Kamis, 11 Februari 2021

Hindu tidak mengenal Tauhid?



Eggy Sudjana pernah mendaftarkan gugatan MK untuk membubarkan Hindu sebab disebutkan tidak sesuai dengan sila pertama dari Pancasila. Sehingga menurut yang bersangkutan Hindu dan yang lainnya yang serupa layak dibubarkan.
Penjelasan “Tauhid” di Hindu sangat banyak dan beragam serta kompleks sebab menggunakan istilah beragam. Misal yang Maha Tinggi yang non dual bisa dijelaskan dengan istilah Rudra yang bermakna penyebab dari keberadaan atau material atau kebendaan dan yang mendayagunakan alam semesta melalui sifat meresap dan membungkusnya (Wyapi Wyapaka) dan bukan sekedar penciptanya melainkan juga pelindungnya dan pembimbingnya.

Ia disebut juga Krshna karena gelap tak tersentuh, tak terjelaskan, tak terpikirkan, tak dapat dimengerti, dst...atau juga diistilahkan Acintya (Tak Terpikirkan dan Terbayangkan). Ia adalah Tunggal dan sekaligus Ia adalah kegandaan yang disebut dengan Purusa dan Prakerti. Ketika kegandaan mampu diatasi dan ketunggalan mampu dilampaui maka Ia akan mampu disadari....inilah kompleksnya tauhid Hindu.
Pradana atau jagat semesta beserta isinya ini bukanlah hal yang terpisah dan atau berdiri sendiri melainkan terangkai satu dan terlihat bagai atom didalamNya dan Iapun mampu mengisi hal yang lebih kecil dari atom sehingga tanpa batas dan alam semesta ini meski Tunggal juga adalah dalam kegandaan bagaikan Jagad Raya yang tersusun dalam ribuan atom dan atom yang tunggal yang diperbesar kembali terdapat didalamnya Jagat Raya dan Atom. Sehingga hal ini disimbolkan dengan simbol Iconic Hindu yang populer disebut Ouroboros (Tanpa batas dan tanpa akhir). Hal ini juga dapat diibaratkan ketika kita berdiri diantara dua cermin dimana bayangan kita terlihat tanpa batas. Ia juga disebut Mayin sebab pencipta dunia yang maya dimana ini mengembang terus bagai bayangan kita yang tunggal pada cermin menjadi banyak dan terus berganda bila diamati satu persatu.
Ini adalah salah satu penjelasan beragam mengenai Tauhid Hindu. Yang Maha Esa sendiri disebut dalam berbagai nama dan tetap merujuk Esa (Eko Narayana Na Dwiyo).
Ano Badrah Kartawo Yantu Wiswatah 🙏
Agus Wirawan Sudewa R


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Lontar BHUWANA KOSA



Adapun ajarannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Tuhan dalam Bhuwana Kosa disebut Bhatāra Śiwa, yaitu :
Beliau Maha Esa, tanpa bentuk, tanpa warna, tak terpikirkan, tak tercampur, tak bergerak, tak terbatas dan sebagainya.
Ia yang tak terbatas digambarkan secara terbatas, karena itu Ia sering disebut dengan nama yang berbeda, seperti : Brahma, Wisnu, Iswara / Rudra, sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam Lontar Bhuwana Kosa ini Bhatāra Śiwa dijelaskan juga bersifat immanent dan transcendent.
Immanent, Ia meresapi segalanya, hadir pada segala termasuk meresap pada pikiran dan indriya (sira wyapaka).


