Jumat, 29 Desember 2017

ITIHASA GATOTKACA SANG PAHLAWAN PERKASA


Dagang Banten Bali

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

ITIHASA
GATOTKACA SANG PAHLAWAN PERKASA
Gatotkaca adalah putra Bhimasena dan Hidimba. Bhimasena menikah dengan Hidimbi di usianya yang ke 33 tahun (tepatnya 3195 SM) setelah melakukan pertempuran membunuh Hidimba; yang adalah saudara dari Hidimbi. Melalui pernikahan lahirlah Gatotkaca dan langsung tumbuh dan menjadi muda (usia 16) karena Mayavi Vidhya nya sebagai Rakshash / Asura.
Perang Mahabharata dimulai pada Mrugashirsha Shukla Ekadashi (3138 SM) dan Gatotkaca berusia 57 tahun saat perang itu terjadi. Gatotkaca tidak ikut serta dalam Perang Mahabharata sejak hari pertama Perang. Gatotkaca berpartisipasi dalam perang Mahabharata saat Guru Drona Aacharya menjadi Panglima perang Tentara Kaurava. Gatotkaca bertempur hanya 2 hari dalam Perang Mahabharata namun saat pertempuran ia telah berhasil menghancurkan hampir 1 Aukshohini tentara Kurawa hanya dalam waktu dua hari.
Gatotkaca bertempur dengan gaya Asura / Rakshasha-nya kadang dia mengambil bentuk yang lebih besar dan dia meningkatkan tubuhnya 10-12   kali lebih besar dari manusia normal ataupun mengambil bentuk menjadi tak terlihat.
Gatotkaca dapat mengeluarkan api dari mulutnya dan beberapa saat kemudian dia pun dapat mengeluarkan angin dari mulutnya.
Dengan cara ini ia menghancurkan hampir 1 tentara Aukshohini di sisi Kaurava. - (1 akshauhini (bahasa Sanskerta: अक्षौहिणी), digambarkan dalam Mahabharata sebagai formasi pertempuran yang terdiri dari 21.870 kereta (bahasa Sanskerta ratha); 21.870 gajah; 65.610 kuda dan 109.350 infanteri sesuai dengan Mahabharata (Adi Parva 2.15-23). Rasionya adalah 1 kereta: 1 gajah: 3 kavaleri: 5 tentara infantri. Di masing-masing kelompok berjumlah besar ini (65.610, dst.), Angka tersebut bertambah hingga 18.
Dikatakan bahwa ukuran tentara Pandawa dalam perang Kurukshetra adalah 7 akshauhinis, dan yang dari Kauravas 11 akshauhinis.
Hitungannya adalah sebagai berikut:
Satu gajah, satu kereta (Ratha), tiga ekor kuda (Ashwa) dan lima kaki (Padhata) membentuk sebuah Patti;
Tiga Pattis membentuk Sena-Mukha;
Tiga Sena-Mukhas membentuk Gulma;
Tiga Gulmas membentuk satu Gana;
Tiga Ganas membentuk satu Vahini;
Tiga Vahinis membentuk satu Pruthana;
Tiga Pruthanas membentuk satu Chamu;
Tiga Chamus membentuk satu Anikini;
10 Anikinis membentuk satu Akshauhini. Dengan demikian sebuah Akshauhini, dengan perhitungan, berisi 21.870 gajah, 21.870 kereta, 65.610 Kuda, dan 109.350 kaki tentara. ).
Kembali ke serangan Gatot kaca, Semua tentara Kaurava takut melihatnya dalam bentuk yang sangat besar dan sangat mengerikan, tidak ada yang berani menghentikan terornya dan Gatotkaca menghancurkan kereta kereta mulai dari urutan ke-9 maharathi di Tentara Kaurava seperti Duryodhana, Dushashana, Karna, Shakuni, Shailya, Kulguru Kripacharya, Guru Dronacharya, Ashwatthama dan Jaydratha (yang adalah suami dari Dushila (saudara perempuan dari 101 saudara laki-laki Kaurava)).
Tidak ada yang memiliki senjata yang mampu untuk membunuh Gatotkaca.
Banyak kesatria kurawa seperti Duryodhana, Dushashana, Karna, Shakuni dan Guru Drona terluka dari Gatotkaca.
Akhirnya dia berhasil merebut Duryodhana dan dia membawanya ke Yuddhisthira namun Karna berhasil membunuh Gatotkaca dengan menggunakan panah Amogha Vimala yang diberikan oleh Indra ke Karna dan merupakan panah yang dipersiapkan untuk membunuh Arjuna.
Jadi, Gatotkaca mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan pamannya Arjuna.
Itu peran terpenting Gatotkaca dalam perang Mahabharata.

Apa itu jaman KALIYUGA


Dagang Banten Bali

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Pandawa bertanya kepada Sri Krishna:
Pertanyaan: "Apa itu jaman KALIYUGA dan apa yang akan terjadi selama jaman Kaliyuga?"
Jawaban: Sri Krishna tersenyum dan berkata, "Aku akan menunjukkanmu situasi atau keadaan di jaman Kaliyuga."
SRI KRISHNA mengambil sebuah busur dan empat anak panah serta menembakkanya ke empat arah yang berbeda. Kemudian Beliau memerintahkan keempat pandawa untuk pergi dan mengambil kembali anak panah itu.
Setiap orang dari keempat pandawa pergi ke empat arah yang berbeda untuk bisa menemukan dan membawa kembali anak panah itu.
Ketika ARJUNA mengambil anak panah itu, ia mendengarkan suara yang sangat merdu sekali. Arjuna kemudian berpaling dan melihat seekor burung tekukur sedang bernyanyi dengan suara yang memikat hati namun juga sedang makan seekor daging kelinci yang masih hidup. Kelinci itu sedang berteriak kesakitan. Arjuna merasa sangat terkejut melihat keadaan yang penuh dengan lumuran darah yang dilakukan oleh burung yang sangat disucikan itu dan Arjuna bergegas meninggalkan tempat itu.
Di tempat lain BHIMA mengambil anak panah, dimana disana ada lima sumur. Ada empat sumur yang mengelilingi satu sumur ditengahnya. Empat sumur itu penuh dengan air yang sangat manis dan sampai meluap, namun sangat mengejutkan satu sumur yang ada di tengah-tengah sumur yang meluap dengan air ternyata dalam keadaan sepenuhnya kering. Bhima juga merasa sangat bingung dengan pandangan ini.
NAKULA sedang dalam perjalanan pulang setelah mengambil anak panah itu. Ia berhenti di sebuah tempat dimana ada seekor sapi sedang melahirkan anaknya. Setelah melahirkan anaknya maka induk sapi itu mulai menjilati anak sapinya terus menerus walapun anak sapi sudah bersih. Dengan penuh kesulitan beberapa orang mencoba memisahkan induk sapi dengan anaknya itu yang terluka parah. Nakula menjadi sangat bingung dengan tingkah laku dari binatang yang begitu tenang seperti sapi.
SAHADEVA mengambil anak panah yang jatuh dekat dengan gunung dan melihat ada sebuah batu besar yang sedang jatuh. Batu besar itu menghantam batu karang dan pohon besar saat menggelinding ke bawah, namun batu besar yang sama terhenti oleh sebuah tanaman yang kecil. Sahadewa menjadi sangat heran melihat kejadian ini.
Kemudian para pandawa menanyakan kepada Sri Krishna tentang kejadian ini
SRI KRISHNA tersenyum dan mulai menjelaskan....
"Di Jaman Kaliyuga, para pendeta atau pemuka agama akan memiliki suara yang manis sekali dan juga memiliki pengetahuan yang sangat luas namun mereka akan memanfaatkan umatnya seperti halnya yang dilakukan oleh burung perkutut itu kepada kelinci.
Di jaman Kaliyuga, orang yang miskin akan hidup diantara orang kaya, mereka yang kaya akan memiliki kekayaan yang begitu melimpah dan meluap namuan mereka tidak akan memberikan atau membagi satu senpun kepada yang miskin. Itu sama dengan empat sumur yang tidak membagi setetes airpun untuk sumur yang sepenuhnya kering.
Di Jaman Kaliyuga, para orang tua akan mencintai anak-anak mereka begitu besar sehingga cinta mereka itu akan menghancurkan kehidupan anak-anaknya seperti halnya cinta dari induk sapi kepada anaknya yang baru lahir.
Di jaman Kaliyuga, manusia akan merosot karakternya seperti halnya jatuhnya batu besar itu dari atas gunung dan kemerosotan karakter manusia tidak bisa dihentikan oleh siapapun juga dan pada akhirnya hanya NAMA TUHAN yang akan mampu menahan manusia dari kejatuhan seperti halnya tanaman kecil itu menahan jatuhnya batu besar itu."
~ Uddhava Gita, Srimad Bhagawatam

kisah Jatila



Ini kisah seorang anak desa bernama Jatila yang harus pergi ke sekolahnya di desa seberang yang cukup jauh. Ia harus menyeberangi sungai dan hutan yang lebat. Ia berangkat di pagi-pagi buta dan kembali di waktu yang senja. Ia minta kepada ibunya seorang janda untuk mencarikannya seorang yang bisa menemaninya di perjalan. Ibunya berkata, “Nak… ibu terlalu tua dan miskin untuk mencarikanmu seorang pengantar dalam perjalanan. Mintalah pada Krishna kakakmu, seorang gembala yang tinggal di dalam hutan untuk mengantarmu berangkat dan pulang sekolah!”.
Itulah yang dilakukan Jatila yang lugu pada pagi berikutnya. Ia memanggil-manggil dan menyebut-nyebut Krishna, dan seorang pemuda tampanpun muncul di hadapannya. Dengan kepolosan, keluguan dan ketulusan hati, Jatila menyampaikan tujuannya memanggil Krishna dan Krishna pun menyetujuinya.
Pada suatu hari, sekolahnya Jatila melaksanakan perayakan hari ulang tahun dan setiap anak diharapkan membawa sesuatu yang bisa dimanfaatkan pada perayaan itu. Jatila menyampaikan kepada ibunya. “Nak… semenjak kepergian ayahmu, ibu sudah tidak punya apa-apa lagi, ibu tak punya apa-apa untuk sekolahmu. Mintalah pada kakamu Krishna untuk hal tersebut!”. Seru ibunya. Keesokan harinya seperti biasa Jatila memanggil Krishna di dalam hutan sembari meminta sesuatu untuk sekolahnya. Sri Krishna memberikan sebuah mangkuk tertutup yang berisi susu sapi.
Sesampainya di sekolah, ketika semua kue dan susu dikumpulkan, Jatila merengek-rengek agar mangkuknya diambil oleh gurunya. “Saya tidak diperhatikan…. Rupanya Pak guru tidak senang terhadap susu saya”. Ucap Jatila. Guru berkata pada pesuruhnya, “Supaya tenang, tuangkan susu anak itu ke dalam bejana dan segera panaskan!, lalu cepat kembalikan mangkuknya!”. Apa yang terjadi? Ketika susu itu dituangkanke dalam bejana, mangkuk itu kembali penuh terisi susu. Ketika kembali dituang berulang-ulang, ajaib mangkuk itu kembali penuh.
Gurunya bertanya pada Jatila, “Dimana kamu dapakan mangkuk ajaib ini nak?”. “Kakak Krishna yang memberiku pak”. Jawab Jatila. “Krishna, siapa dia?” Tanya sang guru kembali. “Ia seorang gembala tampan yang tinggal di hutan, setiap hari Ia selalu mengantarku pulang pergi ke sekolah”. Sang guru tidak percaya. “Masa ada Krishna pada zaman ini, mustahil…!”, gumamnya dalam hati. “Kami ingin melihat kakakmu Krishna, bawalah kami ke sana!”, pinta sng guru. Dengan senang hati Jatila ingin memperkenalkan Krishna kepada mereka semua. Jatila pun bejalan menuju hutan memimpin sekelompok orang, guru-guru, penjaga sekolah, seluruh siswa kerabat sekolahnya.
Ketika mereka tiba di hutan, Jatila memanggil-manggil Sri Krishna dan yakin bahwa Beliau akan datang seperti biasa. Namun apa yang terjadi, Sri Krishna tidak muncul-muncul juga sampai hari menjelang senja. Sekarang temen-teman Jatila mulai mengejeknya, “Kamu pembohong, dasar anak miskin….!”. umpat teman dan juga gurunya.
Dengan air mata bercucuran Jatila berkata, “Kakakku Krishna, datanglah…. Kalau Engkau tak juga datang, maka aku disangka pendusta dan mereka tidak akan pernah percaya lagi padaku!”. Sejenak suasana menjadi hening. Lalu mereka semua mendengar, “Adikku, aku tak dapat menampakkan wujudKu, kapanpun guru dan teman-temanmu mempunyai kemurnian dan ketulusan hati serta iman seperti dirimu, pada saat itu Aku akan datang di hadapan mereka”.
*) Sumber : DAINIKA UPASANA Doa Umat Hindu Sehari-hari, oleh DR. I MADE TITIB

Jumat, 22 Desember 2017

Sloka Mantra -- ritual




BEBERAPA MANTRA/SLOKA VEDA SEBAGAI SUMBER
DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN YAJNA (RITUAL/UPAKARA).
Oleh : Mendrajyothi ( I Nengah Sumendra )
Om Swastyastu,
Om ano badrah kratawo yantu wiswatah.
Acara Hindu sampai saat ini kerapkali menjadi buah bibir oleh pemeluknya sendiri maupun dari pihak lain yang mengomentari pelaksanaan Acara Hindu, terlebih-lebih Acara Hindu yang perwujudannya dalam bentuk ritual/upakara. Komentar ataupun penilaian yang diberikan menempatkan ritual/upakara Hindu pada kondisi nilai yang "underdog". Hal seperti ini tentu tak boleh dibiarkan berlarut-larut, terlebih-lebih dikembangkan yang dapat merusak pilar-pilar sraddha dalam beragama Hindu. Umat Hindu punya Dharma Agama untuk menempatkan Acara (Ritual/Upakara) adalah sebagai salah satu bentuk sadhana dalam kerangka dasar agama Hindu, mengingat Tiga Pilar yaitu Tattwa, Susila dan Acara Hindu adalah unsur pokok yang membangun bangunan Rumah dan Ajaran Hindu.
Sekelumit tulisan ini adalah kumpulan dari beberapa sumber hukum Hindu dan beberapa argumen yang dilandasi oleh sraddha dan bhakti terhadap kemuliaan dari pelaksanaan ritual/upakara itu. Tulisan ini juga dimaksudkan sebagai bahan renungan bagi pemeluk Hindu ataupun bagi pihak lain yang selama ini doyan sekali memberikan komentar ataupun penilaian yang tanpa dibarengi pengetahuan yang cukup terhadap sumber hukum Hindu yang menjadi dasar pelaksanaan ritual/upakara itu. Bukankah menilai tanpa menggunakan instrumen penilaian dan didahului dengan pengumpulan data yang yang baik dan benar pun komprehensif akan tergiring pada penilaian yang tidak obyektif dan Human Eror. Kalau boleh meminjam istilah lain dalam bahasa Arab-nya disebut dengan orang Sirik. Orang sirik sangat berdekatan dengan musrik, orang musrik konon katanya bersekutu dengan Saitan. Untuk apa memelihara karakter keraksasaan itu dalam diri-kita..?.
Dasar Pelaksanaan Yajna (Acara Hindu). Konsepsi Yajna tak terkecuali Acara Agama Hindu telah ada dalam kitab suci Veda sebagai sumber hukum tertinggi dalam ajaran Agama Hindu. Demikian Kitab suci Veda termasuk susastra suci-nya menjadi dasar dalam pelaksanaan Yajna (Acara Hindu). Berikut beberapa kutipan mantra/sloka Veda, diantaranya :
•Rg Weda X.10 : Alam ini ada adalah berdasarkan yajna-Nya.
•Atharwa Weda XII.1.1 menyebutkan : “Satyam behad rtam ugram, diksa tapa brahma yadnyah, prthiwim dharayanti, sa no bhutasya bhany asya patyanyurumlokam” Artinya : Kebenaran (satya) hukum yang agung, yang kokoh dan suci (rta), tapa brata, doa dan yajna inilah yang menegakkan bumi, semoga bumi ini, ibu kami sepanjang masa memberikan tempat yang melegakan bagi kami.
•Bhagawadgita III.11 : Dengan yajna itu para dewa akan memelihara manusia dan dengan yajna itu pula manusia memelihara para dewa. Jadi saling memelihara satu sama lain maka manusia akan mencapai kebahagiaan.
•Bhagawadgita III.12 : Ia yang hanya suka dipelihara tidak mau memelihara maka ia adalah pencuri.
•Manawa Dharmasatra, VI.35 : “Rinani trinyapakritya manomokse niwesayet, ana pakritya moksam tu sewama no wrajatyadhah” Artinya : Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya (kepada Tuhan, kepada leluhur, dan kepada orang tua) hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk mencapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir ini tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam kebawah (neraka).
•Kitab Bhagawadgita III.10 disebutkan: “ Saha-yajnah prajah srstva, Purovaca prajapatih, Anena prasavisyadhvam, Esa vo ‘stv ista-kama-dhuk”. Artinya: Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan, Tuhan setelah menciptakan menusia melalui yajna, berkata : dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagai sapi perah yang memenuhi keinginanmu (sendiri).
Dari beberapa mantra/sloka di atas, bahwa yajna merupakan salah satu penyangga tegaknya kehidupan di dunia ini. Tuhan telah menciptakan manusia dengan yajna, dan dengan yajna pulalah manusia berkembang dan memelihara kehidupannya. Kesucian diri dan keikhlasan tentunya menjadi dasar dalam beryajna. Kualitas Yajna menurut Bhagawadgita tepatnya pada Adhyaya XVII sloka 11,12,13..., dan dijumpai pula dalam kitab Manava Dharmasastra, diuraikan bahwa yajna menurut petunjuk kitab-kitab suci, yang dilakukan oleh orang tanpa mengharap pahala dan percaya sepenuhnya upacara ini sebagai tugas kewajiban, adalah satvika”. Yajna yang satvika meliputi: Sradha: dengan keyakinan, Lascarya: tulus ikhlas, Sastra: berpedoman pada sastra Veda, Daksina : sesari ( tanpa daksina ibarat api tanpa panas ), Mantra gita : weda, genta, kidung, Anasewa: jamuan, Nasmita : tidak untuk pamer. Ada tiga sifat manusia yang disebut Tri Guna, Sattwika, Rajasa dan Tamasa. Masing-masing unsur Tri Guna ini berpengaruh pada gerak pikirannya. Bila manusia ingin hidup bersih dan suci, hendaknya memposisikan Sattwika menguasai rajasa dan tamasa. Setiap saat bila akan melaksanakan Yajna-ritual/upakara agama kecil maupun besar harus didahului dengan mensucikan diri maupun lingkungannya. Yajna-ritual/upakara merupakan sarana untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasi Nya. Melaksanakan ritual/upakara berarti melaksanakan yoga.
Kebijaksanaan yang tumbuh dan berkembang, hasil dari mempedomani pun memahami sumber-sumber hukum Hindu (Veda), ditengah-tengah masyarakat manusia pemeluk Agama Hindu dijumpai jenis-jenis dan bentuk-bentuk yajna dalam bentuk ritual-upakara, antara lain :
•Persembahan menggunakan sarana upakara ( sajen /banten)
•Persembahan dalam bentuk pengorbankan diri (pengendalian diri)
•Persembahan dalam bentuk mengorbankan segala aktifitas
•Persembahan dalam bentukharta benda (kekayaan).
•Persembahan dalam bentuk ilmu pengetahuan.
•Dst.

Dari beberapa macam yang dapat disebutkan tersebut di atas, argumen yang dapat dikembangkan untuk memberikan penguatan terhadap keragaman sadhana dalam bentuk ritual/upakara, yaitu sumber hukum Hindu yang lain dan menjadi spirit dasar pelaksanaan yajna tak terkecuali dasar dari pelaksanaan ritual/upakara itu yaitu, sebagai berikut:
•Kitab Rg Weda X.71.11 : “Ream tvah posagste pupusvam, Goyatram tvo gayati savavarisu Brahmatvo vadati jatavidyam, Yadnyasyamatram vi mimita u tvah “ Artinya : Seorang bertugas mengucapkan sloka-sloka Veda, seorang melakukan nyanyian-nyanyian pujian dalam Sakwari, seorang lagi yang menguasai pengetahuan Veda, mengajarkan isi Weda, yang lain mengajarkan tata cara melaksanakan korban suci (Yajna).
•Kitab Manawa Dharmasastra V. 109 menyebutkan : “Adbhirgatrani suddhayanti manah satyena suddhayanti, Widyatapobhyam bhutatma buddhir jnanena suddhayanti” Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan yang benar.
•Bhagawadgita VII.16 menyebutkan : “Chaturvidha bhayante mam Janah sukrtino ,rjuna Arto jijnasur artharthi Jnani ca bharatasabha” Artinya : Ada empat macam orang yang baik hati memuja padaku, wahai Bharatasabha, mereka yang sengsara, yang mengejar ilmu, yang mengejar artha dan yang berbudi Arjuna.

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI

Kitab Suci Veda sebagai sumber tertinggi dalam ajaran Agama Hindu selalu menjelaskan perlunya kesucian hati. Maka setiap Yajna apapun itu tak terkecuali pelaksanaan ritual/upakara agama Hindu akan menjadi berarti pun bermakna bila pelaksanaannya didasari oleh kesiapan dan kesucian rohani, jasmani suci, pikiran, perkataan dan perbuatan suci, berhati suci, kehidupan suci sesuai ketentuan moral dan spiritual untuk sarana berhubungan dengan Tuhan. Cara mengungkapkan ajaran Veda adalah dengan yajna. Pengungkapannya dalam bentuk symbol-simbol atau niyasa. Simbol-simbol ini untuk mempermudah menghayati ajaran Veda. Orang yang memuja Tuhan dikatakan baik hati, untuk memuja Tuhan dapat dilakukan dalam berbagai cara. Untuk meningkatkan diri Makhluk hidup didunia ini dikelompokkan tiga golongan yaitu :
•Tumbuh-tumbuhan yang memiliki bayu (eka pramana)
•Binatang memiliki bayu dan sabda (dwi pramana)
•Manusia memiliki bayu, sabda dan idep (tri pramana)
Manusia diciptakan sebagai mahkluk yang paling sempurna, dengan memiliki idep atau disebut manu yaitu mental power, kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir itulah dapat mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia yang mulia, dapat membebaskan dirinya dalam berbagai beban hidup. Dalam kitab Sarasamucaya 81 disebutkan dalam terjemahannya sbb.: Demikianlah hakikatnya pikiran tidak menentu jalannya, banyak yang dicita-citakan terkadang berkeinginan, terkadang penuh keragu-raguan, demikianlah kenyataanya, jika ada orang yang dapat mengendalikan pikiran pasti orang itu memperoleh kebahagiaan baik sekarang maupun didunia lain. Karena sifat pikiran demikian rumit maka manusia perlu beragama. Dalam agama ada ajaran pengendalian diri, manusia perlu mengendalikan pikirannya agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan. Yajna dalam bentuk ritual/upakara sebagai salah satu ajaran agama yang bertujuan untuk mengurangi rasa egois menghilangkan rasa keakuan dan dorongan nafsu yang meledak-ledak untuk mencapai kebahagiaan yang lebih sempurna. Berbagai macam upacara atau yajna pada bagian-bagian tertentu dari pelaksanaannya mengandung tujuan dan makna pensucian. Seperti diantaranya; Pedudusan, caru, tawur, prayascita, pelukatan disamping sebagai persembahan juga bermakna sebagai pebersihan atau penyucian. Berikut beberapa sloka yang menjadi dasar hukum yang digunakan oleh beberapa pemeluk agama Hindu untuk melakukan pembersihan ataupun penyucian dengan cara ataupun laku agama dalam bentuk ritual/upakara, tak terkecuali upakara Agama Hindu yang menggunakan sarana Hewan, diantaranya, sbb:
a.Kitab suci bhagavadgita, IX.26 : `patram puspam phalam toyam, Yo me bhaktya prayacchtai, Tad aham bhaktya-upahrtam, Asnami prayatatmanah. Atinya : Siapapun yang dengan sujud bhakti kepada-Ku mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci.
b.Dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-5 Sloka 22, 23, 28, 29, 31, 35, 39, 40, 41, 42, penyembelihan binatang dibolehkan. Lihat Sloka-Sloka berikut ini:
•Sloka 39 : Yajnartham pasawah sristah swamewa sayambhawa, yajnasya bhutyai sarwasya tasmadyajne wadho wadha. Artinya: Swayambhu telah menciptakan hewan-hewan untuk tujuan upacara-upacara kurban. Upacara-upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan seluruh bumi ini, dengan demikian penyembelihan hewan untuk upacara bukanlah penyembelihan dalam arti yang lumrah saja.

•Sloka 40 : Osadhyah pasawo wriksastir yancah paksinastatha, yajnartham nidhanam praptah prapnu wantyutsitih punah. Artinya : Tumbuh-tumbuhan, semak-semak, pohon-pohon, ternak-ternak, burung-burung dan lain-lain yang telah dipakai untuk upacara, akan lahir dalam tingkatan yang lebih tinggi pada kelahirannya yang akan datang.
•Sloka 35 : Niyuktastu yathanyayam yo mamsam natti manawah, sa pretya pasutam yati sambhawaneka wimsatim. Artinya: Tetapi seseorang yang memang tugasnya memimpin upacara atau memang tugasnya makan dalam upacara-upacara suci, lalu ia menolak memakan daging, malah setelah matinya ia menjadi binatang selama dua puluh satu kali putaran kelahirannya.
•Sloka 42 : Eswarthesu pacunhimsan weda tattwarthawid dwijah, atmanam ca pasum caiwa gamayatyuttamam gatim. Artinya: Seorang Dwijati (Brahmana) yang mengetahui arti sebenarnya dari Weda, menyembelih seekor hewan dengan tujuan-tujuan tersebut diatas menyebabkan dirinya sendiri bersama-sama hewan itu masuk keadaan yang sangat membahagiakan.
c.Dalam kitab Bhagavad Gita Bab IV Sloka (11) disebutkan : ye yatha mam prapadyante, tams tathai ‘va bhajamy aham, mama vartma ‘nuvartante, manushyah partha sarvasah, Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari mana-mana semua, mereka menuju jalan-Ku, oh Parta.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI



Mencermati beberapa sloka diatas ini, maka Tumbuh-tumbuhan yang memiliki bayu (eka pramana), Binatang memiliki bayu dan sabda (dwi pramana), merupakan salah satu sarana dalam ritual/upakara yajna. Bahkan dalam kitab-kitab Ithasa dan purana ada yang dikisahkan bahkan Manusia yang memiliki bayu, sabda dan idep (tri pramana) juga melakukan tapa yang sangat kuat dan bersedia mengorbankan dirinya sebagai pesembahan. Seperti dalam purana yang digubah oleh paramuni di nusantara ini, yaitu kisah dalam Lontar Bubuksah.
Selanjutnya, mengartikan sloka di atas haruslah kita lebih dalam menyimak hakekat apa yang tersirat didalamnya? Apa pengertian kata jalan mana dari sloka di atas, apakah yang dimaksudkan itu keyakinan/agama, cara menuju, atau laku yang harus dilaksanakan?. Beberapa pendapat tentang hal ini, yang dimaksudkan dengan kata jalan mana adalah lebih cendrung kepada persoalan keyakinan/agama tak terkecuali pula cara pun laku Agama, Artinya, keyakinan apapun atau agama apapun serta laku agama apapun yang dianut seseorang dalam tujuan mencari Tuhan, diterima oleh Nya. Bhagawad Gita Bab VII sloka (21), mempertegas makna dari sloka di atas yang berbunyi : yo-yo yam-yam tanum bhaktah, sraddhaya ‘rchitum achchhati, tasya-tasya ‘chalam sraddham, tam eva vidadhamy aham. Artinya: Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera. Sloka ini, disamping sifatnya memberi penegasan terhadap sloka di atas, juga mempunyai makna yang sangat universal yaitu; bahwa Avatara Visnu bersabda kepada umat manusia, bahwa di dunia ini akan ada agama ataupun cara atau laku agama lebih dari satu dan Tuhan mempersilahkan kepada manusia untuk memilih, mana yang akan dijadikan dasar kayakinannya. Dan oleh setiap agama akan diajarkan bagaimana cara sembahyang, berdoa, mantra-mantra, pujian-pujian, dan sadhana agama dalam bentuk Acara Hindu yang menuju kepada Tuhan. Sloka ini juga mengajarkan kepada kita untuk saling menghormati sesama pemeluk agama pun cara atau laku agama yang berbeda janganlah saling menghina, saling menyombongkannya. Karena apabila ada orang yang menghina atau melecehkan agama lain, sebenarnya orang tersebut sangat tidak mengerti secara mendalam tentang keberadaan agamanya sendiri. Maka dari itu sebagai orang yang memeluk agama Hindu sudah seharusnya mendalami ajaran kitab suci Veda, agar kita dapat mewartakan kepada kaum catur varna dan menjelaskan kepada pemeluk agama lain sesuai dengan pesan Yayur Veda.
Demikianlah kemuliaan dari pelaksanaan Yajna-Ritual/Upakara Hindu sesuai dengan beberapa sumber yang sempat dikutip dalam tulisan ini, termasuk argumen yang dapat ditelusuri yang merupakan kebijaksanaan yang tumbuh dan berkembang bagi pemeluk agama Hindu yang mempedomani Veda sebagai sumber hukum tertinggi dalam melakoni kehidupan beragamanya di dunia ini. Menurut tradisi beragama Hindu di Bali, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Manawa Dharmasastra itu ditambah dengan Lontar-lontar antara lain Yadnya Prakerti, maka penyembelihan binatang untuk tujuan upacara dan makan, dibolehkan. Dengan syarat, terlebih dahulu mohon kepada Bhatara Brahma ‘ijin untuk membunuh’ yang dinamakan upacara ‘pati wenang’. Yang berdosa adalah membunuh binatang atau tumbuh-tumbuhan bukan untuk keperluan makan dan upacara, tetapi untuk kesenangan. Apakah kitab-kitab yang seolah-olah kontradiktif ini akan membuat kita bingung? Saya rasa tidak. Kitab-kitab tersebut mesti ‘dibaca’ secara mendalam bukan sekedar yang terlihat, kemudian disesuaikan dengan guna karma kita masing-masing. Kalau kita hubungkan dengan ilmu medis modern, bahkan setiap individu mempunyai kecenderungan dalam kecocokan makanan. Bagi yang masih merasa nyaman dengan makanan yang mengorbankan binatang, maupun yang memilih untuk tidak mengorbankan binatang semestinya dapat saling memahami. Yang jauh lebih penting, bagaimana sloka-sloka dalam kitab suci tersebut bisa memberikan tuntunan bagi kita semua untuk menjadi lebih baik dalam kehidupan di dunia ini. Baik buruknya perbuatan kita itulah nantinya yang akan menjadi nilai rapor dalam menentukan apakah kita naik kelas pada kehidupan berikutnya, atau bahkan bisa mencapai tingkatan Moksa.
Wasana kata, mari sama-sama siapkan wadah/wadag badan ini tak ubahnya seperti tempayan menerima air suci Amertha, dalam tempayan yang berisi air yang jernihlah akan nampak bayangan bulan. Sepatutnya hindari arah gerak pikiran, perkataan dan tindakan yang menjatuhkan kualitas rohani kita. Masihkah kita harus ribut-ribut tentang fenomena keragaman laku Acara Hindu di tengah-tengah keberagamaan kita secara bersama-sama..?, Dimana segudang mantra/sloka Veda dan susastranya memberikan kebijaksanaan untuk memperkuat sraddha bhakti sesuai dengan atmanastusti dalam Bingkai Tri Kerangka Dasar Agama Hindu dengan Tri Pramana sebagai parameter untuk merenunginya secara lebih mendalam, integral dan komprehensip.
Semogalah kita semua ada dalam Dharma Agama. Salah satu paramo dharmah dari pemeluk Hindu adalah BERLAJAR KITAB SUCI VEDA DAN SUSASTRA SUCINYA, LALU WARTAKAN KEPADA KAUM CATUR VARNA PUN KEPADA DILUAR DIRINYA. Selamat Rahinan Tilem.
Unaaha, 18 Desember 2017.
Om Subhamastu.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om.
Pranam.🙏🙏🙏🙏 ( Mendrajyothi).




 Pada ranah beragama individu/personal SRADDHA-lah yang dipermantap, selanjutnya secara personal Tri Pramana sebagai parameter untuk menuju : Kebenaran, Kesucian dan Keharmonisan dalam bingkai Tri Kerangka Dasar Agama Hindu. Pergerakan seperti ini saatnya kelak akan mendewasakan para bhakta itu sendiri pada sebuah pilihan laku ataupun sadhana sesuai dengan Tattwa, Susila dan Acara Hindu yang disesuaikan dengan Atmanastusti dan tingkat spirtual yang dicapai-nya. Kondisi seperti inilah yang membentuk keragaman dalam keberagamaan Hindu, tak ubahnya warna cahaya yang beragam yang membentuk satu kesatuan Cahaya, menjadi Cahaya Pelangi. Pesan ini sama dengan Bait Pertama Syair GEGURITAN SUCITA-SUBUDI. Sedangkan pada konteks kehidupan beragama dalam kehidupan sosial atau agama yang dibumikan dalam kehidupan sosial tentu pergerakannya berbeda, karena memang masyarakat realitasnya adalah berangkat dari kumpulan perbedaan. Pesan yang hendak titiang sampaikan pada konteks beragama dalam kehidupan sosial di Intern pemeluk Hindu ini adalah Membangun Sraddha Bhakti dalam rasa persaudaran seperti amanah dalam Mantra/Sloka "Sam Gacadwam Sam Vadadwam...dst, Samanivakutih, ...dst. dalam Bingkai Rumah Hindu. Rumah Hindu tidak akan dapat terawat dan berkembang dengan baik bilamana manusia-manusia yang ada dalam rumah-nya ribut-ribut karena perbedaan tingkat kemampuan dan spirtualitas dalam mempossisikan dirinya pada Tattwa, Susila dan Acara Hindu. (Bukankah Ribut-ribut, dalam Bhagavadgita adalah Tiket Masuk Neraka dan lebih kejam dari Himsa karena musak generasi dari masa-kemasa karena dendam yang tidak berkesudahan : Tri Vidham Naraka Syadam, Dwaram Nasanam Atamanh, Kamah, Krodhah, tatah lobah..dst). Biarkan Tuhan Menjadi Hakim tertinggi terhadap pilihan laku pun sadhana keagamaan yang diyakini sesuai dengan Tattwa, Susila dan Acara Hindu yang dipedomani. CATUR MAHA YUGA TERUS BERPUTAR, RTAM TELAH DICIPTAKAN OLEH TUHAN. Manusia beragama hanyalah beriktiar untuk menyempurnakan hidupnya dan menemukan jati dirinya. Unity in diversity adalah pesan moral untuk menciptakan Satyam, Sivam, Sundharam dalam Kehidupan Sosial beragama yang dibutuhkan oleh masyarakat manusia dewasa ini. Pranam. Om Nama Sivaya, Om Agniya Namah..


BEBERAPA MANTRA/SLOKA VEDA SEBAGAI SUMBER
DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN YAJNA (RITUAL/UPAKARA).
Oleh : Mendrajyothi ( I Nengah Sumendra )
...

semua upacara/upakara Yajna punya ikhtiar untuk penyucian, penebusan, penyelamatan, pemuliaan, penyatuan dan pembebasan yg tetap memperhatikan satyam, sivam dan sundaram...Untuk hal ini dharma sidhiarta telah menyebutkan unsur unsurnya dlm MDS, BG dan Lontar Widhisastra, Lontar Silakramaning Yajna..


-
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Kamis, 21 Desember 2017

tebasan semara ratih untuk pengantin



tebasan semara warna putih 
tebasan ratih warna barak 

tebasan semara warna putih 
tamas, kulit sayut, 2 tulung sangkur misi nasi, raka, kojong rasmen, tumpeng putih meplekir tumpengnya dililit benang tebus putih, peras tulung, payasan, sampyan nagasari

tebasan ratih warna barak
tamas, kulit sayut, 2 tulung sangkur misi nasi barak, raka, kojong rasmen, tumpeng barak meplekir tumpengnya dililit benang tebus barak, peras tulung, payasan, sampyan nagasari


Lapisan bumi Menurut agama Hindu




Menurut agama Hindu, bumi berbentuk bulat dengan inti yang sangat panas di dalamnya. Inti bumi tersebut merupakan neraka yang terpanas. Sebelum mencapai inti bumi, ada tujuh lapisan yang menyusun bumi. Tujuh lapisan itu disebut Saptapatala. Penghuni lapisan tersebut adalah makhluk supranatural dan naga. #Saptapatala terdiri dari: Atala, Witala, Sutala, Talatala, Mahatala, Rasatala, Patala. #Atala identik dengan #Mahamaya; #Witala dipimpin oleh manifestasi #Siwa yang disebut #Hatakeswara; #Sutala dipimpin oleh raksasa #Bali; #Talatala dipimpin oleh Maya; #Mahatala kediaman ular raksasa; #Rasatala dihuni para #Detya dan #Danawa; #Patala dipimpin oleh #Basuki, raja para naga.
Menurut agama Hindu, langit yang menyelimuti bumi terdiri dari tujuh lapisan. Tujuh lapisan tersebut dikenal dengan istilah #Saptaloka. #Bhurloka adalah lapisan yang paling bawah atau lapisan langit yang menyentuh bumi; #Bhuwahloka adalah lapisan udara di atasnya, antara langit dan matahari; #Swahloka atau #Swargaloka adalah kediaman Dewa Indra; #Maharloka adalah kediaman #Resi_Bhrigu; Janaloka adalah kediaman para putera Brahma; #Tapaloka merupakan kediaman ras makhluk yang disebut #Weragi; #Satyaloka atau #Brahmaloka merupakan kediaman #Brahma.
Bhur loka sering diistilahkan sebagai alam kegelapan atau alam bawah. Disebut alam kegelapan karena suasana alam ini memang cukup remang-remang atau bahkan sangatgelap. Disebut alam bawah bukan karena lokasinya di bawah, melainkan karena mahluk-mahluk di alam ini kesadarannya dianggap di bawah standar atau rendah. Bhur loka adalah alam yang dihuni oleh jiwa-jiwa yang bathinnya dalam avidya dan semasa hidupnya banyak melakukan pelanggaran dharma. Umumnya kita menyebut mereka sebagai mahluk-mahluk alam bawah.
Bhur Loka adalah alam-alam dengan suasana yang remang-remang atau gelap. Berada disini kita akan mengalami berbagai kesengsaraan yang diakibatkan oleh refleksi negatif dari pikiran kita sendiri [pikiran buruk dan ingatan / kenangan buruk]. Pikiran-pikiran buruk kita terproyeksikan menjadi begitu nyata oleh energi negatif alam ini.
Mahluk alam-alam bawah kebanyakan berwujud seram. Tapi tidak semua karena ada juga dari jenis tertentu yang berwujud cukup indah, cantik atau tampan. Yang membedakan dengan manusia adalah tingkat kesadaran mereka yang berada di bawah tingkat kesadaran manusia. Tingkah laku mereka sesungguhnya tidak selalu jelek. Kalaupun ada tingkah laku mereka jelek itu karena karakter [tingkat kesadaran] mereka rendah dan karena vibrasi dan suasana alam mereka sendiri yang memang mendorong seperti itu.
Bhur Loka terbagi menjadi tujuh petala atau tujuh dimensi yang berbedabeda. Di masing-masing petala atau dimensi-dimensi dari alam ini, jiwa-jiwa yang kualitas tingkat kesadaran-nya sejenis akan berkumpul. Dan perlu diketahui bahwa pada beberapa bagian-bagian terbawah dari alam ini terdapat penguasapenguasa yang melakukan perbudakan mental kepada jiwa-jiwa lainnya. Itu juga salah satu sebabnya kenapa sekali sang jiwa terperosok disini, dia akan tinggal untuk jangka waktu yang sangat lama, sebelum bisa lahir kembali sebagai manusia di alam marcapada.
Pada beberapa petala, berada disana jangka waktunya bisa antara ribuan tahun atau bahkan jutaan tahun. Dimana jiwa-jiwa sangat sulit keluar dari sana karena adanya hirarki jiwa-jiwa gelap yang menjadikan dirinya penguasa, mempengaruhi dan memanipulasi pikiran mereka, sehingga mereka terus terkurung disana.
#Bhur_Loka terbagi menjadi tujuh petala atau tujuh dimensi yang berbedabeda, yang disebut Sapta Petala. Setiap petala ini masing-masing memiliki banyak sekali dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Semakin negatif atau kasar sebuah petala atau lapisan dimensi bhur loka yang kita masuki, lingkungannya semakin tidak mendukung bagi jiwa untuk mengalami kebahagiaan dan kedamaian. Jiwa-jiwa yang terperosok ke alam ini adalah apa yang biasa kita sebut sebagai sarwa bhuta, rencang-rencang atau mahluk-mahluk alam bawah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa ketika seseorang mengalami kematian, atma-nya akan berpindah ke dimensi yang berbeda. Atma akan mengalami pengalaman-pengalaman transenden, yang kemudian diikuti dengan berbagai kemungkinan perjalanan. Kemungkinan yang akan kita bahas disini adalah kemungkinan dimana atma kemudian akan terjerumus memasuki Bhur Loka. Atma akan memasuki alam-alam bawah yang sesuai dengan tingkat kegelapan bathinnya sendiri, serta energi akumulasi karma buruk-nya.
Salah satu pengetahuan yang penting untuk diketahui bahwa ketika sang atma terjerumus masuk ke Bhur Loka, dia akan menjadi penghuni alam tersebut dan memperoleh wujud dan jatidiri baru. Wujud dan jatidiri-nya seketika atau bisa juga perlahan-lahan akan berubah, sesuai proses perjalanan dan transisi-nya sendiri, menjadi wujud penghuni dimensi atau dunia alam-alam bawah tersebut. Berikut ini penulis akan menyampaikan penjelasan mengenai Bhur Loka atau Sapta Petala. Dengan catatan bahwa tidak semua penjelasan detail mengenai alam-alam bawah diijinkan untuk dibuka dalam tulisan ini. Ada samaya yang harus penulis jaga.
1. Sapta Petala lapisan atau dimensi pertama : #Atala.
Dimensi alam atala ini memiliki banyak dunia-dunia tersendiri. Artinya dalam satu dimensi yang sama disana ada banyak alam. Dimensi alam atala ini adalah “tetangga” kita paling dekat. Penghuninya adalah para wong samar. Mereka secara fisik cukup mirip dengan manusia, dengan beberapa perbedaan, seperti salah satu misalnya tidak adanya cekukan di bawah hidung diatas mulut. Ada juga penghuninya yang berupa mahluk yang sama seperti manusia. Pada beberapa dunia disini, lingkungan mereka juga hampir mirip dengan kita, seperti ada perkampungan [desa, pemukiman], tempat-tempat suci, dsb-nya.
Hanya suasananya cenderung remang-remang, seperti sore hari menjelang malam atau pada saat mendung tebal. Pada dasarnya mereka bukan mahlukmahluk yang jahat, hanya saja tingkat tingkat kesadaran dan kebijaksanaannya lebih rendah dari manusia pada umumnya. Akan tetapi wong samar ini juga ada yang mengenal ajaran dharma, sehingga mereka tetap berusaha berkarma baik
untuk bisa keluar dari alam ini. Mereka yang masuk alam ini biasanya disaat kematian, karma buruknya lebih dominan dibandingkan dengan karma baiknya dan pikiran buruknya lebih dominan dibandingkan dengan pikiran luhurnya. Sehingga saat kematian tiba dia akan gagal menemukan jalan terang.
Sumber kesengsaraan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan rasa bersalah, rasa tersinggung [marah], rasa tidak terima, rasa sakit fisik, dsb-nya. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan kasih sayang dan kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan.
2. Sapta Petala dimensi kedua : #Witala.
Alam witala ini memiliki banyak sekali dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Penghuni dimensi alam witala ini sangat beragam, yaitu berbagai macam mahluk-mahluk yang wujudnya ganjil dan aneh-aneh, seperti wujud dengan badan rusak atau tidak lengkap, kepala berkaki tanpa tubuh dan tangan, berwujud bola dengan lidah-lidah api, wujud yang menjijikkan, berwujud bola mata merah menyala, dsb-nya. Mereka yang masuk alam ini biasanya yang disaat kematian ada
memendam banyak kekecewaan, dendam atau sakit hati, selain juga tidak punya tabungan karma baik yang mencukupi. Juga mereka yang mati mendadak dalam kondisi sengsara atau salah pati seperti misalnya karena : kecelakaan, dibunuh, dsb-nya. Tanpa punya akumulasi karma baik yang mencukupi. Sehingga saat kematian tiba dia akan gagal menemukan jalan terang.
Termasuk mereka yang mati bunuh diri juga akan cenderung masuk alam ini. Pada dasarnya mereka bukan mahluk-mahluk yang jahat, hanya saja tingkat tingkat kesadaran dan kebijaksanaannya lebih rendah dari manusia pada umumnya, sehingga pikiran mereka penuh kekalutan. Selain itu, proyeksi energi negatif dan kondisi berat alam witala ini juga ikut mendorong mereka seperti itu. Sumber utama kesengsaraan di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan berbagai kekecewaan, ketidakpuasan dan keinginan-keinginan pikiran yang tidak terpenuhi. Juga berbagai dendam dan sakit hati yang menurut mereka harus dilampiaskan. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan cinta yang didambakan, keinginan yang terpenuhi, kemarahan
yang terlampiaskan, dsb-nya.
3. Sapta Petala dimensi ketiga : #Sutala.
Penghuni alam ini adalah para preta, mahluk berwujud manusia kurus, berwajah pucat dan suara melengking atau suara histeris. Ada juga mahluk yang wujudnya manusia kumal, dengan rambut kusut kotor. Selain itu ada juga mahluk-mahluk mirip seperti manusia di alam ini yang terus mengejar hasrat-hasrat duniawi palsu, tapi semuanya akan berujung kepada siksaan dan kesengsaraan. Kejadian ini, yaitu mengejar hasrat-hasrat duniawi palsu yang kemudian berujung kepada siksaan dan kesengsaraan, akan terus terjadi berulang-ulang dan berulang kembali di alam ini.
Alam sutala ini memiliki banyak dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Dinamika alam, pengalaman dan wujud para penghuninya juga ada beberapa perbedaan satu sama lain.
Mereka yang masuk alam ini biasanya yang dimasa kehidupan gemar sekali mengumbar hawa nafsu indriya [hedonis] dan serakah mengejar berbagai macam kenikmatan dan kepuasan-kepuasan lainnya. Selain juga tidak punya akumulasi karma baik yang mencukupi. Pada dasarnya mereka bukan mahluk-mahluk yang jahat, hanya saja tingkat kesadaran dan kebijaksanaannya lebih rendah dari manusia pada umumnya, sehingga mereka tidak mampu mengendalikan dirinya.
Dan proyeksi energi negatif dan kondisi berat alam sutala ini juga mempengaruhi dan membuat mereka seperti itu. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan berbagai keinginan-keinginan badan dan pikiran yang tidak terpenuhi, seperti nafsu seks yang dilampiaskan sepuas-puasnya sampai maksimal, makan enak yang dilampiaskan sepuas-puasnya sampai maksimal, dsb-nya. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan
[kenangan] akan keinginan-keinginan badan dan pikiran yang tidak pernahn terpuaskan.
4. Sapta Petala dimensi ke-empat : #Talatala.
Penghuni alam ini adalah para mahluk yang mudah berubah menjadi beragam wujud. Sering disebut para siluman. Dari wujud yang sangat buruk sampai wujud yang sangat indah. Kadang wujudnya seperti manusia, kadang wujudnya binatang, kadang wujudnya naga, kadang wujud lainnya. Kalau mereka hadir di dimensi halus alam marcapada [alam manusia]biasanya hadir dalam wujud binatang seperti ular, harimau, dsb-nya.
Alam talatala ini memiliki banyak dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Suasana alam dan wujud para penghuninya juga ada beberapa perbedaan satu sama lain. Mereka yang masuk alam ini biasanya semasih hidup punya akumulasi karma buruk yang bertumpuk-tumpuk. Yang punya ego dan sifat manipulatif yang kuat serta banyak melakukan kesalahan-kesalahan berbahaya bagi banyak orang.
Mungkin pernah dalam masa kehidupannya dia baik secara fisik maupun melalui perkataan dan pikiran [hinaan, fitnah, penipuan, manipulasi, ajaran spiritual palsu, hasutan, dsb-nya], menyebabkan seseorang atau sekelompok orang mengalami kesengsaraan atau kebingungan panjang dan mendalam. Misalnya saja [hanya contoh] : meracuni makanan atau obat-obatan [formalin, methanol, zat berbahaya, obat dengan dosis tidak sehat], memproduksi narkoba, melakukan korupsi dengan dampak besar, melakukan penipuan besar kepada sekelompok orang, mengeksploitasi tenaga kerja, berpura-pura menjadi guru spiritual padahal ajarannya tidak benar [misalnya ajarannya membuat orang menjadi fanatik, menjadi bertengkar, konsep ajaran yang rawan konflik] padahal tujuan sesungguhnya hanya untuk kepentingan pribadi, memuaskan ego dan keserakahan religiusnya, dsb-nya.
Sumber kesengsaraan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan berbagai pemuasan ego yang tidak terpenuhi. Serta proyeksi energi negatif dan kondisi berat alam ini yang semakin menekan. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan berbagai pemuasan ego yang terpenuhi.
5. Sapta Petala dimensi kelima : #Mahatala.
Penghuni alam ini adalah para rakshasa, makhluk bertubuh tinggi-besar, berkulit hitam, berwajah sangar dan seram. Ini adalah lapisan alam gelap yang menjadi habitat bagi jiwa-jiwa yang hanya sedikit saja punya rasa welas asih dan dominan punya bathin gelap seperti : iri hati, kemarahan, ketidakpuasan, dendam dan kebencian.
Alam mahatala ini memiliki banyak dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Wujud para rakshasa ini juga berbeda-beda, misalnya kulitnya ada yang tidak berbulu, ada yang berbulu seperti rambut, ada yang berbulu duriduri tajam seperti jarum, dsb-nya. Mereka yang masuk alam ini biasanya semasih hidup punya akumulasi karma buruk yang bertumpuk-tumpuk. Yang jiwanya dominan dengan rasa iri hati, serakah, tidak puas, kemarahan, dendam dan kebencian. Sering melakukan kekerasan dan teror fisik maupun mental kepada orang lain. Lihatlah pada manusia-manusia yang pikirannya jarang welas asih, mementingkan diri sendiri, cenderung suka mengintimidasi dan menyebarkan jejak-jejak kemarahankebencian dimana-mana.
Termasuk mereka yang semasa hidupnya belajar ilmu hitam atau ilmu-ilmu kesaktian lainnya dan menggunakannya untuk menyakiti dan menyiksa orang lain. Kecenderungan bathin mereka selalu ingin lebih hebat [lebih sakti] dari yang lain, tidak punya toleransi kepada yang lebih lemah, penuh prasangka buruk, rasa curiga, iri hati, serakah, tidak puas, marah, dendam dan benci. Sumber kesengsaraan utama di alam ini adalah siksaan mental yang mendalam akibat dari siksaan mental yang ekstrim [iri hati, marah, benci, dendam, dsb-nya]. Serta proyeksi energi negatif dan kondisi berat alam ini yang semakin menekan. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan puasnya melampiaskan kebencian, ketidak-puasan, dendam dan amarah yang menyebabkan orang lain menderita.
.
6. Sapta Petala dimensi ke-enam : #Rasatala.
Penghuni alam ini adalah para mahluk yang tidak mewujud, hanya berwujud bayangan halus atau kabut yang lembut. Sering disebut para #lelembut. Kehadiran mereka akan menghabiskan energi yang hidup bagi lingkungan sekitar maupun bagi mahluk lain [termasuk manusia]. Sesama makhluk-mahluk alam bawah pun juga tidak tahan berdekatan dengan mereka. Hanya mereka yang memiliki kemampuan supranatural tinggi yang bisa berhadapan dengan mereka tanpa terhisap energi hidupnya.
Mereka yang masuk alam ini biasanya semasih hidup punya akumulasi karma buruk yang bertumpuk-tumpuk. Yang jiwanya dominan dengan rasa iri hati, serakah, tidak puas, kemarahan dendam dan kebencian. Umumnya yang masuk alam ini adalah mereka yang aktif menyebarkan propaganda yang memecah-belah manusia. Terutama mereka yang pernah melakukan kesalahan-kesalahan berbahaya bagi banyak orang seperti menghasut, mengatur, memanipulasi atau mengorganisir kebencian pada orang lain [melalui orasi, ideologi, ajaran spiritual, dsb-nya] yang sampai pada terjadinya aksi kekerasan fisik kepada sekelompok orang atau bahkan memicu peperangan antar wilayah. Lihatlah pada manusia-manusia yang haus darah, senang dengan
kekacauan, serta puas melihat ketakutan, kepedihan, dan penderitaan. Alam rasatala ini memiliki banyak dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama.
Sumber kesengsaraan utama di alam ini adalah akan merasakan kesengsaraan mental yang sangat berat, akibat proyeksi energi negatif dan kondisi alam berat yang tidak terhingga di alam ini. Hampir tidak ada kebahagiaan di alam ini. Termasuk tersiksa akibat perbudakan mental dan manipulasi dari jiwajiwa gelap yang menjadi raja atau penguasa di alam ini, serta sang jiwa merasa demikian putus asa akibat kecilnya peluang untuk bisa keluar atau bebas dari alam ini. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah setitik harapan kecil bahwa suatu hari akan ada mahluk suci yang menolong keluar dari kesengsaraan panjang dan mendalam ini.
7. Sapta Petala dimensi ketujuh atau paling negatif dan gelap : #Patala.
Ini adalah dimensi alam bawah yang paling mengerikan. Sulit untuk diceritakan. Mereka yang masuk alam ini biasanya semasih hidup punya akumulasi karma buruk yang bertumpuk-tumpuk dan melakukan kesalahankesalahan fatal. Dimensi alam ini adalah apa yang disebut sebagai Naraka Loka [neraka]. Di alam ini berlaku hukum rimba, dimana yang kuat yang berkuasa. Alam patala atau #Naraka_Loka ini memiliki banyak sekali dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama.
Sumber kesengsaraan di alam ini adalah akan merasakan kesengsaraan mental yang sangat berat, akibat proyeksi energi negatif yang ekstrim dan kondisi alam berat ektrim yang tidak terhingga di alam ini. Termasuk tersiksa akibat penyiksaan, konflik, persaingan dan peperangan abadi antar sesama mereka. Tidak ada kebahagiaan sedikitpun di alam ini. Sangat sulit untuk keluar dari alam ini.