Rabu, 05 Januari 2022

Beakala/biukaon

Beakala
Sidi
Kulit sayut
Kulit peras dr pandan medui
Raka 
Nasi metimpuh metajuh
Kojong rasmen
Ceper: misi taluh matah,   
  peselan, sesabet, 2  
  takir yi 1 tepung tawar 
  n beras kuning
  Takir 2 misi 2 pis 
  bolong benang barak.
  Peselan yi 3 don dadap,  
  1 base, seet mimang,  
  don selasih, padang  
  lepas digulung iket dg 
  benang barak.
Peras tulung payasan pesucian
Payuk pere padma
Sampyan nagasari endong
Lis endong




Siwaratri


Dalam Bhagawad Gita XVIII-5 dikatakan Kegiatan melakukan yadnya, dana punia  tapa brata jangan diabaikan melainkan harus dilakukan sebab yadnya, dana punia, dan tapa brata adalah pensuci bagi orang arif bijaksana.
       Selanjutnya brata yang utama adalah Siwaratri, dapat dilihat pada purana:
1. Skanda Purana (bagian Kedara kanda) dari percakapan para Rsi dan Lomasa, bahwa Canda membunuh berbagai mahluk, juga termasuk membunuh  Brahmana, pada akhirnya sadar (bertobat) melalui ajaran Siwaratri.
2. Garuda Purana (bagian acara kanda), Dewa Siwa menjawab pertanyaan saktinya Dewi Parwati, bahwa ajaran Siwaratri yang utama, roh terbebas dari hukuman neraka.


3. Siwa purana ( bagian jnana samhita) percakapan tentang Siwaratri antar para Rsi dan Suta, perihal kekejaman Rurudruha menjadi sadar, setelah menjalankan ajaran Siwaratri.
4. Padma Purana (bagian uttara kanda) menyampaikan percakapan antara Raja Dilipa dengan Rsi Wasista, Siwaratri adalah brata yang utama 
5. Siwaratri kalpa populer di Indonesia, ditulis oleh  Empu Tanakung tentang kisah Lubdaka yg terdiri 20 wirama.
         Perayaan Siwaratri akan memberikan harapan dituntun dari tidak benar menuju jalan yang benar, dari kegelapan  menuju cahayaMU.

Pembicara Ida Pedanda Gde Pidada
Copas Nyomn Sedana




Banten Saraswati

Banten saraswati
Tamas, 5 celemik diisi boreh miik n seseb dadap n jaja puun n baas kuning  n jaja kepehn cacalan, raka, carang cemara, celemik besar isi jaja saraswati, carang bingin,  sampyan nagasari, penyapuhan.




Anggar Kasih Tambir dan Kajeng Kliwon




Anggar Kasih Tambir merupakan hari suci yang sangat istimewa, karena pada hari itu bertepatan juga dengan hari suci Kajeng Kliwon Enyitan.
Anggar Kasih Tambir dirayakan setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali, tepatnya pada setiap sapta wara Anggara (Selasa) dan panca wara kliwon serta
wuku Tambir.
Dalam kutipan dari lontar Sundarigama disebutkan ; yang lain lagi yang perlu diperhatikan ketika Anggara bertemu Kliwon disebut sebagai Anggar Kasih.
Anggara Kasih atau Anggar Kasih, yang merupakan hari untuk mewujudkan cinta kasih
terhadap diri kita sendiri.
Pada hari suci Anggar Kasih itu hendaknya kita merawat diri kita sendiri, dengan jalan melakukan pembersihan atau peleburan dari segala kecemaran (mala)
dan bencana.
Dan hal yang paling utama adalah untuk melebur segala kecemaran yang ada pada pikiran yaitu, dengan jalan melakukan perenungan suci dan juga menghaturkan persembahan berupa banten wangi - wangi, Puspa wangi, Asep astangi dan dilanjutkan dengan metirta pembersihan serta pada malam harinya melakukan renungan 
suci atau semadhi.
Pada saat hari suci Anggar Kasih Tambir itu adalah merupakan hari dimana Sang Hyang Ludra untuk melaksanakan yoga dengan tujuan untuk memusnahkan ataupun untuk menghilangkan
segala kecemaran
di dunia ini.




