Rabu, 10 Februari 2021

Pura Gunung Gondol Penyabangan; Diyakini Memiliki Mercusuar Gaib






PUNCAK BUKIT: Suasana di areal Pura Gunung Gendol yang berada di puncak Bukit Gondol wilayah Desa Penyangan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. (DIAN SURYANTINI/BALI EXPRESS)





Buleleng Barat adalah kawasan kering yang penuh dengan bebukitan. Perjalan Bali Express (Jawa Pos Group) kali ini menuju Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak. Tepatnya ke Pura Gunung Gondol. Pura ini berlokasi di puncak bukit yang tidak terlalu tinggi di pinggir pantai. Pura ini pun selama ini diyakini memiliki mercuasiar gaib, dan ditafsir sebagai tempat untuk memantau musuh.


Untuk menuju ke lokasi pura, kurang lebih membutuhkan waktu 2 jam dari pusat Kota Singaraja, Buleleng. Jalan menuju pura terletak di kanan jalan bila dari arah Singaraja. Tepat disebelah Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP), yang terdapat jalan kecil menuju ke utara. Sepanjang jalan tersebut akan disuguhi pemandangan pantai dengan hamparan pasir putih. Tak jauh dari sana, tampak sebuah bukit layaknya pulau kecil yang tak berpenghuni. Disanalah lokasi Pura Gunung Gondol.



Setibanya di areal pura, dengan didampingi Pemangku Pura Gunung Gondol, pertama akan menjumpai Palinggih Gusti Bagus yang masih terbuat dari turus lumbung. Kemudian Palinggih Ganesha yang masih berbentuk seonggok batu. Naik lagi akan bertemu Palinggih Mekele Gede, Bhatara Semar, Palinggih Raja Merana (hama), Ratu Niang Lingsir. Kemudian tepat ditepian jalan melingkar akan ada Palinggih Bunda Ratu sebagai penguasa laut. Sebelah selatannya ada Palinggih Bunda Dewi Kwan In, lalu Palinggih Ulo Ratu.




Sampailah pada utama mandala. Disana terdapat Palinggih Surya, Taksu, dan Peraneman. Uniknya disana terdapat pula sebuah tugu yang dibalut kain merah putih. Di depannya terdapat dua buah tiang bendera legkap dengan bendera merah putih dan tergantung foto Soekarno. Konon tugu itu adalah tiang pemantau yang digunakan untuk memantau musuh yang datang dari arah laut. Ternyata tugu yang ditafsir terbuat dari tembaga itu adalah mercusuar. Sebab sewatu-waktu dapat mengeluarkan sinar.

Sembari duduk diatas bebatuan yang ada disekitar pura, Jro Mangku Nyoman Masjana yang akrab disapa Jro Jengki ini bercerita awal mula ia ngayah di Pura Gunung Gondol. Sebelumnya ia adalah seorang pengelana. Hidup bebas dari satu tempat ke tempat yang lain. Hidup sesuka hati yang kerjanya hanya foya-foya. Sampai akhirnya ia mendengar bisikan-bisikan yang memintanya untuk mengabdikan diri di suatu tempat. Ia pun kembali ke Bali pada tahun 2010. Sejak saat itu ia mulai sering mendengar panggilan-panggilan yang entah dari mana asalnya. “Baru kembali tahun 2010 dari Tarakan. Sebenarnya sudah ada pelinggih. Ada tiga. Tapi masih gunung. Tidak terurus. Saat di Tarakan, saya mendengar suara. Saya diminta untuk ngayah. Suara itu seperti suara komandan perang. Saya hanya mendengar suara saja, tidak pernah melihat wujud. Suaranya sangat jelas,” tuturnya sembari menghisap sebatang rokok kretek.

Paggilan itupun tidak sekali dua kali ia dengar. Panggilan itu selalu mengikutinya hingga ia memutuskan untuk mencari sumber suara tersebut. Jro Jengki pun sempat menginap atau mekemit di beberapa pura untuk memohon petunjuk agar menemukan sumber suara yang memanggilnya, meminta ia untuk ngayah. “Karena suara itu terus memanggil saya, saya selalu mencari. Suaranya jauh sekali diawang-awang, tapi jelas. Dan memanggil saya. Saya sampai mencari ke Bunut Bolong, Uluwatu, Besakih, dan masih banyak lagi. Sampai akhirnya saya putus asa dan tidak peduli lagi. Ini paling telinga saya saja yang rusak. Salah dengar atau yang lainnya,” jelasnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Karena merasa hal tersebut hanya mimpi dan halusinasi, Jro Jengki tidak lagi mencari sumber suara itu. Meskipun ia tetap mendengar suara tersebut, namun ia tetap acuh. Sampai suatu ketika ia penasaran dengan keramaian yang ada di Bukit Gondol saat ia berjalan-jalan di pantai. “Suatu ketika saya berjalan di pantai, saya melihat ada banyak orang di Gunung Gondol. Ternyata ada yang membangun wantilan. Saya naik kesana, tiba-tiba saya mendengar suara itu lagi. Saat itu saya kaget. Ternyata asal suara itu dari sini. Dan kedatangan saya sudah ditunggu. Tidak ada yang mendengar. Hanya saya. Orang-orang tidak ada yang percaya sampai saya dikira gila. Saat itu pula saya langsung menyanggupi untuk ngayah di tempat ini sampai nafas terakhir saya,” kata dia.

Setelah menyanggupi tugas yang diberikan untuk ngayah di tempat tersebut, ia lalu pulang mengabari keluarganya. Ia menyampaikan kepada keluarga bahwa ia telah berjanji untuk mengabdi menjadi pemangku di pura tersebut. Sejak saat itu pula ia telah terikat dengan Pura Gunung Gondol. “Saya juga bilang ke keluarga, mulai saat itu saya akan ngayah di Gunung Gondol. Anggap saya tidak ada. Saya tidak akan memberikan nafkah lahir bathin. Saya bilang kepada istri saya juga, jika ingin menikah lagi, saya persilahkan. Karena saya berjanji seluruh hidup saya, saya gunakan untuk ngayah di tempat ini. Saya akan lakukan tugas saya sampai akhir. Karena panggilan ini dari tahun 1995 sudah saya dengar,” lanjutnya.

Ketika mulai ngayah dan mengabdikan diri, Jro Jengki selalu berada di lokasi pura untuk menata tempat itu. Berhari-hari ia tidak pulang. Untuk bertahan hidup, Jro Jengki hanya memakan buah yang ada di Bukit Gondol. Saat berada disana untuk bersih-bersih, Jro Jengki mendengar suara yang memerintahkannya untuk mengambil sesuatu diantara bebatuan. Ternyata disana terdapat gambar Bung Karno yang terbuat dari tembaga. “Saat saya berada disini, saya tidak makan. Saya makan buah-buahan yang ada disini saja. Kebetulan ada bekul. Saya makan itu saja. Supaya saya kenyang saja. Tiba-tiba saya mendengar suara yang sama dengan perintah mengambil seseuatu dibagian bawah batu. Saya ikuti ternyata ada gambar Bung Karno dari tembaga seberat setengah kilogram. Ada tiga itu. Aslinya ada di rumah saya. Saat saya temukan, saya lapor ke aparat desa dan kepolisian. Saya takut karena ini benda purbakala, nanti saya dikira mencuri. Saat ini saya simpan di rumah,” ujarnya.


Pengerjaan pura terus dilakukan, penataan tempat maupun taman. Setelah beberapa lama, muncul sinar terang berwarna hijau. Jro Jengki menyaksikan sendiri cahaya tersebut. Ia pun mencari sumber cahaya itu. Ditengah perjalanan ia bertemu dengan warga yang juga melihat sinar itu. Ia menyampaikan kepda Jro Jengki bahwa sinar itu berasal dari bukit. Jro Jengki bergegas ke bukit ingin membuktikan kemunculan sinar itu. “Muncul sinar palang X berwarna hijau saat kajeng kliwon. Dari kejauhan saya lihat dari atas Gunung Gondol ini. Setelah saya cari kesini sinarnya jauh diatas. Lagi saya turun untuk memastikan, adanya disini. Lalu lagi saya naik, lagi sinar itu jauh diatas. Saya penasaran, saya tungguin. Saya semedi disini, lalu diberi petunjuk. Ternyata sinar itu muncul dari sebuah patok tembaga lebih dari satu meter tertancap di depan pura,” bebernya.

Menurut Jro Jengki, kemunculan sinar itu tidak sekali dua kali saja. Setelah kemunculan sinar hijau yang pertama, ia pun menyaksikan kembali kemunculan sinar berikutnya. “Setelah saya amati, beberapa hari kemudian muncul lagi sinar berwarna hijau dan merah. Sinar itu layaknya mercusuar ditengah laut. Tapi yang dilihat mata kita, manusia ya ini, patok ini. Keluarnya dari sini,” tegasnya.


Mantra dan Tata Cara Pasupati Saat Tumpek Landep






TUMPEK LANDEP: Tumpek Landep adalah hari suci di mana kekuatan manifestasi Tuhan turun ke dunia dalam bentuk ketajaman pikiran, dalam memilih baik dan buruk kehidupan. (DOK. BALI EXPRESS)





Dalam perayaan Tumpek Landep, umumnya yang distanakan pada hari itu adalah Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Pasupati.


Pasupati merupakan senjata berbentuk panah yang ujungnya berupa bulan sabit. Senjata ini dianggap sangat tajam dan dapat memusnahkan adharma (kebatilan) di dunia. Maka dari itu, upacara Pasupati dimaksudkan sebagai pemujaan atau permohonan berkah kepada Sang Hyang Pasupati agar memberikan kekuatan magis pada benda – benda tertentu yang akan dikeramatkan atau dipasupati.





Menurut Ida Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa, Tumpek Landep adalah saat yang tepat bagi mereka yang ingin nunas penganugerahan pada benda benda pusaka dan juga bagi mereka yang mendalami tatwa.




“Hari yang bagus bagi yang ingin nunas energi untuk mapasupati pusaka,” ungkapnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group), kemarin di Mengwi, Badung.


Pusaka yang umumnya dapat dipasupati di ataranya keris, pratima, pis kepeng, barong, rangda, rerajahan, serta penggunaan simbol simbol lainnya.

Lantas seperti apa rangkaian ritual pamasupatian tersebut? Mpu Parama Daksa memaparkan, upacara Pasupati umumnya ada tiga jenis, sederhana, madya, dan utama. “Untuk pelaksanaan sederhana, biasanya hanya dilakukan secara individu di rumah. Benda – benda yang dipasupati juga hanya benda tertentu saja, yaitu pis kepeng dan benda kecil lainnya. Untuk Pasupati pratima atau keris ya harus menggunakan upacara utama,” ujarnya.

Adapun banten Pasupati sederhana yaitu canang sari, dupa (pasupati) dan tirta pasupati.

“Kalau yang madya biasanya hanya menggunakan banten peras dan daksina (pejati). Nah untuk yang utama ini, bantennya agak besar. Biasanya untuk dilakukan di pura,” ujarnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Banten pasupati utama Di antaranya sesayut Pasupati (tumpeng barak, raka – raka , jaja dan kojong balung), prayascita, sorohan alit, banten durmanggala, dan pejati. “Ada baiknya Pasupati ini dipuput oleh pemangku atau mpu dan pandita. Hal itu untuk menteralisasi kesalahan yang akan terjadi,” paparnya.

Mpu Parama Daksa juga memaparkan, mantra yang digunakan ketika menghaturkan banten Pasupati yaitu: Om Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah swaha. Om Brahma Astra Pasupati, Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, Om ya namah svaha. Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati, Tumurun maring Sanghyang Gana,
Angawe Pasupati mahasakti,
Angawe Pasupati mahasiddhi,
Angawe Pasupati mahasuci,
Angawe pangurip mahasakti,
Angawe pangurip mahasiddhi,
Angawe pangurip mahasuci,
Angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sang Hyang Akasa pertiwi Pasupati, angurip 'nama benda yang akan di pasupati'.
Om eka vastu avighnam svaha
Om sang – bang- tang – ang – ing – nang-mang- sing- wang- yang- ang- ung – mang.
Om Brahma Pasupati, Om Bisnu Pasupati, Om Shiva sampurna ya namah svaha.

Minggu, 07 Februari 2021

Es Puter Bali

 


ICE CREAM dan ES PUTER PESTA

Menjual dan menerima pesanan Ice Cream dan Es puter untuk keperluan Ulang tahun, Pernikahan, Otonan, Melaspas, Metatah, Anniversary, 3 bulanan, Arisan, Catering, Aqiqah, dll.

Pilihan rasa untuk Ice cream ada 6 : Vanila, Coklat, Durian, Strawberry, Capucino Dan Kacang Ijo.
Pilihan rasa untuk Es puter ada 10 : Mangga, alpukat, nangka, kelapa, capucino, coklat, vanilla, durian, kacang ijo dan strawberry.


Hubungi kami di:
Telp, Sms, Whatsapp
08985713790
Follow Instagram
raranchocobali
Alamat
Jln. Sedap malam No 117a. Banjar Kebonkuri Tengah Denpasar Timur, Bali.
#cake #birthdaycake #birthday #foodphotography #bali #ubud #canggu #kuta #denpasar #nusadua #whipcreamcake #ulangtahun #kueulangtahun #kueultah #cakebali #cakemurah #esputerbali #kuliner #hits #kekinian #delicious #culinary #denpasarviral #badung #specialcake #cakedesign #esputer #icecreambali #icecreamdenpasar #esputerbali #esputerdenpasar #eskrimpestabali #eskrimdenpasar #eskrimbali #eskrimpestadenpasar #dessertbali #dessertpesta #dessertdenpasar #eskrimweddingbali #eskrimpernikahandibali #cateringbali #icecreamweddingdenpasar #icecreamweddingbali #preweddingbali #eskrimdibali #pernikahandibali #3bulananbali #metatah #otonan #melaspas #metatah #weddingbali

Jual Caru dan Banten Ayam Bebek Bali

 

 

Menjual: Caru dan Banten

Siap/bebek caru/banten

 

hubungi WA/telp

0882 9209 6763

 

Selasa, 02 Februari 2021

Dewasa ayu / hari baik untuk buka usaha






USAHA : Mencoba berusaha, orang Bali (Hindu) harus mengacu pada Dewasa Ayu untuk memulainya. (agus sueca)





Banyak faktor yang menyebabkan usaha yang ditekuni bisa berjalan lancar. Salah satu yang dilakukan
orang Bali pada umumnya, memakai hitungan wariga agar bisa cocok dengan usaha yang hendak dilakukan.

Saat pandemi banyak yang mencoba peruntungan belajar buka usaha dagang. Pada umumnya, orang Bali senantiasa selalu mencari hari baik (dewasa ayu) dalam setiap kegiatan yang hendak dilakukan. Tujuannya,
agar kegiatan apapun nanti dilaksanakan bisa berjalan sukses. Dalam mencari hari baik ini, menggunakan metode wariga. Wariga adalah pengetahuan yang mengajarkan sistem kalender versi Bali, yang menentukan hari baik dan buruk, dalam berbagai kegiatan dari agama hingga pekerjaan sehari-hari.


Nah, di kalender Bali inilah, seseorang akan mencari Dewasa Ayu atau hari baik. Menurut Penyusun Kalender Bali, yang juga Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Hindu Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar,
Dr. I Gede Sutarya, S.ST., Par., M.Ag., jika orang mencari dewasa ayu, maka mulai dilihat dari sasihnya, wuku, hingga wewarannya. Namun secara umum yang mulai dilihat adalah sasih.
Dicontohkannya, ketika hendak melakukan upacara Pitra Yadnya seperti Ngaben, maka akan mencari sasih Kasa dan Kara.
Jika melaksanakan Dewa Yadnya akan bagus ketika sasih Kapat, kalima dan kadasa. “Kalau dalam mencari rezeki, misalnya membuka usaha, hal pertama harus dilihat adalah mencari Ayu Nulus. Ayu Nulus bermakna sebagai hari baik untuk memulai segala usaha. Ini adalah Dewasa Ayu yang paling umum dan bagus untuk membuka usaha,” ujar Gede Sutarya yang juga dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar ini,
kepada Bali Express (Jawa Pos Group) di Denpasar, kemarin.
Jika ingin menguatkan rezeki yang ingin didapatkan, lanjutnya, maka seseorang juga bisa melihat pada wewarannya.
Wewaran ada 10 jenis dari Eka Wara hingga Dasa Wara. Eka Wara terdiri dari Luang. Dwi Wara memiliki bagian Menga dan Pepet.
Tri Wara yaitu Pasah, Beteng, dan Kajeng. Catur Wara ada Sri, Laba, Jaya, dan Menala.
Panca Wara terdiri atas Umanis, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Selanjutnya Sad Eara terdapat Tungleh, Aryang, Urukung, Paniron, Was, dan Maulu.
Sapta Wara bagiannya ada Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, dan Saniscara.
Asta Wara ada Sri, Indra, Guru, Yama, Ludra, Brahma, Kala, dan Uma. Sanga Wara terdiri dari Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungun, Tulus, dan Dadi. Terakhir ada Dasa Wara memiliki bagian Pandita, Pati, Suka, Duka, Sri, Manah, Manusia, Dewa, Raja, dan Raksasa. “Dari sepuluh itu, lihat Catur Wara dan Asta Wara dan Dasa Wara. Dari ketiga itu, pilih hari yang bisa ada Srinya, karena Dri memiliki arti kemakmuran. Dicontohkannya, Rabu (3/6) ada Sri dua kali muncul dari Catur Wara dan Asta Wara, maka cocok untuk buka usaha karena adanya dua kali Sri alias Sri Tumpuk.
“Jika Dasa Waranya muncul juga Sri, maka tiga kali ada Sri. Itu bisa jadi Sri Dandang,” tambahnya.
Tidak hanya itu saja. Dijelaskan Sutarya, selain Ayu Nulus dan Sri Tumpuk serta Sri Dandang, seseorang juga bisa mencari Dewasa Ayu seperti Sedana Yoga, Kala Rebutan, Srigati Turun, dan Upadana Amerta. Sedana Yoga bermakna bagus mulai membuat peralatan untuk berdagang hingga mulai berjualan.





Kala Rebutan mempunyai arti bagus untuk membuat alat-alat untuk berdagang. “Srigati Turun untuk membuat peralatan berdagang juga. Upadana Amerta bisa buat peralatan dagang sekaligus mulai berdagang,” terang Sutarya.
Khusus untuk Dewasa Ayu membuka usaha, lanjutnya, juga ada Amerta Jati, Amerta Yoga, Ayu Badra, Dewasa Tanian untuk usaha pertanian, Jiwa Meganti, Kala Gotongan dan Kala Olih. "Kalau yang telah disebutkan fokus ke membuka usaha secara umum ya, kecuali Dewa Tanian,” tambahnya lagi.
Disarankan, jika menemukan Dewasa Ayu, maka pastikan untuk tidak menemukan Dewasa Alanya (hari tidak baik) untuk membuka usaha.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sedangkan yang perlu dihindari ketika membuka usaha adalah Pati Paten, Uncal Balung, Kala Dangastra, Kala Ngruda, dan Kala Suwung. Uncal Balung dimulai dari Sugian Jawa sampai Buda Kliwon Pahang. “Pati Panten itu memang tidak bagus untuk memulai usaha apapun, termasuk yadnya. Sama dengan Kala Dangastra itu bermakna tidak boleh melakukan hal penting, buka usaha atau mulai kerjakan hal penting, makanya hindari ini juga,” paparnya. Kala Ngruda, lanjutnya, tidak cocok untuk segala pekerjaan.

(bx/sue/rin/JPR)

Makna Asu Bang Bungkem dalam Caru Panca Kelud






ASU : Asu atau Anjing Bang Bungkem tak bisa diganti dengan binatang lain untuk caru. (ISTIMEWA)





BALI EXPRESS, SINGARAJA - Umat Hindu di Bali memiliki keyakinan bahwa untuk menjaga keseimbangan alam, dapat dilakukan dengan menggelar upacara Bhuta yadnya yang disebut dengan caru. Berbagai jenis caru pun dipergunakan dengan kurban binatang sebagai sarana upakara, mulai dari caru eka sata, panca sata, panca sanak, panca kelud, dan balik sumpah.


Menurut dosen upakara STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Dra. Wayan Murniti, M.Ag, salah satu binatang yang mutlak ada sebagai sarana upakara dalam Caru Panca Sanak dan Panca Kelud, yakni Asu Bang Bungkem.






Asu Bang Bungkem terdiri dari kata Asu, Bang, dan Bungkem. Asu berarti anjing, sedangkan Bang berarti merah, dan Bungkem berarti diam. Jadi , Asu Bang Bungkem berarti Anjing yang berwarna merah pada badannya, namun moncong mulut dan ekornya berwarna hitam.


“Caru Panca Sanak merupakan caru yang dasarnya adalah panca sato, lalu ditambah dengan satu hewan lagi, yakni Asu Bang Bungkem yang ditempatkan di sebelah neriti (barat daya). Mungkin karena mempergunakan tambahan seekor anjing yang termasuk kaki empat, sehingga disebut catur sanak,” ujar Murniti kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Rabu (5/7/2016) lalu.



Lebih lanjut diungkapkan Murniti, khusus untuk caru Anjing Bang Bungkem ini merupakan simbol dari Bhuta Kala yang di bawah kekuasaan Dewa Rudra. Bahkan, dalam Lontar Bhama Kertih penggunaan Asu Bang Bungkem sebagai sarana utama dalam caru Panca Sanak maupun Caru Rsi Gana yang dimaksudkan untuk manyomya (menyeimbangkan) Bhuta Ulu Kuda yang tempatnya dalam pangider-ider di neriti atau barat daya agar kembali menjadi Sang Hyang Rudra.

“Iki pemahayun karang, awet denya manggih ayu, caru angkus nga, lwirnya:...asu bang bungkem 1, dagingya olah jangkep, wewalungannya wahan sengkwi...katur ring Bhatara Kala, kesaksanan de Bhatara Surya mwah para watek dewata nawasangha, tumut hyangnya make sami...mangkana kramanya, genahe mecaru ri natar wenang.”

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sedangkan merujuk dalam tattwa (filsafat), sambung Murniti, warna hitam pada mulut anjing Bang Bungkem sebagai simbol kekuatan Dewa Wisnu. Warna merah pada bagian badannya sebagai simbol Dewa Brahma. Selain dalam kisah Mahabarata, khususnya bagian Suarga Rohana Parwa, Dharma Wangsa diikuti oleh seekor anjing dikisahkan dapat menempuh perjalanan menuju alam Sunya (moksa).



“Sebisa mungkin, anjing Bang Bungkem yang dipergunakan untuk caru diusahakan usianya sudah dewasa, namun belum memiliki anak. Karena pada umumnya yang dewasa sudah memiliki kekuatan penuh yang dibutuhkan dalam caru,” paparnya.


Murniti menambahkan, jika penggunaan Asu Bang Bungkem sebagai sarana untuk menetralisasi, energi dari negatif menjadi positif, sehingga menjadi seimbang. Bahkan, kekuatan Asu Bang Bungkem untuk menetralisasi energi negatif menjadi positif tidak hanya dipergunakan untuk di pekarangan rumah saja. Melainkan di sebuah daerah, bila mengalami musibah, karang panes, karang tenget, pamali agung, terserang hama untuk lahan pertanian.


Di sisi lain, Murniti menegaskan jika penggunaan Asu Bang Bungkem merupakan tetadahan (makanan) Bhuta Ulu Kuda. Disebut tetadahan karena dalam prakteknya manusia banyak memiliki keterbatasan untuk menciptakan alam yang harmonis, maka dipakailah penggantinya, yakni Asu Bang Bungkem. “Di sini manusia harus mengerti tentang alam, bahwa bukan hanya manusia saja yang menikmati alam ini, melainkan ada makhluk lain, termasuk hewan dan tumbuhan. Kalau alam tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan bencana. Sehingga penggunaan Asu Bang Bungkem sangatlah penting,” ujar Murniti.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Saat ditanya apakah boleh Asu Bang Bungkem diganti dengan hewan lain atau anjing jenis lain? Dengan tegas Murniti mengatakan tidak boleh digantikan. Menurutnya, selama ini berdasarkan pengalaman belum ada masyarakat yang batal melaksanakan caru karena tak mendapatkan Asu Bang Bungkem.

