannya:
Alas dari daun / taledan kecil yang berisi tangkih di salah satu ujungnya. taledan = segi 4, melambangkan arah mata angin.
Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan rwa bhineda
Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin).
Di atasnya disusun canang genten.
Tetabuhan Arak, Berem, Tuak.

Mantra Ganesha


Dagang Banten Bali


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Bija Mantra Japa Pemujaan Dewa Ganesha
1. 0m Gam Ganapatayae Namaha
Mantra ini dipergunakan untuk memulai sesuatu yang baru, seperti memulai perjalanan, mengadakan usaha baru, buka kantor baru, penandatanganan kontrak-dagang baru, sehingga pelaksanaan usaha tidak menemui hambatan-hambatan.

2. Om Namo Bhagawate Gajaanaaya Namaha
Mantra ini untuk meminta kehadiran Ganesha, dan akan dapat dirasakan kehadirannya.

3. Om Shri Ganeshaaya Namaha
Mantra ini untuk meningkatkan daya-ingat (terutama pelajar dan mahasiswa) untuk mencapai tingkat lebih tinggi dalam belajar.

4. Om Wakratundaaya Hum
Mantra ini sangat kuat untuk menghambat dan menghilangkan pikiran-pikiran buruk, baik untuk pribadi maupun untuk manusia di tingkat nasional maupun internasional bahkan tingkat universal. Sering dipergunakan untuk mengusir setan. Dapatjuga untuk penyembuhan penyakit yang berkaitan tulang belakang (dari bawah ke atas) dan penyakit dipaha.

5. Om Kshipra Prasadaya Namaha
Mantra ini bersifat "instant" (cepat sekali). Mantra ini diucapkan, ketika ada bahaya atau kesulitan yang sudah tidak bisa diatasi sendiri.

6. Om Shreem Kleem Glaum Gam Ganapatayae Vara Varada Sarva Janamah Vashanamanaaya Svaha
Mantra ini mengandung bermacam-macam benih mantra. Tujuannya adalah untuk mohon berkat dan untuk penyerahan diri.

7. Om Sumukhaaya Namaha
Mantra ini sesungguhnya memiliki banyak arti, tujuannya menjadikan manusia menjadi cantik, baik (tubuh dan spritual) dan untuk hal-hal lain yang baik. Dengan sering mengucapkan mantra ini, akan menimbulkan rasa kasihsayang. 


8. Om AekadanTaaya Namaha
Mantra ini akan sangat membantu kepada mereka yang ingin "memusatkan" pikiran dan perasaan dalam bermeditasi. Jika dilakukan terus menerus, maka keinginan dapat dicapai.

9. 0m Kapilaaya Namaha
Mantra ini untuk menyembuhkan manusia yang sedang sakit, karena mantra ini menciptakan warna dan tubuh anda, dan warna-warna itu dapat "disalurkan" kepada yang sakit untuk disembuhkan. Mantra ini juga dapat dipergunakan untuk memohon agar keinginan seseorang dapat tercapai.

10. Om Gajakaranakaaya Namaha
Anda dapat mengucapkan mantra ini dimana saja. Penggunaan mantra ini adalah untuk dapat mendengarkan suara-suara dari alam gaib, baik dari berbagai jenis makhluk halus maupun dari mereka yang sudah meninggal. Mantra ini dapat membantu "membuka" cakra (7 cakra) dan 72000 nadi (saluransaluran kecil). Mantra ini cocok untuk mereka yang ingin maju di bidang pengembangan kebatinannya.

11. Om Lambodharaaya Namaha
Mantra ini digunakan untuk "menyatukan" diri anda dengan jagat-raya (alam semesta). Anda menjadi manunggal dengan alam-semesta dan menghasilkan rasa-damai tingkat tinggi, anda merasakan menjadi alam-semesta. Mantra ini sangat cocok dipergunakan mereka yang melakukan "olah batin". 


12. Om Wikataaya Namaha
Mantra ini membantu manusia mengetahui dan merasakan bahwa dunia material adalah maya dan ada "sesuatu" dalam diri sendiri yang lebih nyata dan abadi. Kesadaran yang diperoleh dari mantra ini, adalah dapat menjauhkan diri dari "keterikatan duniawi” dan menemukan ketenangan batiniah. Dunia hanya sebuah drama dan setiap orang menjadi pemeran tertentu dalam setiap kehidupannya di dunia yang fana ini.