Kajeng Kliwon juga merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu yang jatuhnya pada setiap15 hari sekali, hari suci Kajeng Kliwon merupakan pertemuan antara dua unsur triwara yang terakhir Kajeng dengan unsur pancawara yang
terakhir Kliwon.
Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta Kala dan Durga yang ada dimuka bumi. 
Sedangkan Kliwon merupakan hari prabawanya dari Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Dewa.
Dan pada saat hari suci Kajeng Kliwon diyakini oleh umat Hindu sebagai harinya Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga samadhinya untuk keselamatan dunia.
#Mengenai hari suci Kajeng Kliwon dalam lontar Sundarigama disebutkan ; sementara itu pada hari raya Kajeng Kliwon untuk upakaranya sama seperti hari Kliwon hanya tambahannya yaitu segehan warna 
lima tanding.


Untuk itu setiap umat diharapkan pada saat hari suci Kajeng Kliwon untuk melakukan penyucian diri dan bersikap untuk lebih berhati - hati dalam bertindak, karena kekuatan negatif cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua akan dapat mempengaruhi kehidupan dari manusia yang ada dimuka bumi ini.
Pada hari suci Kajeng Kliwon ada beberapa umat yang meyakininya bahwa, Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk membuat bahaya, mengundang semua desti, teluh terang jana dan juga untuk menggoda orang yang tidak berbuat baik atau orang yang berbuat adharma.
Dengan demikian sudah sepatutnya dan sudah menjadi suatu kewajiban kita sebagai umat Hindu untuk menghaturkan persembahan dimerajan, pura dan tempat
suci lainnya 
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 
Yadnya atau Banten yang dipersembahkan berupa ; canang sari, canang raka, puspa harum, segehan kepelan, segehan putih kuning, segehan panca warna dsb. Didepan pintu pekarangan sebelah atasnya dihaturkan sesajen pada Sang Hyang Durga Dewi berupa canang wangi, burat wangi, canang yasa dan semua itu hendaknya disesuaikan dengan tempat atau keadaan serta kemampuan dari
setiap umat.
Dan dengan kita menghaturkan semua persembahan itu diharapkan agar bisa untuk mewujudkan keseimbangan alam Niskala dari alam bhuta menjadi
alam Dewa.

Semua jenis Banten (upekara) adalah merupakan simbul diri kita, lambang kemaha - kuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung.
(Lontar Yajna Prakrti)
Kata segehan berasal kata Sega yang berarti nasi, jika dalam bahasa Jawa disebut sego. Oleh sebab itu, banten segehan itu isinya di dominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya. 
Bentuk nasinya ada yang berbentuk nasi kepelan (nasi dikepal)
wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti ; bawang merah, jahe, garam dan lain - lainnya dan dipergunakan juga api takep yang terbuat dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda tambah (+) atau swastika, bukan api dupa, disertai beras serta tetabuhan
berupa air, tuak, arak 
dan juga berem.


Makna dari Segehan
Segehan mempunyai arti suguh atau menyuguhkan dalam hal ini segehan
dihaturkan kepada para Bhuta kala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan atau Iringan dari Para Bhatara dan Bhatari, yang tak lain adalah merupakan akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan juga perbuatan manusia dalam kurun
waktu tertentu.
Dan dengan sarana segehan itu diharapkan nantinya dapat untuk menetralisir dan dapat menghilangkan pengaruh negatip dari limbah tersebut. #Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua ciptaan dari Tuhan (palemahan).
Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rerahinan dan hari - hari tertentu, dan penyajiannya itu diletakkan didepan pelinggih atau dinatar Merajan, Pura, halaman rumah, didepan pintu gerbang, pertigaan, perempatan
jalan dsb. 
Segehan dan Caru itu juga banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih, dan 
Susastra Smerti. 


Segehan nasi Kepel Putih merupakan segehan yang paling sederhana dan biasanya untuk dihaturkan setiap hari.
Segehan panca warna itu biasanya di letakkan atau dipersembahkan di natar merajan, halaman rumah, pintu keluar masuk pekarangan (lebuh, pemeda­l) dipertigaan, perempatan
jalan dsb.
Semua unsur dari Segehan itu sejatinya memiliki suatu
filosofi di dalamnya yaitu :
Alas dari daun atau taledan kecil yang berisi tangkih disalah satu ujungnya, taledan yang berbentuk segi empat yang merupakan lambang dari arah mata angin.
✓Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan dari
Rwa bhineda
✓Jahe, secara ilmiah memiliki sifat panas, semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
✓Bawang, memiliki sifat dingin, manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tetapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
✓Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin)
✓Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol yang secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai macam kuman atau bakteri 
yang merugikan.
✓Dalam ilmu kedokteran alkohol digunakan juga untuk mensterilkan dari alat-alat kedokteran.
✓Metabuh pada saat masegeh bertujuan agar semua bakteri, Virus, kuman yang dapat merugikan
yang ada disekitar tempat itu akan menjadi hilang 
ataupun mati ...

Agung Saputra



Sabtu, 17 Juli 2021

Makna Kober Ganapati Saat Upacara Rsi Gana






GANAPATI : Rsi Gana kerap disimbolkan dalam sebuah gambar di atas kain putih, sosok Ganapati yang ditancapkan pada Sanggar Surya di sebelah kiri. (Putu Mardika/Bali Express)





Sosok Ganapati dalam upacara Rsi Gana kerap disimbolkan dalam sebuah gambar di atas kain putih, yang ditancapkan pada Sanggar Surya di sebelah kiri. Apa sejati maknanya?

DOWNLOAD FILM AQUID GAME SUB INDO KLIK DISINI

Ganapati pada upacara Rsi Gana dipuja karena ia sebagai penyebab penyucian pekarangan dan areal bangunan pura. Hal ini dijelaskan dalam lontar Bhama Khretih.



Bunyinya : Iki keputusan Sang Hyang Resi Ghana, pamarisudhan ing karang panes, mang sanggar, ngadigakan sanggar tutwan, mapenjor pring ghading , matunggalkasa 2, merajah Ghana, ngawa Bajra, 1 ngawe Gadha, 1, malih rwan bingin acarang, ring acrsania gnahniya, kapwa rwania marajan tjakra, magenah ring harep ing sanggar, sucinia, 2, matumpeng hadanan, pras daksina harthania, 1700, canang lenggawangi, burat wangi, munggah ring sanggar.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Jika diterjemahkan berarti, keputusan Sang Hyang Rsi Gana, yaitu mengenai penyucian tanah pekarangan panas dan bangunan pura, caranya adalah dengan mendirikan sanggar tutuwan, penjornya bambu gading, berbendera kain putih bergambar Gana yang membawa sebuah Gada dan Bajra, disertai daun beringin setangkai letaknya di timur laut, yang bergambar cakra di hadapan sanggar, sucinya 2 buah lengkap dengan hadanan yang bertumpang, pras, daksina, uang 1700, canang lengawangi, burat-wangi yang diletakkan di sanggar.

“Makna adanya kober Ganapati adalah untuk menghadirkan Sang Hyang Ganapati agar menjaga upacara mupuk padagingan supaya terhindar dari kekuatan negatif, baik itu berasal dari Bhuta dan yang bersumber dari Dewa dan Manusia,” ujar Kelian Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna, kemarin.

Kober Ganapati di dalamnya terdapat mantra yang berupa tulisan berbentuk aksara yang disebut dengan Ekaksara, Dwiaksara, Triaksara, Pancaksara, Panca Brahma, Dasaksara, dan Dasa Bayu.

Rajahan aksara yang digunakan pada kober Ganapati memiliki makna sebagai proses dari lahirnya ciptaan dari Ekaksara sebagai yang tunggal, menciptakan Dwiaksara sebagai purusa dan prakerti, sehingga melahirkan tiga manifestasi yang utama Triaksara sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Dari tiga sifat utama melahirkan lima sifat materil Panca Brahma yaitu Siwa, Atman, Pradana, matahari dan api. Dari Panca Brahma melahirkan Pancaksara yaitu Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang.

Pancaksara merupakan unsur materiil dari Panca Mahabhuta. Kemudian dari Pancaksara terjadi proses penciptaan, yaitu dari mantra Dasaksara Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang.

Kemudian ciptaan ini dihidupkan oleh mantram Dasa Bayu, Om I A Ka Sa Ma Ra La Wa Ya Ung, yang merupakan sepuluh prana sebagai penghidup sebuah ciptaan. “Jadi urutan rajahan aksara ini digunakan pada kober Ganapati di upacara Rsi Gana sebagai proses melahirkan manifestasi Ida Sang Hyang Widi Wasa, yaitu Gaṇapati,” pungkasnya.

Caru Rsi Gana Netralisasi Ulah Niskala Pasca Ulah Pati






PACARUAN: Suasana prosesi pecaruan Rsi Gana di Setra Desa Adat Buleleng. Kelian Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna (Putu Mardika/Bali Express)



Caru Rsi Gana menjadi salah satu sarana penyucian secara niskala untuk menteralisasi Bhuana Agung dan Bhuana Alit pasca peristiwa besar terjadi di sebuah tempat. Bahkan, sarana ini juga kerap digunakan jika ada kasus ulah pati seperti kasus bunuh diri.


Upacara Rsi Gana ini dilakukan Desa Adat Buleleng, Kecamatan Buleleng, Jumat (16/7) di areal setra yang berlokasi di Kelurahan Kendran, Kecamatan Buleleng.





Ritual ini dilaksanakan setelah adanya seorang wanita yang nekat gantung diri di pohon Ketapang areal setra, Kamis (15/7) lalu, lantaran mengalami sakit kanker payudara sejak lama.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI



Kelian Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna mengatakan, kasus ulah pati (bunuh diri) di Setra Adat Buleleng adalah tragedi yang pertama kali terjadi di wawidangannya. Namun, pihaknya bersama prajuru adat langsung bergerak untuk melaksanakan pacaruan Rsi Gana.

Upacara ini dipimpin langsung Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Nanda Kusuma dari Geria Stiti Shanti Mutiara.

Jro Sutrisna mengatakan, caru Rsi Gana digunakan untuk menetralisasi wawidangan yang leteh (kotor secara niskala) akibat kasus ulah pati atau bunuh diri. Pohon Ketapang yang dijadikan sarana gantung diri pun juga ditebang. Kemudian akarnya juga dibongkar agar tidak tumbuh lagi.

“Di tanah bekas pohon Ketapang tumbuh, kami tanam sarana caru Rsi Gana. Kami berharap secara niskala agar tidak ngerebeda atau gentayangan,” jelasnya.

Dikatakan Jro Sutrisna, dipilihnya Caru Rsi Gana sebagai sarana untuk menetralisasi wawidangan setra bukanlah tanpa alasan. Mengingat di wilayah ini terjadi ulah pati. Sehingga tidak tepat jika menggunakan sarana caru biasa.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Pihaknya memutuskan untuk menggunakan sarana pacaruan Rsi Gana tingkat alit. “Kami gunakan banten suci, banten pacaruan lengkap, bebek belang,” imbuhnya.

Menurutnya, Caru Rsi Gana secara umum memang berfungsi sebagai sarana penyucian (pangeruatan) Bhuana Agung dan Bhuana alit. Ritual ini juga untuk menjaga keharmonisan alam semesta beserta segenap isinya.

Caru Rsi Gana memang kerap digunakan menyucikan karang yang tergolong angker atau karang panes. Dikatakan Jro Sutrisna, ciri-ciri dari karang angker atau karang panes sebagaimana terdapat dalam lontar Pamanes Karang ia, ib, 2a, dan 2b disebutkan, karang panes yang menyebabkan panas yang dirasakan penghuninya.


Ciri-cirinya antara lain, bila dalam areal pekarangan tersebut terdapat lulut, ada orang mati gantung diri, pohon kelapa bercabang, pisang bercabang, rumah terbakar. Kemudian ada darah tanpa sebab, ada ular masuk rumah, ada orang mati tidak wajar, ada hewan babi atau anjing beranak satu. Selain itu, pekarangan bersebelahan dengan pura, pekarangan bersebelahan dengan balai banjar, dan lainnya, patut diupacarai dengan upacara caru nista, madia, dan utama.

Pelaksanaan upacara Caru Rsi Gana juga menggunakan sarana seperti banten Byakala, banten Prayascitta, banten Durmaggala dan berbagai bentuk-bentuk rerajahan.

“Semua itu berfungsi untuk proses penyucian, meliputi dua macam, yakni penyucian yang bermakna lahiriah dan penyucian yang bermakna lahiriah dan penyucian yang bermakna rohaniah,” bebernya.

Rabu, 14 Juli 2021

Nguja Benih, Memohon Diberkati Benih Unggul dari Dewi Sri

 

Nguja Bebih, Memohon Diberkati Benih Unggul dari Dewi SriNguja Bebih, Memohon Diberkati Benih Unggul dari Dewi Sri

Tokoh masyarakat Pedawa, Wayan Sukrata (Putu Mardika/Bali Express)


Tradisi agraris di Pedawa sangatlah unik. Salah satunya Upacara Saba Nguja Benih. Ritual yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini bertujuan memohon kepada Dewi Sri agar memberikan bibit unggul kepada petani di Pedawa, Buleleng, sehingga hasil pertanian berlimpah.

Tokoh masyarakat Pedawa, Wayan Sukrata mengatakan, Saba Nguja Benih dilaksanakan bertepatan dengan Purnama Sasih Kaulu. Saat ritual itu dilaksanakan, maka ada kewajiban menarikan Tari Jejumputan.


Tarian ini memiliki persiapan yang panjang dimulai dari musyawarah perencanaan tanggal. Musyawarah dilakukan Balian desa dengan melibatkan pengulu desa, dan kelian adat. Kemudian hasil musyawarah akan diteruskan tiap-tiap Kelian Sambangan, untuk diinformasikan keseluruh warga. 


CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Setelah dimusyawarahkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan matur piuning lima pura di Desa Pedawa. “Matur piuning melibatkan beberapa tokoh, yaitu Balian desa dan Pengulu desa. Setelah matur piuning, maka para pengawin mulai menjumput calon penari dengan dibawakan pabuahan. 

Pemilihan calon penari harus sesuai dengan kriteria yang merupakan sudah ketentuan dari para leluhur,” jelasnya.

Empat hari sebelum pementasan Tari Jejumputan dilaksanakan latihan tari. Persiapan selanjutnya yaitu bersih-bersih Pura Desa yang dilaksanakan oleh daa. Bersih-bersih ini dilakukan dua hari sebelum dipentaskannya Tari Jejumputan. Para daa membersihkan semua areal Pura Desa.


CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Persiapan selanjutnya dilakukan sehari sebelum pementasan yang dilakukan daa truna pada pagi hari. Kegiatan ini dimulai dengan membawakan janur (busung) dan bambu dari rumah yang dilakukan oleh teruna. Kegiatan daa selanjutnya, melipat janur (busung) dengan cara diikat, dalam satu ikat terdapat 10 helai janur (busung).

“Kegiatan sore hari adalah menumbuk warna alami (ngintuk kenuja) untuk memberi corak warna pada janur. Pada saat pagi hari penek banten terdapat berbagai kegiatan yang diawali dengan membawa babi pada pagi hari sejumlah satu ekor, kemudian babi diperiksa kelayakannya oleh dane ulu desa,” imbuhnya.

Apabila babi tersebut memenuhi syarat, maka tahap selanjutnya diserahkan ke pemiritan. Pemiritan mengumpulkan anggota untuk menyembelih babi tersebut, dan kemudian dibersihkan. Potongan babi yang telah dibersihkan kemudian diserahkan kembali kepada pengetan.

Setelah berbagai persiapan selesai, maka selanjutnya penek banten. Pada saat penek banten inilah Tari Jejumputan dipentaskan. Berbagai ritual untuk pementasan selesai, maka tari Jejumputan boleh ditarikan. 

Biasanya Tari Jejumputan ini mulai dipentaskan pada tengah malam sekitar jam 01.00 Wita. Para penari akan memulai dengan menarikan Jejumputan biasa. Aris-Arisan Merak Mengelo kemudian Sambang Karang. Namun, untuk jenis gerakan Tari Merak Mengelo memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga jarang penari yang mampu menarikan, maka gerakan Tari Merak Mengelo terkadang tidak ditarikan.

“Upacara ini merupakan salah satu wujud permohonan kepada Tuhan agar memperoleh bibit yang unggul dan bagus, salah satu wujud rasa bersyukur, dan menolak bala atau memohon kemakmuran di sektor pertanian. Hal ini bersangkutan dengan Dewi Kemakmuran yaitu Sang Dewi Sri,” pungkasnya.