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Transcendent, Ia meliputi segalanya, tetapi Ia berada di luar batas pikiran dan indriya.
Meskipun Ia Immanent dan Transcendent pada semua makhluk, tetapi Ia tidak dapat dilihat dengan kasat mata, karena Ia bersifat sangat rahasia, abstrak. Karena kerahasiaannya Ia digambarkan bagaikan api dalam kayu, minyak dalam santan. Dan Ia ada dimana-mana, pada semua yang ada ini.
Ia tidak tampak,
tetapi Ia ada.
Sungguh sangat rahasia adanya. Alam semesta (Bhuwana Agung) dengan segala isinya dan manusia adalah ciptaanNya juga.
Semua ciptaanNya itu merupakan wujud mayanya yang bersifat tidak kekal, karena dapat mengalami kehancuran dan pada saat mengalami kehancuran semua ciptaanNya itu akan kembali kepadaNya, karena Ia adalah asal dan tujuan.
Demikian juga disebutkan dalam beberapa petikan mantra dalam Tattwa III referensi Lontar Bhuwana Kosa yang sebagaimana dijelaskan
Berkedudukan di alam Satya Loka, Bhatara Siva Maha gaib, tanpa awal, tanpa pertengahan, tanpa akhir, amat suci:
“Keadaan Sang Hyang Siva berada di hati semua mahluk, tanpa awal, tanpa pertengahan dan tanpa akhir, Keberadaan Beliau kekal berwujud seperti putaran air".
Berkedudukan di alam Tapa Loka, Beliau Bhatara Siwa menguasai semua pengetahuan dan selalu terhindar dari ketuaan dan kematian.

Kenapa dalam daksina ada kelapa dan telur .....



menurut lontar Aji Sangkhya :kelapa dlm daksina sbg simbol alam semesta yg terdiri dari 14 lapis, tujuh lapis bgian bawah yg disebut dgn sapta patala (pertiwi), dan tujuh lapis bgian atas yg disebut dgn sapta loka (aksa).
Telur merupakan simbol bulan/ardha candra yg merupakan cerminan dari ida sang hyang widhi. Telur terdiri dari 3 lapis, yaitu kuning telur sbg lmbng Antah karana sarira, Putih telur sbg lmbng Suksma Sarira, dan kulit telur sbg lmbng stula sarira.
Kenpa terbuat dari janur, pertama scr logika janur sangt mudah dicari, kedua scra filosofi wakul daksina yg terbuat dari jnur melingkar melambngkan hukum tuhan yg abadi (hukum rta), apakh isi daksina hrus sma, secra konteks sastra yg membhs tentang upakara wajib isi daksina sama, namun tdk lepas dari situasi dan kondisi diman orang itu berada, jika berada dibali ya wajib isinya sma krn mash mudah dicari/dibeli bhan2nya, klo diluar bali yg jls intinya yg hrus sma adalah , asa beras, tapak dara, kelapa, telur, porosan (Isi yg lain menyesuaikan dgn tempat dmn mereka berada jika diluar bali).

Caru Dalam Pembuatan Bangunan Suci (Kahyangan Tiga, Padma, Meru)

 



Om Swastyastu,

Ampura semeton Hindu, sebagaimana dikutip dari Buku Caru dalam Upacara di Bali,...disebutkan bahwa uraian mengenai upacara ini tidaklah begitu banyak bedanya dengan Keputusan Maha Sabha Parisada Hindu Dharma ke II di Denpasar Tahun 1968. Pemakaiannya dapatlah kiranya disesuaikan dengan keadaan.
Untuk pembuatan suatu bangunan suci diperlukan upakara-upakara dan alat-alat sebagai berikut:
2.1. Caru pengeruak”, yaitu “Caru ayam brumbun” lengkap dengan runtutannya dan uripnya adalah 33, serta letaknya “amancadesa” (di timur 5 “tanding”). di Selatan 9 “tanding” di Barat 7 “tanding”, di Utara 4 “tanding”, di Tengah 8 “tanding” beralas sengkwi bersayap sedangkan segehan-agung, kawisan, kulitnya dan lain-lainnya ditaruh di tengah.
a. Byakala” (“byakaon”) “durmangala” dan “prayascita” masing-masing satu buah.
b. Sebuah “segehan-agung” lengkap dengan “penyambleh.
c. Tanten Pemakuhan yang terdiri dari “peras penyeneng”, “ajuman” putih kuning ikannya ayam “betutu”, “maukem-ukem” (di belah dari punggung) “daksina” yang berisi uang 227 “canang lenge wangi-buratwangi”, “canang satu tanding raka nyahnyah gula kelapa” dan tipat kelanan. Banten ini ditaruh di sebuah “sanggar” yang ada di hulu dari bangunan yang akan dibuat (diluanan).
d. Banten untuk “dasar bangbang” adalah “tumpeng” merah dua buah, dilengkapi dengan jajan, buah-buahan, lauk-pauk dengan ikannya “ayam biying” yang dipanggang, “sampiannya/sampian tangga”. Banten ini dialasi dengan “kulit peras”.