13. Om Wighna Nashanaaya namaha
Mantra ini untuk mengatasi kesulitan pribadi dan hambatan-hambatan dalam diri sendiri. Kesulitan dan hambatan tsb. Dapat "dibebaskan" dengan mantra ini.

14. Om Winayakaaya Namaha
Mantra ini dipergunakan untuk melancarkan segala macam pekerjaan/usaha. Anda akan dapat menguasai dan memecahkan masalah dengan baik serta membuat "masa keemasan".

15 Om Dhumraketuvae Namaha
Mantra ini untuk membantu menciptakan perdamaian dunia, terutamajika pengaruh komet Halley sedang melanda dunia yang berarti banyak pertumpahan darah (keributan-keributan) di seluruh dunia. Mantra ini baik sekali untuk para pemimpin.

16. Om Ganadhyakshaaya Namaha
Mantra ini sangat bermanfaat untuk penyembuhan penyakit secara massal (beramai-ramai). Mantra ini menyembuhkan penyakit, jika diucapkan bersama-sama banyak orang.

17. Om Bhalachandraaya Namaha
Mantra ini menyembuhkan penyakit pada diri sendiri. Mantra ini mengaktifkan cakra yang berada di tengahtengah kening. Cakra ini bersimbol bulan-separoh dan letaknya di tengah-tengah kening. Simbol tersebut Melukiskan pengembangan, ketenangan, dan kedamaian. 


18. 0m Gajaananaaya Namaha
Mantra ini untuk memperoleh kesadarantertinggi, kesadaran tak terbatas. Mantra ini sangat cocok untuk mereka yang memperdalam olah-batin. 







 berbagi cahaya

1. BERSYUKUR DAN BERTERIMAKASIH. ~ Datanglah ke tempat suci dengan hati yang penuh dengan rasa syukur. Syukuri apa saja yang sudah Anda miliki. Entah kesehatan tubuh, keluarga yang sedang bertumbuh. Kurangi menoleh ke atas, belajar memilih pembanding ke bawah. Di puncak rasa syukur, lantunkan doa ini berulang-ulang ke 11 arah mata angin : "Terimakasih, terimakasih, terimakasih".
2. DOAKAN AGAR SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. ~ Dimana-mana angka bunuh diri, penghuni rumah sakit jiwa, korban HIV/AIDS, korban narkoba, angka perceraian, kekerasan, semuanya serba meningkat. Sebagaimana kegelapan yang merindukan datangnya cahaya, dunia yang semakin menyentuh ini sedang mengundang jiwa-jiwa indah seperti Anda untuk berdoa dengan tulus dan halus. Awali doa dengan membayangkan penderitaan alam samsara yang mudah mengundang air mata. Dari rumah sakit jiwa, rumah sakit yang penuh dengan manusia menderita, panti jompo, panti asuhan. Begitu di dalam terasa tersentuh, apa lagi meneteskan air mata, di sana lantunkan doa indah : "Semoga semua mahluk berbahagia".
3. MENGAMBIL PENDERITAAN [TONGLEN]. ~ Bagi sahabat yang jiwanya sudah dewasa, apa lagi bercahaya, datanglah ke tempat suci untuk mengambil penderitaan alam bawah di sana. Visualisasikan kesedihan binatang yang dibunuh, mahluk setan yang kelaparan, alam neraka yang panas dan ganas. Begitu gambarnya jelas, saat menarik nafas bayangkan Anda mengambil asap hitam dari setiap pori-pori tubuh Anda. Tatkala menghembuskan nafas, bayangkan cahaya putih memancar indah keluar dari setiap pori-pori tubuh Anda. Jika Anda memerlukan mantra, lafalkan "Maha Karuna" [belas kasih yang Agung] saat nafas masuk, ucapkan kata "Maha Maitri" [cinta kasih yang Agung] saat nafas keluar. Ingat jiwa-jiwa yang indah, ukuran terindah cinta adalah mencintai tanpa pernah mengukurnya.
~[YM Guru Gede Prama]~









MAKNA DARI KATA ASTUNGKARA, SVAHA DAN TATHASTU
Beberapa tahun belakangan ini kita sebagai orang Bali yang beragama Hindu mungkin sudah sering mendengar kataAstungkara, Svaha dan Tathastu. Namun kadang mungkin ada orang yang tidak tahu apa sebenarnya makna saat kita mengucapkan ke tiga kata tersebut dan kapan kita boleh mengucapkan kata tersebut. Astungkara berasal dari kata Astu kemudian mendapat akhirang "ng" (berfungsi sbg penegas) dan Kara. Astu berarti semoga terjadi dan Kara berarti penyebab, dan kata penyebab dalam hal ini merujuk kepada Tuhan. Jadi Astungkara berarti semoga terjadi atas kehendak-Nya. Svaha Atau Swaha adalah nama dari permaisuri dewa Agni. Swaha bagaikan sebuah lagu rohani dan juga berarti semoga diberkati. Swaha adalah ucapan yang umumnya diucapkan di akhir sebuah mantra. Seperti kata “Om” yang diucapkan di awal mantra, “Swaha” diucapkan di akhir mantra. Tathastu berasal dari kata Tat dan Astu, Tat berarti itu, kata “itu” merujuk pada doa atau permohonan yang diucapkan, sedangkan Astu berarti semoga terjadi. Jadi Tathastu berarti terjadilah seperti itu. Saat kapan sebaiknya menggunakan kata Astungkara, Svaha dan Tathastu?


Astungkara diucapkan saat kita sedang menyampaikan harapan, keinginan dan doa pribadi kita kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, contohnya “Astungkara nanti bisa menjawab soal ujian dengan baik dan benar” Atau contoh lain “Astungkara perjalanan saya nanti tanpa menemui hambatan dan selamat sampai di tujuan”.
Svaha diucapkan di akhir pengucapan sebuah mantra suci, setiap menghaturkan persembahan atau setiap menuangkan persembahan ke dalam api suci. kita sering mengucapkan kata svaha ini saat kita melakukan kramaning sembah. contoh “Om Namah Sivaya, Svaha ”.
Tathastu diucapkan untuk meng-amini atau untuk ikut mendoakan apa yang menjadi harapan dan doa orang lain supaya bisa terwujud sesuai dengan harapan orang tersebut. sebagai kata untuk mengamini biasanya kata tathastu ini diucapakan oleh orang lain sebagai bentuk dukungan kepada orang lain yang sedang berharap sesuatu kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Contoh “Astungkara tahun depan saya bisa membeli rumah, orang yang mendengar atau orang yang diajak bicara bisa menjawab atau mengucapkan kata Tathastu. Jadi bisa ditarik kesimpulan kata Astungkara, Svaha dan Tathastu adalah sebuah kata suci yang diucapakan untuk sebuah doa yang tulus dan ikhlas, doa yang baik untuk kebaikan dan tidak boleh mengucapkan kata tersebut untuk doa yang bersifat mencelakakan orang lain atau mengharapkan orang lain sengsara.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI





Dharmasastra.V.109.
“Adbhirgatrani suddhyanti, Manah satyena suddhyanti,
Widya tapobhyam bhutanam, Budhir jñana suddhyanti”

Terjemahannya:
Tubuh disucikan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran (satya),
Atma disucikan dengan Tapa Brata, Budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Memuja Leluhur atau Memuja Tuhan?




Baru saja ada yg mengatakan bahwa memuja Leluhur atau memuja Alam itu sama saja dg Memuja Tuhan. Karena kl dianalisa lbh dalam, leluhur pertama dr kita semua adalah Tuhan Juga. Spt dlm Mantram Gayatri yg disebut SAWITA. Dia adlh leluhur pertama. Demikian pula memuja alam sama dg memuja Tuhan, krn alam mendapatkan kekuatan juga dr Tuhan. Laut, Gunung, Matahari, sumber dr semua sumber energynya adalah Tuhan. Jd mwmuja kekuatan alam juga sama dg memuja Tuhan.
Tapi sejauh manakah hal itu benar dan bisa dipraktekkan dan bermanfaat untuk kemajuan Spiritual kita?
Saya akan mulai dgn mengulang sebuah kisah nyata yg pernah sy dengar:
Suatu hari seorang Guru hrs menjlaskan/menjawab pertanyaan yg mirip2 dg kasus di atas.
Pertanyaannya adlh: Kalau semua kerja adalah Brahma seperti dlm ajaran Madhuvidya (brahmacarya), bahwa makan, minum, tidur, mandi, sembahyang, memuja, dan apapun yg dilakukan adlh Brahma. Lalu mengapa kita harus melakukan sadhana, berbuat baik dsb?
Krn jawaban dr pertanyaan tsb bukan sebatas intelek, tp bgmn memahaminya maka sulit dijabarkan dg kata2, Guru menunggu sesaat dan....
Tiba2 Guru memukul murid tsb dg sangat keras tanpa ampun. Murid pun kaget dan menjerti kesakitan, tdk mengerti mengapa dia dipukul sedemikian. Apakah karena salah tlh bertanya demikian? Tapi dia tdk berdaya menerima kemarahan Guru. Setelah cukup, sambil trs memukulnya, Guru berkata, "Sekarang lihatlah Brahma (Guru) memukul Brahma (murid) dg Brahma(tongkat), dan Brahma merasakan Brahma (kesakitan)....
Lalu hening sejenak....
Setelah itu muridpun faham dan Guru menjelaskan, "Karena masih ada ego, dr aku yg kecil, maka Sadhana wajib dilakukan. Sampai realisasi "aham brahma asmi" sempurna dlm kesadaran dan belenggu dualisme terlampaui, saat itu, SEMUA KERJA ADALAH BRAHMA.
Nah kembali ke Topik pertanyaannya, apakah memuja leluhur tdk sama dgmemuna Tuhan? Jawabannya, bisakah kita melihat Tuhan saat memuja leluhur? Bisakah kita melihat Tuhan saat memuja ibu dan bapak? Bisakah kita melihat Tuhan ketika memuja Dewa dewa? Bisakah kita melihat Tuhan saat memuja alam spt Laut, Gunung, angin dsb ? Kl iya... maka TIDAK MASALAH. Pujalah Orangtua, leluhur, dewa dewa, roh alam dsb. seperti Weda mendeklarasikan
sarva khalu idam brahma....
Nyatanya, dlm keadaan terikat oleh maya, aku dan nafsu duniawi, orang memuju leluhur karena rasa takut, karena keterikatan badan kasar, hubungan darah, tradisi, dsb nya. Dgn keadaan demikian... bisakah kita berharap akan mendapatkan realisasi Tuhan dg memuja orang tua, leluhur dan roh alam?


klasifikasi bipatrisi


Klasifikasi Jagad
Konsep klasifikasi kosmik, atau cara pandang manusia atas tatanan jagad atau semesta alam. Klasifikasi jagad ini bukanlah barang baru di sudut-sudut Nusantara ini (Koerniatmanto Soetoprawiro, 1996). Dalam Ilmu Anthropologi konsep ini dikenal dengan klasifikasi bipatrisi (Rwa Bhineda), klasifikasi tripartisi (Tri Hita Karana), dan klasifikasi kuadripartisi (Catur Loka Phala).
a. Konsep Rwa Bhineda
Dalam konsep ini jagad dipandang sebagai sesuatu yang terdiri atas dua bagian yang saling bersebarangan, namun saling melengkapi dan saling tergantung. Tidak akan ada sesuatu yang disebut kiri apabila tidak ada sesuatu yang disebut kanan. Tidak ada wanita tanpa laki-laki. Jagad di dalam pandangan ini senantiasa bersifat dwitunggal. Loro-loroning atunggal, dalam bahasa Jawa.
b. Konsep Tri Hita Karana
Dalam konsep yang merupakan kontribusi Mpu Kuturan ini, wilayah dipandang sebagai sesuatu yang terdiri atas tiga bagian harmonis yang seimbang atau saling mengimbangi. Ketiga bagian tersebut adalah:
1) Uttama Mandala atau Wilayah Parhyangan atau alam dewa, dalam arti tereksanya relasi antara manusia dengan Sang Hyang Widhi Wasa.
2) Madhya Mandala atau Wilayah Pawongan atau alam manusia, dalam arti tereksanya relasi antara manusia dengan sesamanya.
3) Nishtha Mandala atau Wilayah Palemahan atau alam bawah, dalam arti tereksanya relasi antara manusia dengan alam semesta.
Hubungan yang serba harmonis ini terselenggara demi reksa kesejahteraan kehidupan atau sukerta sakala-niskala. Konsep ini dikenal pula sebagai konsep Triloka yang terdiri atas swahloka, bhwahloka, dan bhurloka.
c. Konsep Catur Lokapala
Konsep yang juga umum dikenal adalah konsep Catur Lokapala , atau yang di dalam budaya Jawa dikenal sebagai konsep Mancapat.
Dalam konsep ini jagad terdiri atas empat unsur atau elemen yang termanifestasi ke dalam empat penjuru mataangin (timur, selatan, barat, dan utara), yang bersatu dengan elemen kelima yang terdapat di pusat, menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Keempat elemen ini terdapat pula di jagad gede atau bhuwana agung maupun di bhuwana alit atau jagad cilik. Elemen-elemen padabhuwana agung itu adalah tanah, api, angin, dan air. Sedangkan elemen-elemen pada bhuwana alit adalah daging, sumsum, nafas,dan darah. Masyarakat Bali mengenal konsep ini juga dalam bentuk kanda mpat, panca maha bhuta, dan panca kosika (Hooykaas, 1974). Adapun konsep klasifikasi jagad menjadi enam atau delapan bagian itu merupakan varian dari konsep Mancapat itu sendiri


Rabu, 12 September 2018

Caru Rsi Gana






1. Pengertian
Kata Rsi Gana berasal dari dua suku kata, yakni Rsi dan Gana.
Rsi artinya pendeta yang sudah melakukan dwijati atau sudah mediksa.
Di India, istilah untuk menyebutkan para dwijati ialah Rsi maupun Bhagawan, yang sama-sama memiliki arti ‘beliau yang mulia’.
Dalam teks Brahmasutra, kata Rsi itu artinya ‘mantra drstarah iti rsih’ atau mantra drstarah yang melihat mantra itu, yang menerima wahyu itu dari Tuhan, dan menjalani wahyu itu.
Jadi secara umum, Rsi merupakan orang yang menerima pengetahuan suci dari Tuhan.
Sementara Gana, artinya hitungan atau kebijaksanaan.
Maka konsep Rsi Gana itu adalah, bagaimana orang melakukan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan, berdasarkan wahyu Tuhan.

2. Banten
 Banten Caru Rsi Gana alit 
- Caru yi ulu, awak, ikut
- Nasi Rsigana dan lawar Rsigana 
- Sesayut Rsigana
- pemelaspas bambang n pemiak kala 
- Ganda Rsi 
- 2 pane 
- cane 

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Rsi Gana alit maka dia cukup menggunakan caru siap brumbun.
Rsi Gana alit yi membuat olah-olahan caru siap brumbun sebagai alas atau tatakan dengan urip 33, setelah itu barulah diisi dengan tetandingan Rsi Gana.
Menggunakan bebek putih jambul
Bisa juga dilakukan dengan Rsi Gana Madya, tambahannya adalah menggunakan caru manca sato.
Ada juga Rsi Gana Agung. Sebenarnya semua ini sama saja tetandingannya, tetapi alas atau tatakannya yang berbeda. Kalau yang agung ini, biasanya menggunakan kambing.

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI

3. MaknaDalam konsep Purana, Rsi Gana merupakan perwujudan Dewa Ganesha.
Gana itu mendapatkan winten oleh ayahandanya, Dewa Siwa, menjadi Rsi Gana.
Tujuan Dewa Siwa memberikan tugas itu pada Dewa Ganesha adalah dalam rangka melaksanakan tugas untuk meruwat ibunya, Dewi Uma, yang telah mengalami proses degradasi.
Yakni kemerosotan karakter dewata menjadi karakter keraksasaan yang tiada lain berupa Durga Dewi.
Itu berarti, Rsi Gana secara umum adalah Dewa Ganesha yang telah berubah status menjadi Rsi atau pendeta, yang memiliki tugas untuk meruwat Durga Dewi.
Dalam kaitannya ritual di Bali, bahwasanya setiap melakukan ritual tingkat palemahan (lingkungan), mungkin karena disebabkan oleh musih atau memang ingin mengembalikan alam ini menjadi original, disitulah peran penting caru Rsi Gana.
Karena alam-alam yang tidak harmoni diyakini sudah dipengaruhi Durga Dewi dengan cara menyebarkan para bhuta kala, jin, memedi, dedemit, bragala, bragali dan makhluk bersifat keraksasaan lainnya.
Maka dengan demikian, perlulah upacara Rsi Gana.
Sekarang kalau kita berbicara masalah Rsi Gana, apakah dia caru? Sebenarnya secara substansi dia tidak ditujukan kepada Durga Dewi.
Justru caru Rsi Gana atau tetandingan Rsi Gana itu menurut beberapa sumber, memang sebagai pengeruatan Durga Dewi agar agar kembali menjadi Dewi Uma.
Yakni, dari yang Ugra atau karakter keras (kroda) menjadi karakter yang Santhi.


