Minggu, 08 Juli 2018

sampradaya sesat?


Oleh Ida Pedanda Asraya Jati Manuaba
sampradaya sesat?
Jika orang sudah menekuni tattwa, akan memahami bahwa sampradaya bukanlah hal asing dalam Hindu.
Sampradaya artinya garis aguron-guron atau garis perguruan di mana ilmu Weda itu diajarkan dari guru ke murid.
Jadi, umat Hindu yang belajar di Sampradaya artinya belajar menekuni ajaran Weda.
Seharusnya, umat Hindu malu karena tidak pernah tahu bagaimana caranya belajar Weda. Sementara itu, umat Hindu digempur habis-habisan oleh agama lain karena tidak bisa ‘membela diri’ dengan ilmu pengetahuan agama yang mapan.
Kehadiran sampradaya atau garis aguron-guron ini sebenarnya sudah lama ada dalam Hindu. Sebagai contoh, semua pedanda yang ada saat ini adalah produk dari sistem aguron-guron Dang Hyang Dwijendra yang dimulai 500 tahun lalu. Jadi, sistem perguruan ini turun-temurun, dari guru (nabe) ke murid (sisya). Ini adalah ‘sampradaya’ yang sudah ada lama di Bali yang kita kenal dengan sistem siwa dan sisya.
Orang yang ingin belajar di sampradaya itu bukan main-main. Pantangannya banyak. Mereka tidak boleh berjudi, tidak minum-minuman keras, tidak berhubungan di luar nikah dan bahkan dilarang makan daging (ahimsa).
Orang yang belajar Weda dalam sampradaya adalah orang yang mempraktikkan semua pantangan itu sehingga mereka sesungguhnya bukan manusia sembarangan. Merekalah yang sesungguhnya menegakkan ajaran dharma secara nyata. Merekalah benteng Hindu di masa depan.
Ini mengingatkan saya pada ramalan kuno di tahun 1478, saat Majapahit hancur oleh serbuan Demak. Saat itu, pendeta kerajaan Majapahit, yang kita kenal sebagai Sabda Palon Nayagenggong bersabda bahwa lima ratus tahun setelah runtuhnya Majapahit akan ada agama buddhi, agama cinta kasih yang mengingatkan semua orang akan jati dirinya.
Sabda Palon Nayagenggong adalah Dang Hyang Dwijendra, atau Bhatara Sakti Wawu Rauh.
“Kelak lima ratus tahun setelah ini aku akan kembali, membawa ajaran agama buddhi (agama cinta kasih) dan akan kusebarluaskan. Barangsiapa yang tidak mau mengambil ajaran ini akan ditelan oleh zaman.

TAHUN ‘CAKA’ TIDAK ADA







Terima kasih semua teman yang telah mengirimi kami ucapan SELAMAT TAHUN BARU ‘CAKA’. Tapi, maaf, tidak ada TAHUN ‘CAKA’.
Tahun ‘śaka’ dibaca ‘shaka’ adalah tahun yang dipakai dalam peradaban kuno Bharata Warsa (India Kuno) dan Bharata Kanda (negara-negara Asia Tenggara) yang dalam penulisan huruf Devanagari ditulis शक dan dalam aksara Bali ditulis ᬰᬓ dibaca ‘shaka’ bukan ‘CAKA’. Berdasarkan ilmu bahasa (fonologi) suara 'sha' ini merupakan konsonan sa-palatal atau ‘sa-talawya’ditulis menjadi ‘śaka’.
Artinya apa? Tidak bisa ditulis ‘CAKA’.
Berdasarkan kesepakatan internasional penulisan kata शक ditulis ‘śaka’, ini diatur dalam aturan internasional alihaksara Sanskerta atau dikenal sebagai International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST).
Kalau ngotot menulis tahun ‘śaka’ dengan huruf C maka teman-teman harus menulis dengan Ç yang dalam bahasa Perancis C dengan coret koma di bawahnya ini disebut C-cedilla. Kalau menulis tahun ‘śaka’ dengan tulisan C, dan tidak disertakan coret koma di bawahnya, maka ini keliru. Lebih baik menulis dengan huruf S: SELAMAT TAHUN BARU SAKA…. Sekalipun ini tidak sepenuhnya benar, tapi tidak begitu jauh menyimpang seperti tulisan ‘CAKA’.
Sejarah penulisan tahun शक (‘śaka’)
Istilah tahun ‘śaka’ adalah serapan dari Sanskrit atau bahasa Sanskerta yang diserap masuk dalam bahasa Melayu Kuno, Sunda Kuno, dan Jawa Kuno dan kita warisi sampai saat ini. Jika kita ikuti International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST) maka penulisan tahun शक yang benar adalah ‘śaka’.
Kenapa banyak orang-orang tua di Indonesia menulis tahun Çaka?
Alasannya: Mereka terpengaruh pendidikan Belanda dan Perancis.
Penulisan श — yang merupakan konsonan sa-palatal atau ‘sa-talawya’— telah ditetapkan oleh Dr. Colebrooke dengan huruf Ś.
Tetapi beberapa sarjana Peranciis dan Belanda dan Prancis merubah huruf Ś dengan huruf Ç. Ini diikuti juga oleh orang Indonesia tamatan sekolah Belanda. Semenjak itu penulisan tahun ‘śaka’ ditulis menjadi Çaka. Ucapan tahun baru ‘śaka’ akhirnya berubah menjadi Çaka. Hanya saja ini berlangsung tidak lama karena ada koreksi ulang dan kembali secara internasional ditetapkan menjadi ‘śaka’.
Profesor Tjok Rai Sudharta, pakar Sanskerta terbaik Indonesia era 1970-1990an, menjelaskan bahwa Sir William Jones tidak sepakat kalau ‘sa-talawya’(sa-palatal) ditulis Ç. Pembelaan ini tercantum dalam “A Dissertation on the Orthography of Asiatick Words in Roman Letters”. Sir William Jones mempertahankan alihaksara huruf-huruf Sanskerta ke dalam huruf-huruf Latin yang dilakukan oleh Dr. Colebrooke setelah menganalisisnya dari sudut phonology, antara lain rumusannya bahwa huruf ‘sa-talawya’ditulis Ś.
Pendapat Sir William Jones diperkuat oleh Sir Monier Monier Williams yang telah menyusun Kamus Sanskrit English yang sangat penting dalam pembelajaran Sanskerta di dunia akademik.
Aturan penulisan ini (yang dirumuskan oleh Dr. Colebrooke, Sir William Jones, Sir Monier Monier Williams) pada akhirnya mendapat pengakuan oleh ahli-ahli bahasa Sanskerta di seluruh dunia: Secara internasional tidak lagi ‘sa-talawya’ditulis dengan huruf Ç (C-cedilla) tapi dengan Ś. Artinya penulisan tahun Çaka tidak benar yang benar secara internasional adalah ‘śaka’.
Celakanya, sudah pernah diajarkan dan beredar penulisan tahun Çaka di sekolah-sekolah Belanda di Nusantara. Yang umum terjadi adalah banyak orang Indonesia tidak bisa menulis Ç (C-cedilla) dan menggantinya secara serampangan dengan C biasa. Penulisan Çaka pun menjadi ‘CAKA’. Kesalahan ini seperti salah turunan, diwariskan sampai kini.
Kekeliruan Ç (C-cedilla) berubah menjadi C ini juga terjadi dalam kata-kata lain, seperti penulisan Śiva (Śiwa), sampai kini ada yang menulis Ciwa karena pernah diajarkan di sekolah masa penjajahan Belanda bahwa Śiwa ditulis Çiwa. Akibat tidak secara benar menulis Ç (C-cedilla) maka tertinggal banyak dalam kutipan penulisan buku-buku Belanda yang dulunya menulis Çiwa ketika dikutip menjadi Ciwa. Ciwa tidak memiliki arti dimaksud. Sama halnya kata Çanti menjadi Canti. Kalau mau aman maka tulislah sesuai pengucapannya menjadi Shanti. Lebih baik menulis kata Śiwa menjadi Shiwa, daripada mau menulis Çiwa akhirnya tertulis Ciwa. Penulisan yang benar adalah Śiwa, atau kalau mau aman tidak bisa menulis Ś lebih dianjurkan menulis seusai suara yang dihasilkan Shiwa atau Shiva.
Kembali kepenulisan tahun ‘śaka’, tahun depan ada baiknya tidak lagi mengirim ucapan TAHUN BARU ‘CAKA’. Tulisanlah SELAMAT TAHUN BARU ‘ŚAKA’ — ini penulisan yang sesuai dengan International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST). Kalau tidak bisa menulis Ś (s dengan coret di atas atau acute accent) tulis saja: SELAMAT TAHUN BARU SAKA.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘śaka’ ditulis syaka. Artinya kalau mengikuti KBBI maka ditulis: SELAMAT TAHUN BARU SYAKA…
Kami lebih menganjurkan dan memilih menulis tahun ‘śaka’ tidak tahun Syaka. Jika semua serapan kata dari bahasa Sanskerta dengan ‘sa-talawya’di-indonesia-kan menjadi 'sy' bisa banyak menimbulkan kebingungan yang meluas, seperti kata Śanti harus ditulis Syanti, lalu Śiwa ditulis Syiwa?
Terima kasih sahabat dan keluarga kami yang telah mengirimi ucapan SELAMAT TAHUN BARU ‘CAKA’. Apapun tulisannya — entah ‘SHAKA’, SAKA, ÇAKA atau ‘CAKA’— semua doa dan niat tulusnya kami terima dengan suka cita.
Tapi, mohon ya, mohon tahun depan tidak lagi salam ditulis dengan tulisan ‘CAKA’. Tulislah ‘ŚAKA’. Kalau pakai HP tekan huruf S agak lama, maka di layar akan muncul pilihan huruf Ś.

OM SHREE MAHA GANADIPATAYĒ NAMAHA



Dagang Banten Bali



CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

GENAH UTAMA LINGGIH ARCA IDA BATHARA GANA.
OM SWASTIASTU
However, it is important to know where to place these idols and placing it in the right location and time could definitely bring a positive change to you and your fortunes. Here are a few pointers one needs to know, to get the maximum serenity and good luck.
It is believed that northeast space in home is the best direction to offer prayers. If it is unavailable place the idols such that it faces west or north. Best suitable is north region as it is the home of Lord Shiva, father of Lord Ganesha.
If there is no separate room for worshipping and one chooses to place idols in bedroom, then you need to place it in north east corner and see to it that your legs are not pointed towards idols while sleeping.

"OM SHREE MAHA GANADIPATAYĒ NAMAHA"
OM SHANTI SHANTI SHANTI OM.
GENAH UTAMA LINGGIH ARCA IDA BATHARA GANA.

OM SWASTIASTU
Namun, penting untuk mengetahui di mana untuk menempatkan berhala-berhala ini dan menempatkannya di lokasi yang tepat dan waktu pasti akan membawa perubahan positif kepada anda dan nasib anda. Berikut adalah beberapa petunjuk yang perlu diketahui, untuk mendapatkan ketenangan maksimum dan keberuntungan.
Hal ini diyakini bahwa ruang timur laut di rumah adalah arah terbaik untuk menawarkan doa. Jika itu tidak tersedia tempat berhala seperti itu menghadap ke barat atau utara. Paling cocok adalah wilayah utara karena merupakan rumah dewa siwa, Bapak Dewa Ganesha.
Jika tidak ada ruang terpisah untuk beribadah dan satu memilih untuk menempatkan berhala di kamar tidur, maka anda harus menempatkan di sudut timur utara dan melihat bahwa kaki anda tidak menunjuk ke berhala ketika tidur.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

