telur digunakan hampir disemua sarana bebantenan di Bali, mulai dari yang paling sederhana hingg rumit.
Taluh lebeng (telur masak) diolah dengan beberapa teknik lalab (rebus), Ginoreng (goreng), Guling (ditusuk lalu dibakar), medadah (dipecahkan digoreng tanpa minyak).
telur yang digunakan pun beragam, dari telur siap (ayam), itik (bebek), angsa.
Pada ritual misalnya pada banten sanggar tawang, sebagai uluning yandya, telur bebek wajib menyertai banten "suci tiba rwa".
lalu kenapa telur itu penting?
dikisahkan pada teks Widi Sastra Bhatara Nawa dunggulan, ketika "jadma" (manusia) sedang sibuk mempersiapkan banten persembahan kepada para Dewata, untuk memastikan banten persembahan sesuai dengan aturan widisastra, maka Bhatara Siwa turun merubah wujud menjadi Bhagawan Dunggulan. singkat cerita diperiksalah semua banten tersebut lalu disimpulkan banten yang dibuat kurang sempurna. untuk menyempurnakan banten tersebut, bhagwan Dunggulan kemudian beryoga, dari yoga yang telah tasak (matang) dari tangan kanan beliau munculah teja maya (cahaya gaib), yang pelan pelan berubah menggumpal lalu menjadi "teja manik". teja manik inilah yang oleh bhagawan disebut "Pinaka Uriping banten" roh dari persembahan.
atas petunjuk bhagawan Dunggulan teja manik ini diwujudkan berupa "manik urip" yang tiada lain adalah telur. diberikan wejangan jika manusia hendak mempersembahkan banten agar memiliki urip (roh) maka wajib menggunakan telor.
TELOR lalu DAGING (lanjutan)
======================
setelah menjelaskan hakekat penyempurna persembahan banten melalaui "manik urip" yang kemudian dirupakan sebagai antiga (telor), pawarah (wejangan) bhagawan Dunggulan pun berlanjut. dari telur ini sarana banten berupa daging bekembang.
pada tutur inilah salah satu rujukan muasal penggunaan daging dari berbagai binatang sebagai bagian penting banten. dari esensi manik urip ini tercipta "antiganing sawung" telur ayam. selain disekalakan menjadi daging sawung (ayam) pada berbagai ulam banten, maka dari telur ayam ini ditumbuhkan makin komplek mejadi segala macam daging berkaki empat.
melalui tutur ini harap jangan salah tafsir bahwa babi berasal dari telur ayam, itu terlalu dangkal. sastra ini bicara tentang esensi urip pada telor ayam yang disejajarkan dengan binatang berkaki empat yang lazim dijadikan ulam banten.
bisa jadi antiganing sawung (telur ayam) mewakili sifat rajasik (liar) dan tamasik (lembam) pada beragam jenis "patikawnang" (segala jenis binatang yang diperbolehkan untuk makanan dan persembahan) yang berciri "catur pada" berkaki empat, babi, kambing misalkan.
pada kisah ini pun dilanjutkan manik urip, bermanifestasi menjadi telur bebek, yang nanti nya berkembang menjadi jenis ulam banten yang berbeda.
jika ditarik mengkerucut naik maka teks ini bisa jadi pelokalan ajaran tantra terutama mamsa (persembahan daging). baik ajaran tantra ataupun teks widi sastra Bhatara Nawa Dunggulan "pasu-bali "(persembahan berupa daging) adalah atas kontrol pengawasan Bhatara Siwa.
===================
Ibm Bhaskara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar