Minggu, 31 Januari 2021

Cara Membuat Sampiyan Nagasari

  Klik Disini Cara Membuat Sampiyan Nagasari


Sampiyan (sampyan; sampian) adalah simbol senjata yang dipergunakan untuk memerangi Adharma dari muka bumi dan juga sebagai wujud persembahan dan bhakti kita kehadapan Tuhan sebagai pencipta alam semesta sebagaimana yang disebutkan dalam gebogan yang menjulang mirip seperti gunung.


Bentuk dan jenis sampiyan :
Sampian dalam beberapa simbol dan tradisi di Bali juga disebutkan sebagai berikut :
    • sebagai lambang senjata Dewa Wisnu, dan senjata ini dipergunakan untuk memerangi Adharma dari muka bumi.
    • Selain simbol perang terhadap kejahatan, siat sampian juga untuk merayakan bersatunya berbagai sekte keagamaan di Bali, disamping untuk memohon kesejahteraan lahir dan batin.
    • Pada abad ke-10 Masehi, di Pura ini digelar pertemuan besar antar berbagai sekte yang ada di Bali dengan mediator pemerintah yang berkuasa di Bali waktu itu dengan hadirnya konsep pura Tri Kahyangan Jagat di Bali, Tri Murti (Tiga Dewa Utama) di setiap desa yang ada di Bali.
    • yang “Pada intinya, Siat Sampian itu bermakna untuk menyucikan Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit.

Cara Membuat Sampiyan Gebogan

 Klik Disini Cara Membuat Sampiyan Gebogan


Sampiyan (sampyan; sampian) adalah simbol senjata yang dipergunakan untuk memerangi Adharma dari muka bumi dan juga sebagai wujud persembahan dan bhakti kita kehadapan Tuhan sebagai pencipta alam semesta sebagaimana yang disebutkan dalam gebogan yang menjulang mirip seperti gunung.


Bentuk dan jenis sampiyan :
Sampian dalam beberapa simbol dan tradisi di Bali juga disebutkan sebagai berikut :
    • sebagai lambang senjata Dewa Wisnu, dan senjata ini dipergunakan untuk memerangi Adharma dari muka bumi.
    • Selain simbol perang terhadap kejahatan, siat sampian juga untuk merayakan bersatunya berbagai sekte keagamaan di Bali, disamping untuk memohon kesejahteraan lahir dan batin.
    • Pada abad ke-10 Masehi, di Pura ini digelar pertemuan besar antar berbagai sekte yang ada di Bali dengan mediator pemerintah yang berkuasa di Bali waktu itu dengan hadirnya konsep pura Tri Kahyangan Jagat di Bali, Tri Murti (Tiga Dewa Utama) di setiap desa yang ada di Bali.
    • yang “Pada intinya, Siat Sampian itu bermakna untuk menyucikan Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit.

Tutorial Cara membuat Tipat Pusuh

  

Klik Disini untuk Tutorial Cara membuat Tipat Pusuh


Tipat (Ketipat atau Ketupat) adalah hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa (busung) yang masih muda.

Konsep didalam Agama Hindu di Bali khususnya biasanya beragam jenis ketupat dalam salah satu artikel Udayana disebutkan digunakan untuk perlengkapan upakara (banten) dan dalam budaya Bali, konsep ini kemudian dipraktekan dengan wujud seni sebagai simbol kemakmuran dan kelimpahan rejeki yang harus disyukuri tiap harinya;
Jika hari raya tiba, setelah bersembahyang di Pura mereka saling mengunjungi dan saling “ngejot” (berkirim makanan ke tetangga dan sanak saudara). 
Ketupat di Pulau Bali, juga sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara, menggabungkan antara Agama Hindu dan Budaya Jawa, janur (busung) dibentuk beraneka ragam yang melambangkan simbol ritual acara persembahyangan.

Dan adapun tipat sebagai perlengkapan banten yang digunakan dalam upacara Agama Hindu yaitu :
  • Tipat Nasi, sebatang janur lidinya disisakan lebih kurang 3cm.
  • Tipat Sirikan, Janur dililitkan pada telapak tangan.
  • Tipat Gatep, Janur dibentuk lingkaran vertikal.
  • Tipat Taluh, dibentuk 2 buah lingkaran.
  • Tipat Kukur, berbentuk burung perkutut.
  • Tipat Sari, berbentuk segitiga membucu.
  • Tipat Dampulan, bentuk kura-kura yang terbuat dari janur
  • Tipat Gong, agar mendapatkan kesembuhan dari berbagai penyakit.
Menelusuri jejak sejarah ketupat memang unik dan menyenangkan, belum tahu persis siapa pencipta awal mula ketupat ini, jika melihat fakta kebudayaan Jawa sebagai pusat episentrum budaya, maka tak salah jika berasal dari Tanah Air, hasil kreasi asli anak Bangsa, sehingga bisa menyebar menjadi hidangan khas Asia Tenggara.

Dan sebagai tambahan :
  • Ketipat Kelanan merupakan lambang terkendalinya sad ripu sehingga ada keseimbangan hidup.
  • Tipat Bantal sebagai rasa bhakti untuk memuja Dewa Sangkara dalam hal perlindungan bagi tumbuh-tumbuhan.
  • Belajar mengenal beberapa jenis tipat (IG) :
    • 1. Tipat lepet
    • 2. Tipat taluh
    • 3. Tipat sari
    • 4. Tipat sidakarya
    • 5. Tipat lepas lanang istri
    • 6. Tipat bagia
    • 7. Tipat gatep
    • 8. Tipat sedayu
    • 9. Tipat gelatik
    • 10. Tipat dampulan
    • 11. Tipat manuk dewata
    • 12. Tipat sidapurna
    • 13. Tipat kukur
    • 14. Tipat cakra
    • 15. Tipat pengambean
    • 16. Tipat pagehan
    • 17. Tipat lawangan
    • 18. Tipat sesapi
    • 19. Tipat pusuh
    • 20. Tipat lojor
    • 21. Tipat sirikan


Tutorial Cara membuat Tipat Pengambean

 

Klik Disini untuk Tutorial Cara membuat Tipat Pengambean


Tipat (Ketipat atau Ketupat) adalah hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa (busung) yang masih muda.

Konsep didalam Agama Hindu di Bali khususnya biasanya beragam jenis ketupat dalam salah satu artikel Udayana disebutkan digunakan untuk perlengkapan upakara (banten) dan dalam budaya Bali, konsep ini kemudian dipraktekan dengan wujud seni sebagai simbol kemakmuran dan kelimpahan rejeki yang harus disyukuri tiap harinya;
Jika hari raya tiba, setelah bersembahyang di Pura mereka saling mengunjungi dan saling “ngejot” (berkirim makanan ke tetangga dan sanak saudara). 
Ketupat di Pulau Bali, juga sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara, menggabungkan antara Agama Hindu dan Budaya Jawa, janur (busung) dibentuk beraneka ragam yang melambangkan simbol ritual acara persembahyangan.

Dan adapun tipat sebagai perlengkapan banten yang digunakan dalam upacara Agama Hindu yaitu :
  • Tipat Nasi, sebatang janur lidinya disisakan lebih kurang 3cm.
  • Tipat Sirikan, Janur dililitkan pada telapak tangan.
  • Tipat Gatep, Janur dibentuk lingkaran vertikal.
  • Tipat Taluh, dibentuk 2 buah lingkaran.
  • Tipat Kukur, berbentuk burung perkutut.
  • Tipat Sari, berbentuk segitiga membucu.
  • Tipat Dampulan, bentuk kura-kura yang terbuat dari janur
  • Tipat Gong, agar mendapatkan kesembuhan dari berbagai penyakit.
Menelusuri jejak sejarah ketupat memang unik dan menyenangkan, belum tahu persis siapa pencipta awal mula ketupat ini, jika melihat fakta kebudayaan Jawa sebagai pusat episentrum budaya, maka tak salah jika berasal dari Tanah Air, hasil kreasi asli anak Bangsa, sehingga bisa menyebar menjadi hidangan khas Asia Tenggara.