Jadi Rsi Gana inilah sebenarnya akan menetralisir kekuatan Durga Dewi melalui puja Rsi Gana Stawa.
Menetralisir alam ini untuk berada pada posisi nol (0) atau damai kembali.
Rsi Gana ini tentu tidak berdiri sendiri, di sinilah kemudian ada yang disebut dengan alas atau dalam bahasa Bali disebut tatakan.
Tatakannya inilah caru itu. Kalau dia mengggelar Rsi Gana alit maka dia cukup menggunakan caru siap brumbun.

Jadi kesimpulannya, tujuan dari ritual Rsi Gana ini adalah mengambalikan alam ini ke unsur-unsur kedewataan. (*)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Ngeruwat Durga Dewi dengan Caru Rsi Gana, http://bali.tribunnews.com/2016/08/01/ngeruwat-durga-dewi-dengan-caru-rsi-gana?page=2.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta
Editor: Ida Ayu Made Sadnyari


Minggu, 09 September 2018

Sapta Sindhu dan Sapta Saraswati




Dewi Saraswati sangat populer di tradisi Hindu. Di luar India sendiri juga dipuja di daerah Asia yang lain yaitu Jepang, Tibet, Indonesia, dsb. Begitu banyak perwujudan Beliau dalam berbagai ekspresi ungkapan rasa bhakti. Dewi Saraswati menempati posisi yang sangat penting dalam sistem keyakinan Hindu sejak jaman Weda. Dewi Saraswati selalu dikaitkan dengan Ilmu Pengetahuan, Kebijaksanaan, Seni dan Kebudayaan. Sehingga Dwijati adalah dilahirkan melalui Saraswati bukan dari yang lain.
Oleh karena begitu pentingnya Saraswati maka berbagai hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan…yakni pada lembaga-lembaga pendidikan, perpustakaan, dan yang lainnya yang terkait riset dan teknologi simbol dan nama dari Dewi yang cantik yang merupakan icon Ilmu Pengetahuan pasti akan dapat ditemukan serta juga digunakan untuk nama seseorang.
Konsep Saraswati dan pemujaanNya dapat ditemukan di kitab suci yang tergolong Maha Purana (Weda ke-5):
Padma Purana
Lingga Purana
Bhagawata Purana
Dewi Bhagawata Purana
Brahma Wiwarta Purana
Brahma Purana
Wisnu Purana
Wama Purana
Skanda Purana
Agni Purana
Matsya Purana
Dewi Saraswati dipuja dengan penuh keagungan dan dimohonkan anugrahNya sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan, Dewi Sungai, Dewi Kemakmuran secara mantap dan khidmat.

Selasa, 04 September 2018

pembebasan akhir, dengan Yoga, pernafasan.