e. “Canang-Pendeman” adalah “canang burat-wangi”, pengeraos “canang-tubungan”, dan “pesucian”, masing-masing satu “tanding.
f. Alat “penyujug” terdiri dari sebuah cabang dadap yang bercabang tiga, sebuah mangkuk kecil, cincin bermata mirah dan kalau mungkin sebuah keris.
g. Untuk bangunan yang berupa “pelinggih” yang besar-besar, dipakai batu dengan tulisan aksara. Sebuah batu merah, yang berisi gambar “bedawangnala” di punggungnya diisi tulisan “Ang-kara”.
h. Sebuah batu merah yang lain, diisi gambar “padma” disertai dengan tulisan “dasaaksara” (di luar 8 huruf, dan ditengah 2 huruf yang dimaksud dengan “dasa-aksara” adalah Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya.
i. Sebuah “batu bulitan” (batu yang hitam) diisi dengan tulisan 'Triaksara” yaitu ANG, UNG, MANG.
j. Sebuah “kelungah” berisi tulisan “Ong-kara”. Kalau dapat dipakai “kelungah kelapa gading”. “Kelungah” itu “dikasturi”, airnya dibuang, lalu ke dalamnya dimasukkan wangi-wangian seperti lengawangi”, “burat-wangi” “menyan” dan sebagainya, serta sebuah “kewangen” “keraras” (daun pisang yang sudah tua) yang berisi uang 11 kepeng; “kelungah” beserta perlengkapannya dibungkus dengan kain putih diikat dengan benang merah, putih, hitam dan kuning, lalu dipuncaknya diisi sebuah kewangen yang berisi uang 33.
k. Sebuah “kewangen” yang berisi tulisan “ONGKARA MERTA” dengan uangnya 11 kepeng.
l. Alat persembahyangan lengkap dengan “kewangen” dan dupa.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

m. Tata Pelaksanaan upacara dan susunan dasarnya.
Terlebih dahulu dilakukan upacara Ngeruak dengan upacara caru Pengeruak lalu menghaturkan banten Durmengala dan prayascita ke hadapan Sang Bhuta Buwana, dilanjutkan dengan menghaturkan segehan-agung, ke hadapan Sang Bhuta Dengen.
Mantranya:
Pakulun Sang Kala Nungkurat, Sang Kala Tahun, Sang Kala Badawang jenar, Sang Kala Durmerana, Sang Kala Wisesa makadi sira ranini Bhatari Durga den suka anadah caru aturane mami. Om sampurna ya namah svaha.
Kemudian halaman dan tempat-tempat bangunan yang direncanakan diukur menurut “asta bumi” dilanjutkan dengan menggali lubang (bangbang). Setelah lubang itu dianggap selesai digali, lalu diupakarai dengan “byakala”, “durmengala” dan “prayascita”, selanjutnya diukur dalamnya (jugjugin, dikeruk, serta disapu dengan cincin tadi).
Para penyungsung bangunan itu lalu bersembahyang di depan lubang itu yaitu ke hadapan “ibu pertiwi” (Sanghyang lemah), “Sanghyang Bayu” dan “Sanghyang Anantaboga”. Bunga dibuang ke bangbang tadi, diganti dengan yang baru, bersembahyang ke hadapan “Sanghyang Akasa”, “Sanghyang Siwa”. Sanghyang Bhuwana Kemulan” dan Sanghyang Prajapati”. Bunga dibuang ke dalam lubang sebagai dasar dari bangunan tersebut. Selanjutnya di atas bunga-bunga itu ditaruhlah “tumpeng merah” yang berisi ikan ayam “biying” (sub. e) kemudian ditindihi dengan bata-merah” yang berisi gambar “Bedawangnala” (sub. h) disusuni kelungah kelapa gading yang dibungkus dengan kain putih (sub. k), lalu ditimbuni sedikit (supaya agak rata). Di atasnya disusuni dengan bata merah yang berisi gambar padma serta tulisan “Dasa-aksara” (sub. i), kemudian disusuni batu bulitan yang berisi tulisan “triaksara”. Di atasnya diisi “kewangen” yang berisi tulisan “Ongkara-amerta”. Disertai Tanang pendeman” (sub. 1 dan f) dan akhirnya ditimbuni sampai rata, lalu dilanjutkan dengan pembangunan seterusnya.
1. Untuk bangunan yang kecil-kecil “batu-dasarnya” dapatlah disederhanakan yaitu:
Sebuah bata merah berisi gambar “bedawang-nala”, dan sebuah “kewangen” yang berisi uang 11 kepeng, dilengkapi dengan “burat-wangi”, “canang-sari”, “mereka” “nyahnyah” “gula kelapa”, “kekiping”, “pisang mas”, dan “porosannya” adalah “base tubungan putih hijau mererepe” (tangkai sirih itu dibiarkan), (bila tidak ada bata-merah, dapat diganti dengan “paras”).
Catatan
Setelah bangunan itu selesai lalu diupakarai dengan “durmengala”; “prayascita”, “pengambyan”, “solasan ketengan 22 tanding, “tumpeng guru”, ikannya itik putih diguling, “tumpeng putih kuning” “tipat kelanan”, “daksina” dan canang pesucian” selengkapnya “burat wangi” serta “suci” satu “soroh”.
Dengan demikian bangunan itu baru dapat dihatur “canang” dan “daksina” selengkapnya. Upacara selanjutnya adalah “upacara Melaspas”, “Mepedagingan”, “ngenteg” dan seterusnya. Upacara-upacara ini (“Melaspas”, “mepedagingan” dan sebagainya) sebenarnya termasuk upacara “Dewa-yadnya”, oleh karenanya dalam tulisan ini tidak diuraikan secara mendetail.
Catatan:
Pada pohon kayu yang akan diupacarai diberi kain “caniga”, “gantung-gantungan”, dan sasap dari janur,untuk hal tersebut biasanya dipilih pohon kayu yang dianggap paling berguna di dalam rumah tangga seperti kelapa, wani dan sebagainya.
Ampura...Suksma...Rahayu 🙏❤️🙏
Reference
1. Prof. Dr. Drs I Gusti Ngurah Sudiana, M. Si. 2018. "Caru dalam Upacara di Bali.IHDN PRESS

Jual Ayam caru (bersih dan meblulangan)



Kami menyediakan
Ayam caru (bersih dan meblulangan)
Daging ayam kampung (bersih dgn berat 750-800 gr)
Bebek bersih
harga sangat terjangkau dan melayani COD.

Minat wa 0882-9209-6763

Rabu, 10 Februari 2021

Pura Gunung Gondol Penyabangan; Diyakini Memiliki Mercusuar Gaib






PUNCAK BUKIT: Suasana di areal Pura Gunung Gendol yang berada di puncak Bukit Gondol wilayah Desa Penyangan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. (DIAN SURYANTINI/BALI EXPRESS)





Buleleng Barat adalah kawasan kering yang penuh dengan bebukitan. Perjalan Bali Express (Jawa Pos Group) kali ini menuju Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak. Tepatnya ke Pura Gunung Gondol. Pura ini berlokasi di puncak bukit yang tidak terlalu tinggi di pinggir pantai. Pura ini pun selama ini diyakini memiliki mercuasiar gaib, dan ditafsir sebagai tempat untuk memantau musuh.


Untuk menuju ke lokasi pura, kurang lebih membutuhkan waktu 2 jam dari pusat Kota Singaraja, Buleleng. Jalan menuju pura terletak di kanan jalan bila dari arah Singaraja. Tepat disebelah Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP), yang terdapat jalan kecil menuju ke utara. Sepanjang jalan tersebut akan disuguhi pemandangan pantai dengan hamparan pasir putih. Tak jauh dari sana, tampak sebuah bukit layaknya pulau kecil yang tak berpenghuni. Disanalah lokasi Pura Gunung Gondol.



Setibanya di areal pura, dengan didampingi Pemangku Pura Gunung Gondol, pertama akan menjumpai Palinggih Gusti Bagus yang masih terbuat dari turus lumbung. Kemudian Palinggih Ganesha yang masih berbentuk seonggok batu. Naik lagi akan bertemu Palinggih Mekele Gede, Bhatara Semar, Palinggih Raja Merana (hama), Ratu Niang Lingsir. Kemudian tepat ditepian jalan melingkar akan ada Palinggih Bunda Ratu sebagai penguasa laut. Sebelah selatannya ada Palinggih Bunda Dewi Kwan In, lalu Palinggih Ulo Ratu.




Sampailah pada utama mandala. Disana terdapat Palinggih Surya, Taksu, dan Peraneman. Uniknya disana terdapat pula sebuah tugu yang dibalut kain merah putih. Di depannya terdapat dua buah tiang bendera legkap dengan bendera merah putih dan tergantung foto Soekarno. Konon tugu itu adalah tiang pemantau yang digunakan untuk memantau musuh yang datang dari arah laut. Ternyata tugu yang ditafsir terbuat dari tembaga itu adalah mercusuar. Sebab sewatu-waktu dapat mengeluarkan sinar.

Sembari duduk diatas bebatuan yang ada disekitar pura, Jro Mangku Nyoman Masjana yang akrab disapa Jro Jengki ini bercerita awal mula ia ngayah di Pura Gunung Gondol. Sebelumnya ia adalah seorang pengelana. Hidup bebas dari satu tempat ke tempat yang lain. Hidup sesuka hati yang kerjanya hanya foya-foya. Sampai akhirnya ia mendengar bisikan-bisikan yang memintanya untuk mengabdikan diri di suatu tempat. Ia pun kembali ke Bali pada tahun 2010. Sejak saat itu ia mulai sering mendengar panggilan-panggilan yang entah dari mana asalnya. “Baru kembali tahun 2010 dari Tarakan. Sebenarnya sudah ada pelinggih. Ada tiga. Tapi masih gunung. Tidak terurus. Saat di Tarakan, saya mendengar suara. Saya diminta untuk ngayah. Suara itu seperti suara komandan perang. Saya hanya mendengar suara saja, tidak pernah melihat wujud. Suaranya sangat jelas,” tuturnya sembari menghisap sebatang rokok kretek.

Paggilan itupun tidak sekali dua kali ia dengar. Panggilan itu selalu mengikutinya hingga ia memutuskan untuk mencari sumber suara tersebut. Jro Jengki pun sempat menginap atau mekemit di beberapa pura untuk memohon petunjuk agar menemukan sumber suara yang memanggilnya, meminta ia untuk ngayah. “Karena suara itu terus memanggil saya, saya selalu mencari. Suaranya jauh sekali diawang-awang, tapi jelas. Dan memanggil saya. Saya sampai mencari ke Bunut Bolong, Uluwatu, Besakih, dan masih banyak lagi. Sampai akhirnya saya putus asa dan tidak peduli lagi. Ini paling telinga saya saja yang rusak. Salah dengar atau yang lainnya,” jelasnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Karena merasa hal tersebut hanya mimpi dan halusinasi, Jro Jengki tidak lagi mencari sumber suara itu. Meskipun ia tetap mendengar suara tersebut, namun ia tetap acuh. Sampai suatu ketika ia penasaran dengan keramaian yang ada di Bukit Gondol saat ia berjalan-jalan di pantai. “Suatu ketika saya berjalan di pantai, saya melihat ada banyak orang di Gunung Gondol. Ternyata ada yang membangun wantilan. Saya naik kesana, tiba-tiba saya mendengar suara itu lagi. Saat itu saya kaget. Ternyata asal suara itu dari sini. Dan kedatangan saya sudah ditunggu. Tidak ada yang mendengar. Hanya saya. Orang-orang tidak ada yang percaya sampai saya dikira gila. Saat itu pula saya langsung menyanggupi untuk ngayah di tempat ini sampai nafas terakhir saya,” kata dia.

Setelah menyanggupi tugas yang diberikan untuk ngayah di tempat tersebut, ia lalu pulang mengabari keluarganya. Ia menyampaikan kepada keluarga bahwa ia telah berjanji untuk mengabdi menjadi pemangku di pura tersebut. Sejak saat itu pula ia telah terikat dengan Pura Gunung Gondol. “Saya juga bilang ke keluarga, mulai saat itu saya akan ngayah di Gunung Gondol. Anggap saya tidak ada. Saya tidak akan memberikan nafkah lahir bathin. Saya bilang kepada istri saya juga, jika ingin menikah lagi, saya persilahkan. Karena saya berjanji seluruh hidup saya, saya gunakan untuk ngayah di tempat ini. Saya akan lakukan tugas saya sampai akhir. Karena panggilan ini dari tahun 1995 sudah saya dengar,” lanjutnya.

Ketika mulai ngayah dan mengabdikan diri, Jro Jengki selalu berada di lokasi pura untuk menata tempat itu. Berhari-hari ia tidak pulang. Untuk bertahan hidup, Jro Jengki hanya memakan buah yang ada di Bukit Gondol. Saat berada disana untuk bersih-bersih, Jro Jengki mendengar suara yang memerintahkannya untuk mengambil sesuatu diantara bebatuan. Ternyata disana terdapat gambar Bung Karno yang terbuat dari tembaga. “Saat saya berada disini, saya tidak makan. Saya makan buah-buahan yang ada disini saja. Kebetulan ada bekul. Saya makan itu saja. Supaya saya kenyang saja. Tiba-tiba saya mendengar suara yang sama dengan perintah mengambil seseuatu dibagian bawah batu. Saya ikuti ternyata ada gambar Bung Karno dari tembaga seberat setengah kilogram. Ada tiga itu. Aslinya ada di rumah saya. Saat saya temukan, saya lapor ke aparat desa dan kepolisian. Saya takut karena ini benda purbakala, nanti saya dikira mencuri. Saat ini saya simpan di rumah,” ujarnya.


Pengerjaan pura terus dilakukan, penataan tempat maupun taman. Setelah beberapa lama, muncul sinar terang berwarna hijau. Jro Jengki menyaksikan sendiri cahaya tersebut. Ia pun mencari sumber cahaya itu. Ditengah perjalanan ia bertemu dengan warga yang juga melihat sinar itu. Ia menyampaikan kepda Jro Jengki bahwa sinar itu berasal dari bukit. Jro Jengki bergegas ke bukit ingin membuktikan kemunculan sinar itu. “Muncul sinar palang X berwarna hijau saat kajeng kliwon. Dari kejauhan saya lihat dari atas Gunung Gondol ini. Setelah saya cari kesini sinarnya jauh diatas. Lagi saya turun untuk memastikan, adanya disini. Lalu lagi saya naik, lagi sinar itu jauh diatas. Saya penasaran, saya tungguin. Saya semedi disini, lalu diberi petunjuk. Ternyata sinar itu muncul dari sebuah patok tembaga lebih dari satu meter tertancap di depan pura,” bebernya.