Dan sebagai tambahan :
  • Ketipat Kelanan merupakan lambang terkendalinya sad ripu sehingga ada keseimbangan hidup.
  • Tipat Bantal sebagai rasa bhakti untuk memuja Dewa Sangkara dalam hal perlindungan bagi tumbuh-tumbuhan.
  • Belajar mengenal beberapa jenis tipat (IG) :
    • 1. Tipat lepet
    • 2. Tipat taluh
    • 3. Tipat sari
    • 4. Tipat sidakarya
    • 5. Tipat lepas lanang istri
    • 6. Tipat bagia
    • 7. Tipat gatep
    • 8. Tipat sedayu
    • 9. Tipat gelatik
    • 10. Tipat dampulan
    • 11. Tipat manuk dewata
    • 12. Tipat sidapurna
    • 13. Tipat kukur
    • 14. Tipat cakra
    • 15. Tipat pengambean
    • 16. Tipat pagehan
    • 17. Tipat lawangan
    • 18. Tipat sesapi
    • 19. Tipat pusuh
    • 20. Tipat lojor
    • 21. Tipat sirikan


Ada Tiga Jenis Punia, yang Penting Ikhlas, Semampunya, Bukan Pamer






KARYA PUNIA: Ngayah dalam sebuah kegiatan yadnya disebut karya punia. Tampak krama Banjar Sedahan Gulingan, Mengwi Badung, saat ngayah jelang pemelaspasan bale banjar, Selasa (23/10). Ida Sire Empu Darma Sunu (foto kanan). (AGUNG BAYU/BALI EXPRESS-ISTIMEWA)





BALI EXPRESS, DENPASAR - Salah satu jalan dharma yang bagi umat Hindu adalah Punia. Apa saja bentuk punia itu? Apakah menunggu kaya dahulu, baru kita layak medana punia? Berikut penjelasannya.




Banyak yang salah kaprah mengenai implementasi yadnya. Yadnya merupakan persembahan tulus ikhlas yang diberikan sebagai tuntunan dalam ajaran Dharma. Salah satu bentuk dalam beryadnya adalah Punia. Punia berasal dari kata nia dengan awalan pun. Dalam kamus besar bahasa Indonesia Punia berarti pemberian yang tulus ikhlas atau bisa dikatakan sebagai sedekah.


Dalam Kitab Atharva Veda dijelaskan punia terbagi menjadi tiga bentuk yaitu Desa Dana, Vidya Dana dan Artha Dana. Hal senada juga disebutkan Sulinggih asal Geriya Pande di Tonja, Ida Sire Empu Darma Sunu, Minggu ( 22/10). Menurutnya punia dalam yadnya terbagi menjadi Karya Punia, Upakara Punia dan Dana Punia.

"Punia itu apa sih artinya? Punia artinya pemberian yang tulus ikhlas. Memberi tidak harus menunggu mampu dulu. Apa yang kita punya saat ini, bisa kita berikan tentunya dengan rasa yang tulus," jelasnya.

Jika saat ini kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban punia berupa uang, menurutnya punia bisa diberikan dalam bentuk karya punia. "Banyak masyarakat yang salah kaprah. Punia itu bukan hanya berbentuk uang lho. Punia bisa kita berikan dalam bentuk tenaga yang disebut karya punia. Kika kita bekerja tidak punya uang dan waktu, kita bisa memberikan upakara atau dalam bentuk benda lain yang kita miliki saat ini," terangnya.

Ida Sire juga mengingatkan me-punia dalam ajaran agama Hindu merupakan sebuah kewajiban. Hal itu juga tertulis dalam kitab Atharva Veda III.2.4.5 yang berbunyi; Sata hasta sama hara sahasrahata sam kira .

"Sloka itu mengajarkan kita untuk mencari rejeki dengan cara dharma, dan tidak melupakan kewajiban kita dalam berdharma yang dalam hal ini mepunia," terangnya.

Dalam Kitab Rgveda,X.117.1 juga tercantum tentang Punia. Yang menyebutkan Kekayaan tidak pernah berkurang oleh kemurahan hati karena didana puniakan. Orang kikir tidak pernah menemukan orang yang belas kasihan.

"Ingat me - punia itu wajib tapi harus didasari rasa yang tulus ikhlas. Jangan sampai kita mepunia hanya dijadikan ajang pamer, mepunia lah dengan apa yang kita miliki saat ini. Jangan mepunia dengan sesuatu yang kita paksakan agar dibilang keren," ujarnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Hal itu juga tertuang dalam Manawa Dharma Sastra I yang berbunyi;

Jaman kertya yuga tapalah yang utama, jaman trata yuga jnanalah yang utama, jaman dwapara yuga yadnyalah yang utama dan pada jaman kali yuga danalah yang utama.

Hidup ini berputar terus seperti roda kadang kita dibawah, kadang di tengah ,kadang di atas dan kemudian turun ke bawah lagi. Ini adalah hukum Tuhan yang disebut dengan Rta. Ketika kita berada di posisi atas (puncak), menolehlah ke bawah dan bantulah orang lain yang membutuhkan, suatu ketika kita pasti akan membutuhkan uluran tangan orang lain.

Ida Seri juga menuturkan banyak implementasi yang salah dimasyarakat mengenai dana punia. "Konsep Tri Hita Karana dalam ajaran agama Hindu sesungguhnya belum kita implementasikan secara maksimal. Contohnya banyak umat berbondong - bondong medana punia

untuk pura A, B dan C, bahkan dengan nominal yang cukup besar. Bagi mereka ada rasa bangga ketika nama dan jumlah nominalnya disebut oleh panitia. Namun ketika tetangga sebelahnya mengalami musibah dan membutuhkan bantuan, tidak ada yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu. Itu artinya apa? Kita berlomba terlihat bagus kepada Tuhan, banten dan karya saling gedenin, tapi mepunia kepada sesama saja kita pilih - pilih," terangnya.



Maka dari itu ia mengingatkan kepada semua umat Hindu di Bali agar mepunia dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa memandang tempat dan kepada siapa.

"Seperti yang saya katakan tadi mepunia bisa dalam bentuk karya, dana dan upakara. Contohnya saja, ketika ada mesangih massal di desa pekraman, banyak orang berlomba untuk mepunia uang, padahal belum tentu semua orang di desa itu mapan secara ekonomi. Kalau tidak memiliki uang yang cukup, bisa mepunia tenaga kan karena karya massal tidak hanya butuh uang tetapi juga butuh orang yang melakukan segala persiapannya! Nah bagaimana jika tidak memiliki uang dan tenaga ataupun waktu? Kita bisa memberikan upakara berupa banten atau bahan – bahannya,” katanya.

Misalkan, tambahnya, ia seorang petani yang tidak cukup banyak memiliki uang, dan ia juga tidak punya waktu dan tenaga karena harus bekerja disawah, tapi ia punya buah mangga dari hasil kebunnya, memberi mangga sebagai sarana upakara juga termasuk dalam punia.



(bx/tya/bay/yes/JPR)

Jenis, Penempatan, dan Doa Saat Menghaturkan Segehan






SEGEHAN: Garam yang ada dalam segehan adalah sarana mujarab untuk menetralisasi berbagai energi yang merugikan manusia . (ISTIMEWA)


BALI EXPRESS, DENPASAR - Segehan adalah tingkatan kecil atau sederhana dari upacara Bhuta Yadnya. Sedangkan tingkatan yang lebih besar lagi disebut dengan tawur. Kata segehan, berasal kata 'Sega' yang berarti nasi.