Dagang Banten Bali



CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sistem filsafat Rasesvara menghadirkan tahapan puncak dari sistem pengobatan India yang disebut ayur Veda dan diantara  delapan) cabang ayur Veda yang dikenal baik, pengobatan, pembedahan dan kebidanan. Sistem Rasesvara  menghadirkan suatu dorongan pada konsepsi Rasayana yang lebih awal. Menurut Caraka, Rasayana berhasil dalam memperpanjang umur, memperkuat ingatan, membuat awet muda  dan sebagainya.
Rasesvara menyatakan bahwa masalah kimia merupakan suatu  ilmu pengetahuan yang berguna. Ia menyatakan bahwa air raksa yang diproses dan dimurnikan  dengan cara seperti yang diberikan dalam kepustakaan Rasesvara, apabila dicampur dengan logam, seperti: besi, tembaga, perak, dan timah dalam proporsi 1atau1000 dari total berat logam lainnya itu, akan merubahnya menjadi emas. Rasesvara memberikan imformasi tentang segala sesuatu yang diperlukan  guna pemrosesan dan pemurnian air raksa. Ia memberikan penjelasan tentang warna, rasa dan bau serta rincian lain untuk mengidentifikasi rerumputan untuk obat-obatan serta menyatakan tentang ciri-ciri tempat, dimana ia dapat ditemukan. Logam dapat diberi suatu warna dan warna dari logam asli dari logam dapat dirubah dan menunjukkan tata cara melakukan hal itu. Ia dapat memroses dan memurnikan air raksa, yang apabila dipergunakan dapat membuat badan yang mempergunakannya dapat berjalan di atas air, dapat pergi ribuan kilometer tanpa merasa lelah, tak dapat dibelenggu dengan rantai besi, tak dapat dilukai oleh senjata apapun, dan tak terbakar oleh api, dapat terbang di udara, dapat berbicara dengan dewa-dewa di surga dan dapat kembali ke bumi.
Menurut Rasesvara, tak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama dan keduanya berjalan bergandengan. Ada pelaksanaan keagamaan tertentu yang tetap terpelihara dan upacara keagamaan tertentu yang dilakukan agar mencapai keberhasilan dalam memeroses dan memurnikan air raksa, sedemikian itu agar terbebas dari kematian, penyakit dan usia tua. Pengulangan secara internal rangkaian suara simbolik tertentu (mantra japa), inisiasi spiritual dan pemujaan bentuk phalus dari Saiva , menggenakan air raksa (rasa Liņgam), semuanya diperlukan dan akhirnya keberhasilan tergantung kepada anugerahNya.
Rasesvara Saivaisme tidak mengakui teknik dari Nyaya, Vaisesika, ataupun Vedanta. Ia mengambil teknik dari Saivaisme dualis; sehingga dalam Rasarnava, ditemukan referensi tentang Sakti pada dan Pasa, dimana Isa dan SadaSaiva  juga dinyatakannya. Rasesvara Saivaisme menghadirkan Mahesvara, Tuhan tertinggi sebagai Mahatahu dan Mahakuasa, yang pada pokoknya halus (suksmarupa) dan bebas dari segala ketidakmurnian, (niranjana). 


Tuhan tertinggi dinyatakan menciptakan dan menghancurkan segala sesuatu  dengan kehendakNya. Segenap alam semesta muncul dari padaNya, memiliki keberadaan di dalamNya dan secara pokok identik denganNya. Roh pribadi, diakui identik dengan yang tertinggi dan setelah menghilangkan segala ketidakmurnian dapat memperoleh pembebasan melalui anugrahNya. Pembebasan dalam kehidupan ini (jìvanmukti) merupakan kesadaran tentang identitas sang roh, yang ada  di dalam badan yang abadi dengan Saiva .
Rasesvara Saivaisme sangat meragukan pembebasan setelah kematian yang dijanjikan oleh beberapa aliran pemikiran filsafat. Tak ada bukti langsung untuk meyakinkan kita bahwa pembebasan setelah kemetian benar-benar ada, sehingga  kita dapat mengikuti jalan seperti yang dinyatakan olehnya tanpa keragu-raguan pada pikiran kita tentang pencapaian yang obyektif.
Raseśvara Saiva isme mengakui ada tiga tahapan pembebasan, yaitu Jìvanmukti, Salokya, dan Saiva ta (Gamana). Pembebasan akhir menurut Rasesvara Saivaisme adalah pencapaian kesamaan dengan Saiva . Ia mengakui bahwa pengetahuan merupakan cara untuk pembebasan akhir, dengan melaksanakan Yoga, yaitu dengan pengendalian pernafasan.

Advaita Saiva isme dari Nandikesvara
Advaita Saivaisme didirikan oleh Nandikesvara dengan menyusun kitab Nandikesvara Kasika, dan diulas oleh Upamanyu dalam Tattva Vimarsini. Para bijak atau para murid sistem tata bahasa Pasini dari Advaita Saiva isme ini antara lain: Nandikesa, Patanjali, Vyaghrapat,  dan Visistha. Mereka merenungkan Saiva  untuk mendapatkan ilham dan sebagai anugerahnya Saiva  muncul di hadapan mereka dengan memukul genderang tangannya (damaru). Suara yang dikeluarkannya secara simbolis memberikan 14 sutra.


