onsep Ardhanareswari mempunyai latar belakang Weda dan kesusastraan Weda. Di dalam simbologi Weda dijelaskan melalui beberapa nama yang merupakan pasangan: Pita-Mata, Parardha-Avarardha (setengah atas-setengah bawah), Katamardha-Visvardha (setengah tak diketahui-setengah dunia), Prana-Apana, Yuvan-Yuvati, Mitravaruna-Urvasi, Purnakumbha-Kumbhini, Nara-Nari, Deva-Devi, Dasa-Aditi, Manas-Kama, Uparisvit-Adhahsvit, Prayati-Svadha (energi-material), Parastat-Avastat, Visvasrj-Visvasrsti, Suparna-Suparni dan pasangan-pasangan lain laki-laki dan wanita yang muncul bersama-sama di dalam kosmogoni Veda.
Kata 'Ardhanareswari' terdiri atas tiga kata: 'ardha', 'nari', dan 'isvara' bermakna 'isvara' (adalah Siwa) dengan 'nari' (yaitu Parwati) sebagai 'ardha' (yaitu setengah/separoh). Sebuah bentuk atau wujud dimana tubuh yang sama dibagi oleh Siwa dan Parwati masing-masing mencerminkan separuh bagian dari bentuk yang sama. Artinya, satu bagian berwujud Siwa, satu bagian lainnya merupakan perwujudan Parwati, pasangannya, namun dalam satu wujud. Satu wujud mempunyai dua bagian: setengah laki-laki, setengah wanita. Kedua belahan ini menyatu dan menunggal di dalam satu wujud. Acintya atau disebut juga Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang Licin merupakan wujud penunggalan itu. Dalam wujudnya sebagai Acintya jenis kelamin: laki-laki atau wanita tidak nampak lagi. Di sini tidak ada batas pemisah atau pembeda Siwa dengan Sakti, Purusa dengan Pradhana, laki-laki dengan perempuan, Siwa dengan Buddha, Adwaya dengan Adwaya Jnana. Dikatakan Siwa-Buddha tunggal.
Pada dasarnya konsep ini memposisikan dua kekuatan yang berbeda, saling bertolak belakang dalam sifat sebagai kekuatan yang disatukan untuk mencapai penunggalan.
Di dalam mazab Tantrayana, Ardhanareswari merupakan konsep penunggalan antara Siwa dan Sakti. Penunggalan ini merupakan asal muasal alam semesta beserta segala isinya.
Ardhanareswari adalah juga konsep penunggalan Siwa-Buddha. Konsep ini sebagai wujud konsep Rwa Bhineda, dua kekuatan yang saling bertolak belakang namun saling memerlukan untuk diajak bekerja sama menuju kepada satu tujuan tertinggi. Dunia dengan segala isinya berasal dari dua kekuatan berbeda: Purusa-Pradhana, Siwa-Parwati, Siwa-Sakti, laki-laki-wanita. Di dalam ajaran Buddha ini diistilahkan dengan Adwaya-Adwaya Jnana, Adi Buddha-Prajnaparamita. Persatuan dari dua kekuatan yang antagonis ini disebut Ardhanareswari. Di Bali disebut Bhatara Ardhanareswari sebagai Sang Hyang Tunggal. Di Pura Besakih penyatuan Siwa-Buddha diwujudkan dalam wujud Sang Hyang Surya-Chandra.
Ikonografi Ardhanareswari atau Ardhanareswara sangat banyak jumlahnya tersebar di penjuru India dan Indonesia. Inilah salah satu murti dari Siwa. Di Bali arca Ardhanareswari disimpan di Pura Puseh Tejakula, Buleleng dan di Pura Melanting Pejeng Gianyar, Bali. Dalam masa klasik arca ini disebut Hari-Hara. Hari sebagai aspek Pria, sedangkan Hara sebagai aspek wanita.
Dalam praktek keagamaan Hindu di Bali eksistensi konsep Ardhanareswari dijabarkan ke dalam berbagai bentuk dalam berbagai tataran. Banten Ardhanareswari dibuat manakala membangun yajna Ngenteg Linggih di Pura/parhyangan. Banten (sesajen) ini dipersembahkan melalui puja stuti ketika digelar Upacara Mejejiwan di bale Peselang. Pendeta Siwa dan Buddha juga dipandang sebagai aspek-aspek dari konsep Ardhanareswari. Pendeta Siwa dipandang sebagai representasi aspek Purusa; sementara pendeta Buddha sebagai representasi aspek Pradhana; jika pendeta Siwa dipandang sebagai langit, maka pendeta Buddha sebagai pertiwi; jika di dalam prosesi pemujaannya pendeta Siwa dari atas ke bawah; sementara pendeta Buddha dari bawah ke atas. Mereka melakukan pendakian rohani dan menunggal di dalam pemujaan Yang Maha Tunggal disebut Siwa-Buddha yang ber-sthana di atas Padmasana. Karena konsep inilah dihadirkan dua Pendeta (Siwa dan Buddha) di dalam muput suatu karya yajna, apalagi tergolong uttama.