“Makanya, betapa pun sayangnya terhadap Anjing Bang Bungkem, jika sudah layak menjadi caru, maka harus direlakan. Karena kalau dilarang, maka secara tattwa kita melakukan kesalahan besar akibat menghambat anjing tersebut untuk mendapatkan panyupatan atau penyucian dalam meningkatkan kualitas dan tingkatan hidupnya kelak,” tegasnya.

Untuk mencari Asu Bang Bungkem sebagai sarana upakara, sambung Murniti, memang tidak segampang mencari atau menemui anjing pada umumnya. “Namun, apabila dipergunakan untuk sarana upakara, sudah pasti dapat dimanapun tempatnya. Itulah kehebatan Sang Pencipta. Sekali lagi Asu Bang Bungkem ini memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap alam niskala. Oleh karena itulah kita harus melestarikannya, mengingat kebutuhan akan anjing ini begitu besar di Bali,” paparnya.


Dalam upacara pacaruan, yang dipentingkan dari caru Asu Bang Bungkem adalah kepala yang masih melekat dengan kulitnya (belulang). Sedangkan dagingnya diolah menjadi urab barak, urab putih, sate calon sebanyak 33, dirangkai menjadi tiga tanding, berdasarkan Lontar Bhuta Yadnya. Pun demikian, dalam Lontar Bhama Kertih, mantram yang diucapkan saat penggunaan Asu Bang Bungkem adalah “Pakulun sang bhuta ulu kuda saking kidul, pahing panca waran sira, iki asu bang bungkem rinancana, makadi runtutannya, tuak sagoca, Bali salyus, enak sira amangan anginum, ring raga, ring sawah, ring pomahan, tukalen kang sasab, mrana kabeh, om sidhi rastu ya namah swaha.”



(bx/dik/yes/JPR)

Senin, 01 Februari 2021

SINOPSIS DAN SLOKA KAKAWIN SUTASOMA




KAKAWIN SUTASOMA



Kitab Sutasoma digubah oleh Mpu Tantular dalam bentuk kakawin (syair) pada masa puncak kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk (1350 – 1389) atau +/- abad ke-14. Kitab yang berupa lembaran-lembaran lontar ini demikian masyhur dalam khazanah sejarah negeri ini karena pada pupuh ke-139 (bait V) terdapat sebaris kalimat yang kemudian disunting oleh para ‘founding fathers’ republik ini untuk dijadikan motto dalam Garuda Pancasila lambang Negara RI. Bait yang memuat kalimat tersebut selengkapnya berbunyi:

Hyāng Buddha tanpāhi Çiva rajādeva

Rwāneka dhātu vinuvus vara Buddha Visvā,

Bhimukti rakva ring apan kenā parvvanosĕn,

Mangka ng Jinatvā kalavan Çivatatva tunggal,

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan bebasnya:

Hyang Buddha tiada berbeda dengan Syiwa Mahadewa

Keduanya itu merupakan sesuatu yang satu

Tiada mungkin memisahkan satu dengan lainnya

Karena hyang agama Buddha dan hyang agama Syiwa sesungguhnya tunggal

Keduanya memang hanya satu, tiada dharma (hukum) yang mendua.

Dengan demikian pernyataan bhinneka tunggal ika tersebut sebenarnya merupakan bagian amat kecil dari buah karya Mpu Tantular. Sebagai bagian yang amat kecil, tak ada yang istimewa pada kata tersebut, apa lagi kemuliaan, bahkan arti harfiahnya pun sangatlah sederhana: berbeda itu satu itu (bhinne = berbeda; ika = itu; tunggal = satu; ika = itu). Lain dari itu, kalimat tersebut pun adalah bagian dari konsep beragama, samasekali jauh hubungannya dengan konsep politik seperti pada pengertian sekarang.

Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Kakawin ini mengenai sebuah cerita dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya. Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini digubah oleh mpu Tantular pada abad ke-14.
SINOPSIS KAKAWIN SUTASOMA

Dikisahkan pada zaman kaliyuga di kerajaan Hastina, memerintahlah raja Mahaketu dengan permaisurinya Prajnyadhari. Mereka berdua sedang bersusah hati karena belum mempunyai keturunan, namun mereka tidak hentinya berdoa kepada sang Budha agar diberikan keturunan. Hingga akhirnya suatu saat sang Budha menampakkan dirinya dan berkata bahwa Beliau akan lahir sebagai putra dari Raja Mahaketu.

Beberapa lama kemudian lahirlah putra dari sang raja yang diberi nama Sutasoma, dia adalah pangeran yang sangat tampan dan juga cerdas. Sesudah pangeran dewasa, raja dan seluruh punggawa kerajaan meminta agar pangeran bersedia menjadi raja, namun tanpa disangka pangeran menolak menjadi raja dan memilih untuk menjadi pertapa. Tentu saja keinginan pangeran ini ditentang oleh raja dan ratu dan juga oleh para punggawa kerajaan. Semuanya silih berganti menasehatinya, namun pangeran tetap berkeras dengan keinginnanya.

Keesokan harinya, pangeran pergi meninggalkan istana untuk menjadi pertapa tanpa diketahui oleh siapapun dan tentu saja seisi Istana menajdi panik mencarinya dan raja dan ratu sangat berduka. Dikisahkan perjalanan pangeran ke hutan menuju gunung semeru, diperjalanan dia bertemu dengan para pertapa, dan sekali lagi para pertapa ini juga mengingatkan pangeran agar kembali ke istana untuk menjadi raja yang akan memberikan kedamaian pada dunia. Mengingat keadaan dunia yang sedang kacau akibat tingkah seorang raja yang bernama Purusada. Kemudian diceritakan juga asal-usul Purusada yang pada kehidupan sebelumnya bernama Suciloma yaitu seorang raksasa yang sangat sakti, namun akhirnya bisa dikalahkan oleh Agrakumara yang merupakan titisan Budha. Suciloma kemudian menjadi seorang pertapa dan kemudian wafat. Suciloma lahir kembali menjadi putra dari raja Sudasa yang bernama Sudanda, pada awalnya dia adalah raja yang tekun dalam melakukan ajaran agama, dia kemudian diberi gelar Jayantaka. Akan tetapi setelah diberikan sebuah anugerah oleh Rudra, dia berubah menjadi raja yang bengis. Adapun sebab berubahnya sifat raja tesebut karena dia menyantap daging manusia secara tidak sengaja yang disiapkan oleh juru masak instana. Sejak saat itu Jayantaka selalu ingin memakan daging manusia, dan dia menjadi penganut Bhairawa dan menjadi raja dari para raksasa serta menciptakan kekacauan di dunia. Oleh karena Jayantaka merupakan kelahiran dari Suciloma dan Sutasoma adalah titisan Budha maka hanya Sutasoma yang mampu mengalahkannya. Namun, Sutasoma tetap menolak untuk menjadi raja dan berperang, dia lebih memilih untuk menjadi pertapa.

Kemudian Sutasoma melanjutkan perjalanannya, dimana dia bertemua raksasa berkepala gajah yang menyerangnya, namun oleh kesucian pikirannya akhirnya raksasa yang bernama gajawaktra itupun tunduk kepadanya dan bersedia menjadi biksu pengikut Sutasoma. Ditengah perjalanan mereka kembali dihadang oleh seekor naga, namun akhirnya naga ini pun berhasil dikalahkan dan akhirnya menjadi pengikut Sutasoma juga. Di suatu tempat mereka bertemu dengan macan betina yang hendak memangsa anaknya karena susahnya mencari makanan di hutan itu. Oleh Sutasoma, dia merelakan dirinya untuk dimangsa oleh Macan betina tersebut asalkan anak macan tersebut dibebaskan. Macan tersebut setuju dan akhirnya Sutasoma dimakan oleh Macan tersebut dan dia pun meninggal. Setelah itu macan betina menjadi menyesal setelah membunuh orang yang baik hati, yang berhati mulya dan penuh cinta kasih. Oleh dewa Indra, Sutasoma dihidupkan kembali. Namun Sutasoma manjadi sedih hidup kembali, karena tujuannya adalah memang bersatu kembali dengan sang Budha. Namun Dewa Indra berkata bahwa pengorbanan Sutasoma adalah bentuk cinta kasihnya kepada kehidupan, dan dunia membutuhkan orang sepertia dia. Kemudian diceritakan Sutasoma memberikan wejangan agama kepada para pengikutnya yaitu gajawaktra, sang naga dan macan betina mengenai ajaran dharma yaitu jalan Siwa dan Budha.


Diceritakan kemudian mengenai pertapaan Sang Sutasoma, para dewa kemudian mengirim bidadari untuk menggoda tapa dari Sutasoma, namun itu tidak berhasil. Akhirnya kembali Dewa Indra turun ke dunia menjadi bidadari dan menggoda tapa Sutasoma namun tidak berhasil juga. Sutasoma kemudian berubah menjadi Wairocana (perwujudan Budha). Indra kemudian memberikan sembahnya dan mengingatkan kembali bahwa tujuan kelahiran Budha kembali bukanlah untuk menjadi pertapa melainkan untuk menegakkan kebenaran dan memberikan kedamain di dunia yaitu dengan menaklukan Purusada. Indra juga menceritakan bahwa saat ini Purusada sedang terluka dan dia berkaul kepada Bhatara Kala, jika dia sembuh dia akan menghaturkan 100 orang raja kepada Bhatara Kala. Akhirnya Sutasoma terbangun dari tapanya dan menyadari tugasnya di dunia ini dan dia memutuskan kembali ke kerajaannya.

Dalam perjalanan pulang, kembali dia bertemu dengan raksasa yang bernama Sudahana. Raksasa ini merupakan pengikut dari Purusada. Sudahana sedang terluka setelah diserang oleh Raja Dasabahu yang merupakan sepupu dari Sutasoma. Raksasa ini memohon agar diberikan pengampunan oleh Sutasoma dan berjanji akan menjalankan ajaran Budha setelah sembuh. Sutasoma mengabulkan permintaan raksasa tersebut, namu tiba-tiba datanglah Raja Dasabahu yang berkeinginan membunuh Sudahana, dia berpikiran bahwa Sutasoma adalah pelindungnya oleh karenanya dia menyerang Sutasoma.

Manggala
Pada Kakawin Sutasoma terdapat sebuah manggala. Manggala ini memuja Sri Bajrajñana yang merupakan intisari kasunyatan.Jika beliau menampakkan dirinya, maka hal ini keluar dalam samadi sang Boddhacitta dan bersemayam di dalam benak. Lalu beberapa yuga disebut di mana Brahman, Wisnu dan Siwa melindungi. Maka sekarang datanglah Kaliyuga di mana sang Buddha datang ke dunia untuk membinasakan kekuasaan jahat.



Pengarang, waktu penulisan, dan Hal yang Terkait dengan Sutasoma :

Dalam sastra kakawin yang berasal dari jaman Kediri, pengaruh Budhisme hampir tidak ada, baik dalam pemilihan tema, cara pembahasan, manggala maupun deskripsinya. Dalam Arjunawijaya, Budha disebutkan pada bagian perjalanan Arjuna Sasrabahu beserta permaisurinya, dimana mereka menjumpai candi Budha. Sedangkan pada Sutasoma, jelas sekali terlihat yaitu penyebutan Sutasoma sebagai titsan Budha.

Sutasoma dapat dikatakan sebagai kakawin yang menggabungkan unsur Budha dan Hindu menjadi satu (kemanunggalan) serupa dengan situasi dan kondisi saat itu, yaitu agama pada masa kerajaan Majapahit (Budhisme Mahayana dan Siwaisme). Ada kemungkinan Raja Sutasoma merupakan raja Kertanegara yang beragama Budha Tantra, raja ini dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Budha) hal ini disebutkan dalam Negarakertagama (Siwabudhaloka). Kemanunggalan antara agama Hindu dan Budha dapat dilihat dari inti cerita kisah ini, yaitu Sutasoma (mewakili ajaran Budha) berseteru dengan raksasa Purusada (mewakili Siwa (Hindu)), Purusada sebagai penganut Siwaisme tidak menyukai Sutasoma yang merupakan titisan Budha, pada akhirnya Purusada (siwa) ‘ditundukkan’ oleh kewelas asihan Sutasoma (Budha) Siwa merupakan Budha dan begitupun sebaliknya mereka adalah satu dan sama. Menurut saya pribadi, cerita ini dimaksudkan untuk menyatukan penganut Budha dan Hindu (Siwaisme) pada masa kerajaan Majapahit, supaya tetap bersatu tanpa ada perselisihan karena kedua ajaran itu pada intinya bermuara pada satu tujuan yang sama yaitu mencapai kemanunggalan (menjadi Budha atau Siwa). Sampai saat ini kakawin Sutasoma sangat digemari di pulau Bali, atau sekurang-kurangnya dalam kalangan tertentu yang menempatkannya di atas kakawin lain. Bahkan di suatu forum diskusi, Sutasoma masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas, terutama oleh penganut Budha. Nama mpu Tantular saat ini lebih dikenal sebagai nama museum di Surabaya.
ALIH AKSARA KAKAWIN SUTASOMA

1). Çrî Bajrajñâna çûnyâtmaka parama sirânindya ring rat wiçesa

lîlâ çuddha pratis.t.hêng hredaya jaya-jayângken mahâswargaloka

ekacchattrêng çarîrânghuripi sahananing bhur bhuwah swah prakîrn.a

sâks.ât candrârka pûrn.âdbhuta ri wijilira n sangka ring Boddhacitta

2). Singgih yan siddhayogîçwara wekasira sang sâtmya lâwan bhatâra

Sarwajñâmûrti çûnyâganal alit inucap mus.t.ining dharmatattwa

Sangsipta n pèt wulik ring hati sira sekung ing yoga lâwan samâdhi

Byakta lwir bhrântacittângrasa riwa-riwaning nirmalâcintyarûpa

3 ). Ndah yêka n mangkana ng çânti kineñep i tutur sang huwus siddhayogi

Pûjan ring jñâna çuddhâprimita çaran.âning miket langwa-langwan

Dûrâ ngwang siddhakawyângitung ahiwang apan tan wruh ing çâstra mâtra

Nghing kêwran déning ambek raga-ragan i manah sang kawîrâja çobha

4 ). Pûrwaprastâwaning parwaracana ginelar sangka ring Boddhakâwya

Ngûni dwâpâra ring treat kretayuga sirang sarwadharmânggaraksa

Tan lèn hyang Brahma Wisnwîçwara sira matemah bhûpati martyaloka

Mangké n prâpta ng kali çrî Jinapati manurun matyana ng kâla murkha

5). Sambandhan sri mahâketu kurukula sirânak nirâng korawângsa,

Dewi prajnadhari kâsih-ira pinuji ring rât putus ring kahaywan,

Ngkâneng râjyâdhimkeng hastina siniwi tkap ning mahâwira sangghya,

Sakweh-kweh sang watek bhupati sira mararem bhakti ring sri narendra.

6). Sobhang râjyâ halep lwir smara bhawana leyep sarwwa dibyâprameya,

Dwâranyâ marppat atyâbhuta kanaka murub lwir gunung bahni muntab,

Sok rangkang mas manindre dalem-ika kumnar râtna sangghyânya muncar,

Diptâng wâratri denyâ rahina sama hidep ning wwang-ing jro kadatwan..

7). Kintu pwekang sarat durbbhala kinarana ning daitya len râksasâkweh,

Kirnnâglar sok penuh ring wanacala nikanang râtna kandâdirâjya,

Kruramrp kuwwa mungpang mamirurut anawan wanwasancurnna denya,

Wrin-wrin sakwehwatek bhâratakula karuhun sang tapvswi nagâgra.

8). Nâ hetu sri narendrângutus i sahanan ning wira yodhâdbhuteng prang,

Mwang sang yogiswarângampeha ri panasing detya kâlâgni tulya,

Ndatân mantuk jugânghing suta haji karengo bhasmya ning satru sakti,

Mangkâ ling sang munindrâkira-kira ri hajeng sri mahâketu raja.

9). Warnnan sang sri narendrâdhipa sira maharep mânakâ mwang sudewi,

Hetunyân boddhi cittenulah-ulah-ira ring sthâna sang hyang jinârcca,

Rep prâtang ratri tistis marengi hning-ikang jnana cândropamanya,

Ngkâ tâ sri boddhisatwâja ri gati nira yan sunwa sang sri narendra.

10). Tustâmbek sri mahâketu manemu paramânugrahâ hyang jinendra,

Sighron ampeh nirang yoga wkasan-umijil sobha sangkeng pahoman,

Prapte ngkaneng sudewi sira mawara-warah yan huwus labda kâryya,

Byaktang rât swastha curnnang kali helem-iwijil sri mahâsakya snghâ.

11). Ndah sighrang kâla tandwângidam-ika sira sang sri maharaja putri,

Hârsâmbek sri narendrângariwuwus ri manah sang sdeng kesyanâmrat,

Pujâ mantra stuti mwang sayu-sayut-iniwohoma yajnânukâri,

Sakweh sang bhiksukâcâryya nagara humiring yoga sang sri narendrâ.

12). Ndah sakweh-kweh nikang stri dalem-ika rumngo garbbhini sri supatni,

Wrddhâ lek sighra molah wteng-ira matutur sang haneng garbha dibya,

Lindu tang bumi tejâ narawata dumilah trus tekeng swargaloka,

Hung hung ning dewa sangghyeng langit-ajaya-jayan sottaning budha janma.

Pupuh nomor 148

Nâhan tântyanikang kathâtiçaya Boddhacarita ng iniket

Dé sang kawy aparab mpu Tantular amarn.a kakawin alangö

Khyâtîng rat Purus.âdaçânta pangaranya katuturakena

Dîrghâyuh sira sang rumengwa tuwi sang mamaca manulisa

Bhras.t.a ng durjana çûnyakâya kumeter mawedi giri-girin

Dé çrî râjasa raja bhûpati sang angd.iri ratu ri Jawa

Çuddhâmbek sang aséwa tan salah ulah sawarahira tinut

Sök wîrâdhika mêwwu yêka magawé resaning ari teka

Ramya ng sâgara parwatêki sakapunpunan i sira lengeng

Mwang tang râjya ri Wilwatikta pakarâjyanira n anupama

Kîrn.êkang kawi gîta lambing atuhânwam umarek i haji

Lwir sang hyang çaçi rakwa pûrn.a pangapusnira n anuluhi rat

Bhéda mwang damel I nghulun kadi patangga n umiber i lemah

Ndan dûra n mad.anêka pan wwang atimûd.ha kumawih alangö

Lwir bhrân.tâgati dharma ring kawi turung wruh ing aji sakathâ

Nghing sang çrî Ran.amanggalêki sira sang titir anganumata.
TERJEMAHAN KAKAWIN SUTASOMA

1). -Sri Bajrajñana, manifestasi sempurna Kasunyatan adalah yang utama didunia.

-Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya bagai kahyangan agung.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

-Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi kehidupan kepada tri buwana bumi, langit dan sorga – seru sekalian alam.

-Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar dari batin orang yang telah sadar.

2). -Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan, memang benar-benar Raja kaum Yogi yang berhasil.

– Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa dan puja yang khusyuk.

-Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam hati, didukung dengan yoga dan samadi penuh.

-Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya merasakan rasa kemurnian Yang Tak Bisa Dibayangkan.

3). -Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi sempurna.

-Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian tak tertara sebagai sarana untuk menulis syair indah.

-Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab tiada tahu akan tatacara bersastra.

-Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran akan sebuah penyair sempurna di ibukota.

4). -Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan dari kisah-kisah sang Buddha.

– Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga, dia merupakan perwujudan segala bentuk dharma.

-Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa. Semuanya menjadi raja-raja di Mercapada (dunia fana).

-Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun di sini untuk menghancurkan kejahatan dan keburukan.

5). kemampuan sri mahâketu kurukula sirânak pirang korawângsa,

Dewi prajnadhari mengira kasih memuji jagat di kahaywan,

Ngkâneng râjyâdhimkeng hastina siniwi tkap ning mahâwira sangghya,

Banyaknya kebiasaan siapapun berbakti kepada sri narendra

6). Setiap jagat cinta yang indah dan segala kelebihan raja

Seperti emas yang menyala murka seperti gunung yang mengeluarkan api ,

Sok melata penyangga Dalem itu seperti intan yang memancar,

Bagus menyinari malam di hari sampai pikiran suci dan jernih orang di kerajaan

7). Sarat pancaran kelemahan ketika memperlihatkan sosok raksasa

Menjadi raja hutan seperti intan diraja,

Kruramrp kuwwa mungpang yang menawan seperti dewa

Sangat takut keluarga bharata kedatangan sang tapswi nagagra

8). sri narendrâ mengutus para prajurit ke medan peperangan,

Dan sang yogiswarâ dibuat marah oleh raksasa Kalagni tulya,

Dan anak haji karengo kembali setelah membasmi musuh yang sakti,

Padahal sang munindrâk menduga-duga dihadapan Raja sri mahâketu

9). sang sri narendrâdhipa sira mengharapkan angan-angan dengan sudewi,

Memikirkan kesadaran itu di tempat Sang Hyang Jinaracca,

Kemasyuran malam menemani kesunyian itu pengetahuan bulan

Sri |boddhisatwa penting sekali sunwa sang narendra

10). Utusan sri mahâketubertemu paramânugrahâ hyang jinendra,

Sighron ampeh nirang yoga wkasan-umijil sobha sangkeng pahoman

Kedatangan sudewi memberitahu keberhasilan kerja,

Byaktang didunia keluar sri mahâsakya snghâ

11). Waku segera tanda itu siapa sang sri putrid maharaja

Keinginan sri narendra sudah memikirkan berat sang sdeng

Dan melantumkan puja-puji mantram pengharapan yajna

Banyak sang bhiksu bijaksana di neraga pemujaan sang sri narendra

12). Banyak istri dalem itu mengandung sri Supatni,

Bertuturkata belas kasih sang haneng dirumah utama,

Lindu bumi panas sinar bercahaya merata di alam sorga,

Ohh dewa penyangga langit selalu menang dan jaya budha jaina.

Terjemahan Pupuh penutup nomor 148

-Maka inilah akhir dari sebuah cerita indah dan digubah dari kisah sang Buddha.

-Oleh seorang penyair bernama mpu Tantular yang menggubah kakawin indah.

-Termasyhur di dunia dengan nama Purusadasanta (pasifikasi raja Purusada).

-Semoga semua yang mendengarkan, membaca dan menyalin akan panjang umurnya.

-Hancur lebur para durjana, tak berdaya, gemetar, takut karena ngeri.

-Oleh Sri Rajasa yang bertakhta di Jawa.

-Para abdinya berhati murni dan melaksanakan segala perintahnya tanpa salah.

-Sungguh banyak para pahlawan unggul, jumlahnya ada ribuan yang memberikan rasa takut kepada para musuh.

-Indahlah laut dan gunung di bawah penguasaannya.

-Dan ibukota Wilwatikta (= Majapahit) sungguh indah di luar bayangan.

-Banyaklah jumlah para penyair, tua dan muda yang menggubah nyanyian dan kakawin yang menghadap sang ratu.

-Bagaikan Dewa Candra kekuasaannya menyinari dunia.

-Berbeda dengan karyaku bagaikan gajah yang terbang di atas tanah.

-Mustahillah menyamai karena orang bodoh yang seolah-olah menulis kakawin indah.

-Seperti seseorang yang bingung mengenai kewajiban seorang penyair tidak mengenal peraturan bersyair.

-Namun Sri Ranamanggala juga yang menjadi panutanku.






KAKAWIN SUTASOMA



Tugas Mata Kuliah : Sastra Hindu II (Bahasa Jawa Kuno)

Dosen : Prof. Dr. Drs. I Made Suweta, M.Si..

Oleh :

÷ med yud hsßr.

I Made Yuda Asmara.

(14.1.2.5.2.0775)

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

PROGRAM PASCA SARJANA

DHARMA ACARYA

2015