Sutra-sutra yang diketemukan pada permulaan dari Astadhyayi-nya Pasini, merupakan gambaran yang jelas dari suara genderang tangan Saiva  yang kurang jelas. Para  bijak memungkinkan untuk memahami arti dari Sutra-Sutra tersebut yang diperjelas oleh Nandikesvara dan ia menguraikan artinya dalam 26 buah sloka, dalam Nandikesvara Kasika. Dalam Nandikesvara Kasika, hanya terdapat 1 sloka, yaitu sloka nomor dua yang merupakan pedoman dari Pasini yang ditujukan oleh Nagesa  dalam Udyota-nya. Dikatakan bahwa huruf terakhir pada akhir setiap sutra dari ke 14 sutra diperuntukan bagi Pasini untuk membangun sistem tata bahasa, sedangkan sisanya menghadirkan satu sistem monistik  dari filsafat Śaiva.
Advaita Saiva isme atau Nandikesvara Saiva  memiliki kecenderungan mistik yang lebih mendominir, karena situasi yang memungkinkan untuk menjelaskan sistem ini adalah mistik. Para bijak melakukan pertapaan untuk mendapatkan  penerangan mistis, seperti anugerah yang diberikan oleh Saiva  kepada mereka yang tampak secara mistis  dan mereka mengajar bahwa realitas melampaui semua katagori; yaitu Sang Diri.
Nandikesvara menafsirkan tentang sutra pertama dari Mahesvara Sutra tentang realitas metafisika yang didentifikasikan dengan huruf pertama  “á A” sebagai Brahman yang bebas dari segala gusa yang ada pada segala sesuatu dan dalam semua wujud perkataan. Merupakan sumber dan asal mula dari semua huruf dan asal mula dari segenap alam semesta. Brahman menjadikan diriNya sendiri sebagai alam semesta melalui dayaNya yang disebut Citkala atau CitSakti, sehingga disebut Isvara. Huruf “ í I dan ś U” dalam sutra tersebut maksudnya Daya (Citkala) dan Tuhan.
Citkalā ditafsirkan sebagai Maya, sehingga menjadi jelas bahwa kata Maya dalam Nandikesvara Saiva  berarti kehendak yang bebas (svatantrya), karena sistem ini mengakui bahwa alam terwujud atas kehendaknya. Maya adalah Manovati, yaitu kegiatan pikiran yang diwujudkan oleh Tuhan. Jadi Maya berbeda dengan Sakti,  seperti dalam filsafat Saiva  lainnya yang berarti ketidaktahuan, semu atau khayalan. Brahman sebagai perkasa berbeda dengan “Aku” sebagai “Citkala” dan tak dapat dipisahkan antara kedua.
Mengenai hubungan antara Brahman dan Sakti  dapat ditemukan dalam penafsiran sutra kedua,  yaitu Brahman adalah pikiran,  dan Maya adalah kegitan yang berwujud. Brahman sebagai keberadaan yang aktif, keberadaanNya tak dapat dipisahkan, seperti bulan dengan sinarnya, seperti kata dengan artinya.


Nandikesvara  adalah filsafat monistik yang merupakan ciri dari filsafat tata bahasa. Ia mempergunakan Brahman atau huruf “ á A” dengan Para, seperti yang dinyatakan oleh Nagesa di bawah pengaruh Saivagama. Ia membicarakan Para sebagai Jnapati murni atau jnaptimatra. Kata Jnapati adalah sebagai sinonim dari Citi, Patanjali seorang bijak Nandikesvara Saiva, dalam Yoga sutraNya dalam menyatukan sang diri mempergunakan kata “citi dan daśi” dalam menyatukan sifat yang utama.
Pandangan monistik yang ditunjukkan pada dasar sùtra “R L K” berarti bahwa kaitan antara Brahman dan dayanya, sama dengan kaitan antara s A dan i I demikian pula antara satu  “ a A” dengan dengan yang lain. Nandikesvara Saiva  merupakan suatu sistem monistik karena ia mengakui identitas dari pikiran dan potensialitasnya dan kegiatan dari Siva dan sakti atau Barhaman dan Citkala. Hubungan antara Brahman dengan alam semesta bukanlah hubungan antara si pencipta dengan ciptaanNya. Alam semesta keberadaannya tidak terpisah dengan Brahman, seperti kendi dengan si pengrajin gerabah (pembuat gerabah). Demikian juga realitas transendental (nirgusa) dan immenent (sagusa) adalah identik, karena yang belakangan merupakan perwujudan dari yang pertama. Semua katagori merupakan manifestasi dari Barhman.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI