Label
- Bali inspiration
- Bali Masa Depan
- basa Bali
- Bersenang-senang dengan devanagari
- Bhagavad Gita
- Cafe Herbal
- Caru
- Dewa Yadnya
- English for kids
- Gamelan
- Hindu bilingual
- Jenis Banten
- Jual Banten
- Karya Ngenteg Linggih
- Macam-macam Banten
- Macam-macam Tebasan
- Manusa Yadnya
- Memukur
- Panca Sembah
- Pitra Yadnya
- pustaka
- Rerainan
- Sampyan
- saMskrtam
- Satua
- Sesayut
- Tetandingan
- Toko OnLiNe jualan onlain
- Upacara upakara
- Uparengga
- Yoga Bali
Rabu, 05 Januari 2022
Beakala/biukaon
Siwaratri
Banten Saraswati
Anggar Kasih Tambir dan Kajeng Kliwon
Sabtu, 17 Juli 2021
Makna Kober Ganapati Saat Upacara Rsi Gana

GANAPATI : Rsi Gana kerap disimbolkan dalam sebuah gambar di atas kain putih, sosok Ganapati yang ditancapkan pada Sanggar Surya di sebelah kiri. (Putu Mardika/Bali Express)
Sosok Ganapati dalam upacara Rsi Gana kerap disimbolkan dalam sebuah gambar di atas kain putih, yang ditancapkan pada Sanggar Surya di sebelah kiri. Apa sejati maknanya?
DOWNLOAD FILM AQUID GAME SUB INDO KLIK DISINI
Ganapati pada upacara Rsi Gana dipuja karena ia sebagai penyebab penyucian pekarangan dan areal bangunan pura. Hal ini dijelaskan dalam lontar Bhama Khretih.

Bunyinya : Iki keputusan Sang Hyang Resi Ghana, pamarisudhan ing karang panes, mang sanggar, ngadigakan sanggar tutwan, mapenjor pring ghading , matunggalkasa 2, merajah Ghana, ngawa Bajra, 1 ngawe Gadha, 1, malih rwan bingin acarang, ring acrsania gnahniya, kapwa rwania marajan tjakra, magenah ring harep ing sanggar, sucinia, 2, matumpeng hadanan, pras daksina harthania, 1700, canang lenggawangi, burat wangi, munggah ring sanggar.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Jika diterjemahkan berarti, keputusan Sang Hyang Rsi Gana, yaitu mengenai penyucian tanah pekarangan panas dan bangunan pura, caranya adalah dengan mendirikan sanggar tutuwan, penjornya bambu gading, berbendera kain putih bergambar Gana yang membawa sebuah Gada dan Bajra, disertai daun beringin setangkai letaknya di timur laut, yang bergambar cakra di hadapan sanggar, sucinya 2 buah lengkap dengan hadanan yang bertumpang, pras, daksina, uang 1700, canang lengawangi, burat-wangi yang diletakkan di sanggar.
“Makna adanya kober Ganapati adalah untuk menghadirkan Sang Hyang Ganapati agar menjaga upacara mupuk padagingan supaya terhindar dari kekuatan negatif, baik itu berasal dari Bhuta dan yang bersumber dari Dewa dan Manusia,” ujar Kelian Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna, kemarin.
Kober Ganapati di dalamnya terdapat mantra yang berupa tulisan berbentuk aksara yang disebut dengan Ekaksara, Dwiaksara, Triaksara, Pancaksara, Panca Brahma, Dasaksara, dan Dasa Bayu.
Rajahan aksara yang digunakan pada kober Ganapati memiliki makna sebagai proses dari lahirnya ciptaan dari Ekaksara sebagai yang tunggal, menciptakan Dwiaksara sebagai purusa dan prakerti, sehingga melahirkan tiga manifestasi yang utama Triaksara sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Pancaksara merupakan unsur materiil dari Panca Mahabhuta. Kemudian dari Pancaksara terjadi proses penciptaan, yaitu dari mantra Dasaksara Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang.
Kemudian ciptaan ini dihidupkan oleh mantram Dasa Bayu, Om I A Ka Sa Ma Ra La Wa Ya Ung, yang merupakan sepuluh prana sebagai penghidup sebuah ciptaan. “Jadi urutan rajahan aksara ini digunakan pada kober Ganapati di upacara Rsi Gana sebagai proses melahirkan manifestasi Ida Sang Hyang Widi Wasa, yaitu Gaṇapati,” pungkasnya.
Caru Rsi Gana Netralisasi Ulah Niskala Pasca Ulah Pati

PACARUAN: Suasana prosesi pecaruan Rsi Gana di Setra Desa Adat Buleleng. Kelian Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna (Putu Mardika/Bali Express)
Caru Rsi Gana menjadi salah satu sarana penyucian secara niskala untuk menteralisasi Bhuana Agung dan Bhuana Alit pasca peristiwa besar terjadi di sebuah tempat. Bahkan, sarana ini juga kerap digunakan jika ada kasus ulah pati seperti kasus bunuh diri.
Upacara Rsi Gana ini dilakukan Desa Adat Buleleng, Kecamatan Buleleng, Jumat (16/7) di areal setra yang berlokasi di Kelurahan Kendran, Kecamatan Buleleng.

Ritual ini dilaksanakan setelah adanya seorang wanita yang nekat gantung diri di pohon Ketapang areal setra, Kamis (15/7) lalu, lantaran mengalami sakit kanker payudara sejak lama.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Kelian Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna mengatakan, kasus ulah pati (bunuh diri) di Setra Adat Buleleng adalah tragedi yang pertama kali terjadi di wawidangannya. Namun, pihaknya bersama prajuru adat langsung bergerak untuk melaksanakan pacaruan Rsi Gana.
Upacara ini dipimpin langsung Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Nanda Kusuma dari Geria Stiti Shanti Mutiara.
Jro Sutrisna mengatakan, caru Rsi Gana digunakan untuk menetralisasi wawidangan yang leteh (kotor secara niskala) akibat kasus ulah pati atau bunuh diri. Pohon Ketapang yang dijadikan sarana gantung diri pun juga ditebang. Kemudian akarnya juga dibongkar agar tidak tumbuh lagi.
“Di tanah bekas pohon Ketapang tumbuh, kami tanam sarana caru Rsi Gana. Kami berharap secara niskala agar tidak ngerebeda atau gentayangan,” jelasnya.
Dikatakan Jro Sutrisna, dipilihnya Caru Rsi Gana sebagai sarana untuk menetralisasi wawidangan setra bukanlah tanpa alasan. Mengingat di wilayah ini terjadi ulah pati. Sehingga tidak tepat jika menggunakan sarana caru biasa.
Pihaknya memutuskan untuk menggunakan sarana pacaruan Rsi Gana tingkat alit. “Kami gunakan banten suci, banten pacaruan lengkap, bebek belang,” imbuhnya.
Menurutnya, Caru Rsi Gana secara umum memang berfungsi sebagai sarana penyucian (pangeruatan) Bhuana Agung dan Bhuana alit. Ritual ini juga untuk menjaga keharmonisan alam semesta beserta segenap isinya.
Caru Rsi Gana memang kerap digunakan menyucikan karang yang tergolong angker atau karang panes. Dikatakan Jro Sutrisna, ciri-ciri dari karang angker atau karang panes sebagaimana terdapat dalam lontar Pamanes Karang ia, ib, 2a, dan 2b disebutkan, karang panes yang menyebabkan panas yang dirasakan penghuninya.
Pelaksanaan upacara Caru Rsi Gana juga menggunakan sarana seperti banten Byakala, banten Prayascitta, banten Durmaggala dan berbagai bentuk-bentuk rerajahan.
“Semua itu berfungsi untuk proses penyucian, meliputi dua macam, yakni penyucian yang bermakna lahiriah dan penyucian yang bermakna lahiriah dan penyucian yang bermakna rohaniah,” bebernya.
Rabu, 14 Juli 2021
Nguja Benih, Memohon Diberkati Benih Unggul dari Dewi Sri

Tokoh masyarakat Pedawa, Wayan Sukrata (Putu Mardika/Bali Express)
Tradisi agraris di Pedawa sangatlah unik. Salah satunya Upacara Saba Nguja Benih. Ritual yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini bertujuan memohon kepada Dewi Sri agar memberikan bibit unggul kepada petani di Pedawa, Buleleng, sehingga hasil pertanian berlimpah.
Tokoh masyarakat Pedawa, Wayan Sukrata mengatakan, Saba Nguja Benih dilaksanakan bertepatan dengan Purnama Sasih Kaulu. Saat ritual itu dilaksanakan, maka ada kewajiban menarikan Tari Jejumputan.
Tarian ini memiliki persiapan yang panjang dimulai dari musyawarah perencanaan tanggal. Musyawarah dilakukan Balian desa dengan melibatkan pengulu desa, dan kelian adat. Kemudian hasil musyawarah akan diteruskan tiap-tiap Kelian Sambangan, untuk diinformasikan keseluruh warga.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Setelah dimusyawarahkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan matur piuning lima pura di Desa Pedawa. “Matur piuning melibatkan beberapa tokoh, yaitu Balian desa dan Pengulu desa. Setelah matur piuning, maka para pengawin mulai menjumput calon penari dengan dibawakan pabuahan.
Pemilihan calon penari harus sesuai dengan kriteria yang merupakan sudah ketentuan dari para leluhur,” jelasnya.
Empat hari sebelum pementasan Tari Jejumputan dilaksanakan latihan tari. Persiapan selanjutnya yaitu bersih-bersih Pura Desa yang dilaksanakan oleh daa. Bersih-bersih ini dilakukan dua hari sebelum dipentaskannya Tari Jejumputan. Para daa membersihkan semua areal Pura Desa.
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Persiapan selanjutnya dilakukan sehari sebelum pementasan yang dilakukan daa truna pada pagi hari. Kegiatan ini dimulai dengan membawakan janur (busung) dan bambu dari rumah yang dilakukan oleh teruna. Kegiatan daa selanjutnya, melipat janur (busung) dengan cara diikat, dalam satu ikat terdapat 10 helai janur (busung).
“Kegiatan sore hari adalah menumbuk warna alami (ngintuk kenuja) untuk memberi corak warna pada janur. Pada saat pagi hari penek banten terdapat berbagai kegiatan yang diawali dengan membawa babi pada pagi hari sejumlah satu ekor, kemudian babi diperiksa kelayakannya oleh dane ulu desa,” imbuhnya.
Apabila babi tersebut memenuhi syarat, maka tahap selanjutnya diserahkan ke pemiritan. Pemiritan mengumpulkan anggota untuk menyembelih babi tersebut, dan kemudian dibersihkan. Potongan babi yang telah dibersihkan kemudian diserahkan kembali kepada pengetan.
Setelah berbagai persiapan selesai, maka selanjutnya penek banten. Pada saat penek banten inilah Tari Jejumputan dipentaskan. Berbagai ritual untuk pementasan selesai, maka tari Jejumputan boleh ditarikan.
Biasanya Tari Jejumputan ini mulai dipentaskan pada tengah malam sekitar jam 01.00 Wita. Para penari akan memulai dengan menarikan Jejumputan biasa. Aris-Arisan Merak Mengelo kemudian Sambang Karang. Namun, untuk jenis gerakan Tari Merak Mengelo memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga jarang penari yang mampu menarikan, maka gerakan Tari Merak Mengelo terkadang tidak ditarikan.
“Upacara ini merupakan salah satu wujud permohonan kepada Tuhan agar memperoleh bibit yang unggul dan bagus, salah satu wujud rasa bersyukur, dan menolak bala atau memohon kemakmuran di sektor pertanian. Hal ini bersangkutan dengan Dewi Kemakmuran yaitu Sang Dewi Sri,” pungkasnya.