Banten segehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya. Bentuk nasinya ada berbentuk nasi cacahan (nasi yang biasa dimakan), kepelan (nasi dikepal), tumpeng (nasi dibentuk kerucut) kecil-kecil atau dananan.

Wujud segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti bawang merah, jahe, garam, dan lain-lainnya. Dipergunakan juga api takep (dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan tetabuhan air, tuak, arak serta berem.



Segehan artinya 'Suguh' atau menyuguhkan. Dalam hal ini, segehan dihaturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan juga ancangan iringan para Bhatara dan Bhatari, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan dapat menetralisasi dan menghilangkan pengaruh negatif dari limbah tersebut.

“Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan),” ujar, Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran yang diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) beberapa waktu lalu.



Dijelaskan lebih lanjut, segehan biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di bawah atau sudut- sudut natar merajan, pura, halaman rumah dan di gerbang masuk, bahkan ke perempatan jalan. Segehan dan juga caru banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih. Dalam Susastra Smerti (Manavadharmasastra) ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga hendaknya melaksanakan upacara Bali (suguhan makanan kepada alam) dan menghaturkan persembahan di tempat-tempat terjadinya pembunuhan, seperti pada ulekan, pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan.


Terdapat beberapa segehan yang dikenal di Bali, yakni segehan kepel putih yang merupakan segehan paling sederhana dan biasanya dihaturkan setiap hari. Sama seperti segehan putih, hanya saja salah satu nasinya diganti menjadi warna kuning. Biasanya segehan putih kuning ini dihaturkan di bawah palinggih.

Adapun doanya sebagai berikut : Om Sarwa Bhuta Preta Byo Namah (Hyang Widhi izinkanlah hamba menyuguhkan sajian kepada bhuta preta seadanya).

Berikutnya segehan kepel warna lima (manca warna) . Sama seperti segehan kepel putih, hanya saja warna nasinya menjadi lima, yakni putih, merah, kuning, hitam, dan brumbun.

Penempatan warna memiliki tempat atau posisi yang khusus, sebagi contoh warna hitam menempati posisi Utara, warna putih menempati posisi Timur, merah menempati posis Selatan, kuning menempati posisi Barat, sedangkan Brumbun atau kombinasi dari ke empat warna menempati posisi di tengah tengah, yang bisa dikatakan Brumbun tersebut sebagai pancernya.

Segehan manca warna ini biasanya diletakkan pada pintu masuk pekarangan (lebuh pemedal) atau di perempatan jalan. Adapun doa dari segehan manca warna ini yakni : Om Sarwa Durga Preta Byo Namah ( Hyang Widhi izinkan hamba menyuguhkan sajian kepada Durga Preta seadanya ).


Selanjutnya adalah segehan Cacahan. Segehan ini sudah lebih sempurna karena nasinya sudah dibagi menjadi lima atau delapan tempat. Sebagai alas digunakan taledan yang berisikan tujuh atau sembilan buah tangkih. Kalau menggunakan tujuh tangkih, di mana lima tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di Timur, Selatan, Barat, Utara, dan Tengah. Dan, satu tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam. Satu tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras. Kemudian di atas disusun dengan canang genten.


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Jika menggunakan sembilan tangkih sebagai tempat nasi yang posisinya mengikuti arah mata angin. Satu tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya, yaitu bawang, jahe dan garam. Dan satu tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras. Kemudian di atas disusun dengan canang genten.

“Keempat jenis segehan tersebut dapat dipergunakan setiap kajeng kliwon atau pada saat upacara–upacara kecil, artinya dibebaskan penggunaanya sesuai dengan kemampuan,” jelasnya.


Selanjutnya ada segehan agung yang merupakan tingkat segehan terakhir. Segehan ini biasanya dipergunakan pada saat upacara piodalan, panyineban Bhatara, budal dari pemelastian, serta menyertai upacara Bhuta Yadnya yang lebih besar lainnya.

Adapun isi dari segehan agung ini, yakni alasnya ngiru atau ngiu yang di tengahnya ditempatkan daksina penggolan (kelapanya dikupas, tapi belum dihaluskan dan masih berserabut), segehan sebanyak 11 tanding mengelilingi daksina dengan posisi canangnya menghadap keluar, dilengkapi dengan tetabuhan (tuak, arak, berem dan air), anak ayam yang masih kecil, sebelum bulu kencung ( ekornya belum tumbuh bulu yang panjang) serta api takep (api yang dibuat dengan serabut kelapa yang dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk tanda + atau tapak dara).


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Adapun tata cara saat menghaturkan segehan adalah pertama menghaturkan segehannya dulu yang berdampingan dengan api takep, kemudian buah kelapanya dipecah menjadi lima, diletakkan mengikuti arah mata angin, kemudian anak ayam diputuskan lehernya sehingga darahnya menciprat keluar dan dioleskan pada kelapa yang telah dipecahkan tadi, telor kemudian dipecahkan 'diayabin' kemudian ditutup dengan tetabuhan.

Doa dalam menghaturkan segehan ini yakni Om sarwa kala preta byo namah (Hyang Widhi izinkanlah hamba menyuguhkan sajian kepada kala preta seadanya).

Setiap menghaturkan segehan lalu disiram dengan tetabuhan. Tetabuhan ini bisa menggunakan air putih yang bersih, atau tuak, brem, dan arak. Dengan cara mengelilingi segehan yang dihaturkan. Ketika menyiram atau menyiratkan kita ucapkan doa Om ibek segara, ibek danu, ibek bayu, premananing hulun. "Artinya, Hyanng Widhi semoga hamba diberkahi bagaikan melimpahnya air laut, air danau, dan memberi kesegaran jiwa dan batin hamba," tutup Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran.



(bx/gus /yes/JPR)

Kutukan Dewi Sri Jika Langgar Pantangan Saat Soma Ribek






PADI: Menumbuk padi saat Soma Ribek diyakini bisa mendapatkan kutukan dari Dewi Sri. (I PUTU MARDIKA/BALI EXPRESS)





BALI EXPRESS, SINGARAJA - Mengutip lontar Sundari Gama pada saat Soma Ribak (dua hari setelah Hari Raya Saraswati, Red), Sanghyang Tri Murti Mrtha sedang beryoga. Dengan pulu atau lumbung (tempat beras dan tempat padi) selaku tempatnya. Pada hari Soma Ribek ini umat Hindu di Bali disarankan memusatkan perhatian kepada rasa syukur atas keberadaan pangan.


“Nah pada saat inilah berbagi pantangan dilakukan. Penghormatan terhadap pangan ini dicerminkan dengan melaksanakan tindakan-tindakan khusus terhadap padi dan beras. Misalnya tak boleh menumbuk padi, menggiling beras, mengetam padi dan menjual beras,” kata penyusun Kalender Bali Gede Marayana.






Manurut Marayana, pantangan ini tersurat dalam Lontar Sundari Gama. Bahkan yang melanggar pantangan ini, dinyatakan akan dikutuk oleh Dewi Sri yang menyebutkan: Ikang wwang tan wenang anambuk pari, ngadol beras, katemah denira Batara Sri.


“Pantangan untuk tidak menumbuk padi, menggiling padi, menjual beras inilah sebagai bentuk penghormatan secara sederhana atas karunia pangan yang berlimpah Ida Sang Hyang Widhi. Pada hari ini (Soma Ribek) Umat Hindu melakukan Widhi Widana atau pemujaan kepada Sanghyang Tri Pramana yaitu Dewi Sri, Sadhana, dan Dewi Saraswati, dengan menghaturkan upakara di lumbung dan di pulu (tempat beras),” paparnya.



(bx/dik/yes/JPR)