"OM SHREE MAHA GANADIPATAYĒ NAMAHA"

OM SHANTI SHANTI SHANTI OM.
·

 Om Gum Ganapataye Namaha

Sabtu, 07 Juli 2018

Devata Navasanga








DEWATA NAWA SANGHA
Dewata Nawa Sangha adalah sembilan gelar kemahakuasaan atau perwujudan Sang Hyang Widhi dalam fungsi dan tugas beliau sebagai penguasa alam semesta. Kesembilan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi inilah menjaga agar dunia ini selalu sejahtera, subur dan lestari. Kesembilan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi ini menempati kesembilan penjuru mata angin. Tiap penjuru mata angin mempunyai senjata tertentu dan urip (nilai) tertentu juga dan juga mempunyai aksara suci masing-masing. Kesembilan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi beserta arah mata angin yang dijaga yaitu :
1. TIMUR
Dewata Penguasa Daerahnya : ISWARA.
Warnanya : Putih.
Uripnya (Nilainya) : 5 (Lima).
Senjatanya : Bajra.
Aksara Sucinya : SA.
2. TENGGARA
Dewata Penguasa Daerahnya : MAHESORA.
Warnanya : Dadu.
Uripnya (Nilainya) : 8 (Delapan).
Senjatanya : Dupa.
Aksara Sucinya : NA.
3. SELATAN
Dewata Penguasa Daerahnya : BRAHMA.
Warnanya : Merah.
Uripnya (Nilainya) : 9 (Sembilan).
Senjatanya : Gada.
Aksara Sucinya : BA.
4. BARAT DAYA
Dewata Penguasa Daerahnya : RUDRA.
Warnanya : Jingga.
Uripnya (Nilainya) : 3 (Tiga).
Senjatanya : Mosala.
Aksara Sucinya : MA.
5. BARAT
Dewata Penguasa Daerahnya : MAHADEWA.
Warnanya : Kuning.
Uripnya (Nilainya) : 7 (Tujuh)
Senjatanya : Nagapasa.
Aksara Sucinya : TA.
6. BARAT LAUT
Dewata Penguasa Daerahnya : SANGKARA.
Warnanya : Hijau.
Uripnya (Nilainya) : 1 (Satu).
Senjatanya : Angkus.
Aksara Sucinya : SI.
7. UTARA
Dewata Penguasa Daerahnya : WISNU.
Warnanya : Hitam.
Uripnya (Nilainya) : 4 (Empat).
Senjatanya : Cakra.
Aksara Sucinya : A.
8. TIMUR LAUT
Dewata Penguasa Daerahnya : SAMBU.
Warnanya : Biru.
Uripnya (Nilainya) : 6 (Enam).
Senjatanya : Trisula.
Aksara Sucinya : WA.
9. TENGAH
Dewata Penguasa Daerahnya : SIWA.
Warnanya : Pancawarna.
Uripnya (Nilainya) : 8 (Delapan).
Senjatanya : Padma.
Aksara Sucinya : I dan YA.


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Tantrayana











Andira Puspita SharmaIkuti

WEDA DAN TANTRAYANA
Kebenaran Weda berdasarkan wahyu; sementara Tantra berdasarkan pengalaman. Kebenaran diverifikasi atau dibuktikan benar dan valid di dalam pengalaman. Antara wahyu dan pengalaman saling melengkapi - apa yang diwahyukan dibuktikan di dalam pengalaman. Konfirmasi pengalaman ini adalah fungsi Tantra. Dalam pengertian ini, Tantra (agama) bersifat melengkapi Weda (nigama). Namun, status ini bersifat insidental. Sesungguhnya Tantra mempunyai status atonom dan independen. Dalam beberapa hal Tantra bahkan lebih penuh dan lebih penting dari pada Weda. Alasannya sederhana. Tantra adalah Weda plus Tantra; sementara Weda adalah Weda plus implisit Tantra. Bahwa Tantra disamping kebijaksanaannya sendiri, secara penuh menggabungkan kebijaksanaan Weda, tetapi Weda mengandung kebijaksanaan Tantra hanya secara implisit dan membutuhkan Tantra membuatnya explisit. Dengan demikian unsur kriya atau spanda atau wimarsa menjadi sangat dominan di dalam praktek sadhana Tantrayana.




REG WEDA MENGINGATKAN KITA :
"Jangan balas pukulan dengan pukulan, juga jangan balas cacian dengan cacian, pun jangan membalas daya upaya nista dengan nista. Tetapi hujanilah dengan restu sebagai balasan penghinaan dan jauhilah daya upaya yang nista itu".

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Siapa Nabi Agama Hindu?
Hindu tidak punya Nabi, tapi Hindu punya banyak Maharesi. Maharesi, bukan Nabi. Para Rsi itu disebut Wipra, yaitu orang yang arif bijaksana. Orang yang akhli dan pandai.






Reorientasi Tantra-Yoga Dalam Dharma
Tantra-yoga bukan sekedar olah rokhani yang bersifat magis dan menghasilkan bayangan wah luar biasa bahkan seram.
Tantra-Yoga merupakan kombinasi basis dharma untuk meningkatkan kualitas kehidupan sesuai pelaksanaan dan tujuan dharma.
Ajaran tantra-yoga juga bukan ajaran purba yang ketinggalan jaman. Ajaran ini bahkan sangat penting dalam perkembangan berbagai kemajuan jaman. Untuk itu perlu reorientasi implementasi tantra-yoga yang selama ini selalu dimanfaatkan secara rohani menuju pengimplementasiannya dalam berbagai bidang.
Inti tantra-Yoga adalah Shiva yang bermakna tidak sekedar Tuhan secara rokhani, melainkan Tuhan sebagai Kebahagiaan Mutlak yang menjadi tujuan. Bukankah tujuan hidup dan tujuan semua aktivitas kehidupan adalah kebahagiaan, baik secara jasmani maupun rohani.
.
Tantra menyediakan landasan ekspansi atau pengembangan diri (tanoti) untuk membebaskan diri (trayate) dari ikatan keterbatasan tubuh. Upaya menjadikan diri bebas berkembang untuk meraih dan menikmati kebahagiaan Tuhan dalam bentuk segala anugrah maupun keberadaan-NYA.

Yoga menyediakan landasan cara atau jalan (akar kata sanskrit ga) untuk menghubungkan diri dengan (yuj) atau menghormati secara utama (ya +U) pada Tuhan. Dalam artian Tuhan sebagai kebahagiaan, ini merupakan cara atau jalan mengelola diri untuk mengoptimasi Kebahagiaan atau Tuhan dalam diri sebagai wujud harmonisasi kesatuan buana alit dan buana agung. Dengan kata lain, Yoga menyediakan landasan manajemen diri atau landasan pengelolaan diri dalam melakukan optimasi pengembangan kemampuan diri
.

Tantra-Yoga merupakan kombinasi dari ekspansi-dan optimasi kemampuan diri yang luar biasa tanpa batas dalam Kebahagiaan atau atau dalam Tuhan.

Optimasi ekspansi diri (tantra-yoga) ini memiliki dasar syukur atau berterimakasih mendalam setulus-tulusnya dalam menerima dan menikmati kebahagiaan (sebagai anugrah) Tuhan, karena setiap aktivitas hidup merupakan bakti pada Tuhan.
Secara sederhana: optimalkan pengembangan diri dengan cara tulus bersyukur atau berterimakasih dalam menikmati berbagai anugrah Tuhan sebagai kebahagiaan.
Inilah pengembangan energi positif.
Jangan mengeluh atau selalu mengeluh yang akan menghasilkan energi negatif. Energi yang menjadi dasar munculnya segala kesengsaraan dalam bentuk kesulitan maupun penyakit (hasil penelitian menunjukkan penyakit 80-90 persen muncul dari pikiran)
Tantra-Yoga sebagai optimasi ekspansi diri merupakan landasan peningkatan kualitas hidup dalam berbagai bidang.
Tentu saja kombinasi tantra-yoga menyediakan dasar-dasar optimasi ekspansi diri yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup dalam kebahagiaan. Dasar-dasar yang penting itu berhubungan dengan niat sebagai tujuan (iccha), pemahaman tujuan (jnana), modal dasar yang dipunyai (shakti), dan kreativitas produktif (krya).
Nah inilah yang perlu lebih lanjut dijabarkan sesuai dengan bidang aktivitas yang ingin dioptimasi pengembangannya dalam kebahagiaan. Bahasan ini yang mendasari berbagai bahasan tantra dan yoga dari jaman ke jaman dalam berbagai bidang.
Bahasan yang tidak sempurna ini semoga dapat memberi sedikit sumbangan dalam implementasi pelaksanaan dharma.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Ada tiga jenis japa-yajña.





Dagang Banten Bali


Yi: vācika-japa, upāṁśu-japa dan mānasa-japa.
Di antara ketiganya, masing-masing lebih unggul dari yang sebelumnya.
1). Vācika-japa adalah nyanyian yang ditandai dengan nada tinggi dan rendah bersama dengan pengucapan yang jelas dan ucapan yang dapat didengar.
2). Upāṁśu-japa adalah di mana bibir bergerak sedikit dan mantra diucapkan dengan lembut sedemikian rupa sehingga hanya dapat didengar oleh diri sendiri.
3). Mānasa-japa /manasika-japa adalah di mana pelafal secara mental menghubungkan suku kata mantra untuk membentuk sebuah kata dan kemudian secara mental menghubungkan kata-kata tersebut untuk membentuk mantra, setelah itu merenungkan arti mantra.
Manasa japa adalah bentuk japa yang tidak dapat didengar bahkan oleh telinganya sendiri
Upamsu didengar oleh diri sendiri tetapi tidak oleh orang lain.
Vachika japa dapat didengar oleh siapa saja di sekitar. ”
Manasika japa adalah bentuk japa terbaik diikuti oleh Upamshu japa lalu Vachika japa
Melafalkan doa dalam pūjā disebut stuti atau stavana.

TUHAN SIFATNYA ACINTYA








CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

TUHAN SIFATNYA ACINTYA (TAK TERPIKIRKAN DAN TAK BERWUJUD)
Mencapai yang tak terpikirkan sangat sulit bagi kita yang terbatas ini. Sedangkan wujud-Nya tak tergambarkan, karena pikiran tak mampu mencapai-Nya dan kata-kata tak dapat menerangkan-Nya. Didefinisikan pun tidak mungkin, sebab kata-kata hanyalah produk pikiran hingga tak dapat digunakan untuk menggambarkan kebenaran-Nya. Sehingga kita membutuhkan simbol dan makna dari fungsi Tuhan itu sendiri.
Tuhan menurut Hindu itu tidak laki maupun tidak perempuan dan juga tidak banci. Kita tidak bisa mengukur Tuhan yang bersifat tidak terbatas dengan ukuran-ukuran yang terbatas. Laki, perempuan dan banci itu hanya ukuran makhluk nyata dan terbatas. Ukuran itu hanyalah untuk membantu manusia dalam memahami sesuatu yang abstrak dan tak terbatas. Sebenarnya kekuatan hakikih Tuhan itu adalah Purusa dan Prakerti. Maka Tuhan juga dikatakan sebagai Ardhanareswari.
Sifat-sifat dan karakter Tuhan itu sangat banyak. Kalau dalam kenyataan bahwa kisah Dewa dalam Hindu ada laki atau perempuan itu hanyalah metode awam untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak. Malah dalam Upanisad dikatakan bahwa Tuhan itu Neti-neti yang artinya bukan ini dan bukan itu. Atau Tuhan itu jauh tetapi juga dekat. Tuhan itu memenuhi segala ruang.
Sampai saat ini belum ada wujud patung dari Tuhan atau Brahman atau Sang Hyang Widhi, karena Tuhan atau Brahman atau Sang Hyang Widhi sifatnya Acintya (tak terpikirkan dan tak berwujud) yang ada adalah patung dari sinar suci Tuhan atau Brahman atau Sang Hyang Widhi yang disebut dengan Dewa. Patung Dewa-dewi itu menandakan bahwa fungsi Tuhan atau Brahman atau Sang Hyang Widhi yang disebut Dewa berasal dari kata "DIV" yang artinya sinar. Sinar inilah yang digambarkan sesuai dengan fungsi Beliau.
Dengan pengertian "Acintya" atau "sesuatu yang tak tergambarkan", bahwa hakekat Tuhan adalah sebuah "kekosongan" atau "suwung", kekosongan adalah sesuatu yang ada tetapi tak tergambarkan.
Jadi hakekat Tuhan adalah "kekosongan abadi yang padat energi", seperti areal hampa udara yang menyelimuti jagad raya, yang menyelimuti segalanya secara immanen sekaligus transenden, tak terbayangkan namun mempunyai energi luar biasa, hingga membuat semua benda di angkasa berjalan sesuai kodratnya dan tidak saling bertabrakan. Sang "kosong" atau "suwung" itu meliputi segalanya. Ia seperti udara yang tanpa batas dan keberadaannya meliputi semua yang ada, baik di luar maupun di dalamnya.
Tuhan itu tidak nampak oleh mata, namun dirasakan, diyakini ada, seperti nafas di dalam tubuh kita sendiri. Ia ada namun, bagaimana rupanya?


Sistem pemberian banyak nama kepada Tuhan sesuai peranan-Nya, dalam ajaran Hindu disebut "Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti" artinya "Tuhan itu satu tetapi para bijak menyebut-Nya dengan banyak nama".
Yatrakama Wasayitwa adalah nama sifat Tuhan Yang Maha Kuasa itu juga. Yatrakama Wasayitwa artinya kehendak dan sifat kemahakuasaan-Nya itu tidak dapat dihitung banyaknya. Pendeknya sifat dan kodratnya sangat banyak sehingga manusia tidak dapat menyebutkan satu persatu.
Dari uraian di atas jelas bahwa sifat Tuhan itu banyak. Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat yang amat banyak. Manusia memberi nama sifat-sifat itu menurut pengertian manusia. Para Maha Rsi yang mula-mula memberi nama sifat-sifat itu. Nama-nama itu diberikan oleh para Maha Rsi pada jaman dahulu. Sejak wahyu diturunkan. Waktu wahyu diturunkan manusia tidak dapat memberi nama kepada-Nya. Baru kemudian saja para Maha Rsi memberi nama kepada Tuhan yang tak bernama.
Kalau kita menamakan Tuhan itu warnanya merah tidak berarti Tuhan tidak mempunyai warna lain. Ia juga mempunyai warna yang putih. Ia juga mempunyai warna jingga. Ia juga mempunyai warna hijau. Semua warna ada pada-Nya. Begitulah akhirnya Ia memiliki banyak nama. Apakah dengan nama yang banyak berarti Tuhan itu banyak? Tentu tidak bukan. Ia tetap Esa. Yang Maha Tunggal.
Para Rsi itu disebut Wipra. Orang yang arif bijaksana akhli dan pandai.

Ardhana Wijaya Saputra bersama Nandito Negeri Seribu Candi dan Andira Puspita Sharma.