Menurut Jro Jengki, kemunculan sinar itu tidak sekali dua kali saja. Setelah kemunculan sinar hijau yang pertama, ia pun menyaksikan kembali kemunculan sinar berikutnya. “Setelah saya amati, beberapa hari kemudian muncul lagi sinar berwarna hijau dan merah. Sinar itu layaknya mercusuar ditengah laut. Tapi yang dilihat mata kita, manusia ya ini, patok ini. Keluarnya dari sini,” tegasnya.


Mantra dan Tata Cara Pasupati Saat Tumpek Landep






TUMPEK LANDEP: Tumpek Landep adalah hari suci di mana kekuatan manifestasi Tuhan turun ke dunia dalam bentuk ketajaman pikiran, dalam memilih baik dan buruk kehidupan. (DOK. BALI EXPRESS)





Dalam perayaan Tumpek Landep, umumnya yang distanakan pada hari itu adalah Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Pasupati.


Pasupati merupakan senjata berbentuk panah yang ujungnya berupa bulan sabit. Senjata ini dianggap sangat tajam dan dapat memusnahkan adharma (kebatilan) di dunia. Maka dari itu, upacara Pasupati dimaksudkan sebagai pemujaan atau permohonan berkah kepada Sang Hyang Pasupati agar memberikan kekuatan magis pada benda – benda tertentu yang akan dikeramatkan atau dipasupati.





Menurut Ida Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa, Tumpek Landep adalah saat yang tepat bagi mereka yang ingin nunas penganugerahan pada benda benda pusaka dan juga bagi mereka yang mendalami tatwa.




“Hari yang bagus bagi yang ingin nunas energi untuk mapasupati pusaka,” ungkapnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group), kemarin di Mengwi, Badung.


Pusaka yang umumnya dapat dipasupati di ataranya keris, pratima, pis kepeng, barong, rangda, rerajahan, serta penggunaan simbol simbol lainnya.

Lantas seperti apa rangkaian ritual pamasupatian tersebut? Mpu Parama Daksa memaparkan, upacara Pasupati umumnya ada tiga jenis, sederhana, madya, dan utama. “Untuk pelaksanaan sederhana, biasanya hanya dilakukan secara individu di rumah. Benda – benda yang dipasupati juga hanya benda tertentu saja, yaitu pis kepeng dan benda kecil lainnya. Untuk Pasupati pratima atau keris ya harus menggunakan upacara utama,” ujarnya.

Adapun banten Pasupati sederhana yaitu canang sari, dupa (pasupati) dan tirta pasupati.

“Kalau yang madya biasanya hanya menggunakan banten peras dan daksina (pejati). Nah untuk yang utama ini, bantennya agak besar. Biasanya untuk dilakukan di pura,” ujarnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Banten pasupati utama Di antaranya sesayut Pasupati (tumpeng barak, raka – raka , jaja dan kojong balung), prayascita, sorohan alit, banten durmanggala, dan pejati. “Ada baiknya Pasupati ini dipuput oleh pemangku atau mpu dan pandita. Hal itu untuk menteralisasi kesalahan yang akan terjadi,” paparnya.

Mpu Parama Daksa juga memaparkan, mantra yang digunakan ketika menghaturkan banten Pasupati yaitu: Om Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah swaha. Om Brahma Astra Pasupati, Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, Om ya namah svaha. Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati, Tumurun maring Sanghyang Gana,
Angawe Pasupati mahasakti,
Angawe Pasupati mahasiddhi,
Angawe Pasupati mahasuci,
Angawe pangurip mahasakti,
Angawe pangurip mahasiddhi,
Angawe pangurip mahasuci,
Angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sang Hyang Akasa pertiwi Pasupati, angurip 'nama benda yang akan di pasupati'.
Om eka vastu avighnam svaha
Om sang – bang- tang – ang – ing – nang-mang- sing- wang- yang- ang- ung – mang.
Om Brahma Pasupati, Om Bisnu Pasupati, Om Shiva sampurna ya namah svaha.