Selasa, 20 Desember 2016

Mengapa Umat Hindu Menghormati Sapi?





Melihat banyaknya arca-arca sapi di tempat suci Hindu baik yang ditemukan di situs purbakala maupun di tempat-tempat suci yang masih aktif digunakan sebagai tempat peribadatan mengundang sebuah anggapan salah kaprah terhadap Hindu. Orang sebagian besar orang, Hindu identik dengan penyembah sapi. Apa lagi pada kenyataannya sebagian besar umat Hindu di dunia berpantang untuk mengkonsumsi daging sapi. Benarkah Hindu memuja Sapi?

Berdasarkan peradaban Veda, sapi memang merupakan binatang yang sangat di sakralkan. Diuraikan bahwa sapi merupakan lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahtrean kepada semua makhluk hidup di bumi ini. Karena itulah para umat manusia diajarkan untuk tidak menyemblih dan memakan daging sapi. Selain mempunyai manfaat di dalam kehidupan rohani, sapi juga memelihara kita di dalam kehidupan material kita seperti misalnya dengan memberikan susu sapi dan berbagai produk susu. Selain susu dan berbagai produk, sapi juga memberikan berbagai jenis bahan obat-obatan seperti misalnya kencing sapi dan tahi sapi yang bahkan ilmuwan modern sekalipun menerima bahwa air kencing sapi dan kotoran sapi mengandung zat anti septik yang bisa digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Di India, didalam sistem pengobatan Ayur Veda, terdapat teknik yang di sebut pengobatan panca gavya. Panca gavya adalah lima jenis produk yang di hasilkan oleh sapi yaitu; susu, yogurt, ghee, kencing sapi dan kotoran sapi. Panca gavya ini diangap sebagai bahan bahan yang menyucikan. Bahkan di dalam yajna dan memandikan pratima di berbagai kuil, bahan bahan ini sangat diperlukan. Tanpa panca gavya, seseorang tidak bisa menginstalasi pratima di dalam kuil. Selain bahan bahan yang bisa di komsumsi dari segi material, sapi juga membantu para petani di dalam berbagai hal. Sapi jantan di gunakan untuk membajak dan kotoran sapi digunakan untuk pupuk.





Sri Krsna sendiri yang muncul ke dunia material ini memberikan contoh kepada kita semua untuk menghormati sapi. Beliau bahkan lebih memementingkan sapi dari semua makhluk hidup lainya termasuk para brahmana. Seprti diuraikan di dalam sastra


“namo brahmaëya-deväya go-brähmaëa-hitäya ca jagad-dhitäya kåñëäya govindäya namo namaù”.
Di vrndavan, tradisi menghormati sapi-sapi masih berlangsung sampai sekarang. Di beberpa tempat di daerah pedalaman di Vraja bumi, ketika mereka memasak roti (capati), roti pertama akan diberikan kepada sapi karena mereka mengangap bahwa krsna hanya akan menerima persembahan kalau mereka memuaskan sapi-sapi dan para brahmana. kemudian roti kedua di berikan kepada orang suci yan kebetulan lewat di daerah desa tersebut dan roti lainnya, di persembahkan kepada Sri Krsna.

Disini hendaknya kita membedakan istilah menghormati dan memuja. Orang Hindu memperlakukan sapi secara istimewa adalah untuk menghormati sapi, bukan memuja sapi. Hindu hanya memuja satu Tuhan, “eko narayanan na dwityo”sti kascit” tapi menghormati seluruh ciptaan Tuhan, terutama yang disebut ibu, para dewa yang mengatur alam material dan semua umat manusia.

Dalam tradisi Hindu dikenal beberapa entitas yang dapat disebut sebagai ibu yang harus kita hormati, yaitu;


Ibu yang melahirkan kita, yaitu ibu kandung kita sendiri.
Ibu yang menyusui kita walaupun tidak mengandung kita.
Ibu yang memelihara dan mengasuh kita walaupun tidak melahirkan dan menyusui kita.
Sapi yang telah memberikan kita susu, sumber panca gavya dalam pengobatan Ayur Vedic dan juga yang tenaganya telah kita gunakan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan kita.
Ibu pertiwi, yaitu bumi dan alam ini yang telah memberikan penghidupan pada kita dan harus kita jaga kelestariannya.

Sekarang kita gunakan hati nurani kita, apakah kita akan tega membunuh dan memakan daging sapi yang sudah kita minum susunya, yang sudah membantu pekerjaan-pekerjaan fisik kita dalam menarik pedati dan juga membajak sawah?

Disaat manusia dapat dengan mudahnya membunuh, memotong kepala ayam dan sapi tanpa perasaan, maka disaat itulah mereka akan memotong kepala manusia dan bahkan ibu kandungnya sendiri seperti memotong kepala seekor ayam.

Kita tentunya masih teringat di masyarakat kita di kalangan hindu di Bali. Ketika saya masih kecil, orang tua saya sering memperingatkan bahwa kalau kamu makan daging sapi, kamu tidak boleh datang ke pura tanpa mandi terlebih dahulu. Peringatan ini di berikan oleh orang tua saya dan sudah merupakan peringatan turun temurun dari nenek moyang kami. Namu sayangnya beberapa orang berangapan bahwa karena kalau kita makan daging sapi, maka kita tidak bisa masuk ke pura, itu berarti sapi adalah binatang haram. Ternyata setelah kita amati dan mempelajari kitab suci veda, ternyata sapi merupakan binatang yang suci yang dihormati oleh para dewa sekalipun. Bukanlah karena sapi merupakan binatang haram, maka kalau kita makan daging sapi kita tidak bisa ke pura tetapi karena sapi merupakan binatang yang sangat suci, sehinga kalau kita memakan daging sapi, maka kita diangap orang yang sangat berdosa, degan demikian tidak bisa masuk ke pura. Karena itu, setelah makan daging sapi, kita harus menyucikan diri, paling tidak mandi terlebih dahulu sebelum memasuki tempat suci.

Ini bukan berarti bahwa kita bisa berlangsung memakan daging sapi dan kemudian mandi dan menyucikan diri. Tidak! Itu bukanlah proses prayascita yang sejati. Proses prayascita yang sejati adalah menyucikan diri dari perbuatan berdosa, merenungkan kegiatan berdosa tersebut dan berusaha untuk menghindari kegiatan tersebut. Kita hendaknya tidak melakukan prayascita seperti gajah mandi. Sri Pariksit maharaj di dalam Srimad Bhagavatam menguraikan sebagai berikut.


kvacin nivartate ‘bhadrät

kvacic carati tat punaù

präyaçcittam atho ‘pärthaà
manye kuïjara-çaucavat
Kadang kadang, orang sadar akan kegiatan berdosa namun melakukan kegitan berdosa lagi. Dengan demikian saya mengangap proces melakukan kegiatan berdosa yang berulang ulang dan penyucian berulang ulang sebagai hal yang tidak berguna. Ini sama halnya dengan gajah mandi ( kunjara-sauca-vat), karena gajah membersihkan dirinya dengan mandi namun begitu selesai mandi dan kembali ke daratan, sang gajah akan menghamburkan lumpur pada kepala dan badannya. ( Srimad Bhagavatam, 6.1.10).

Jadi ajaran dari orang tua kita, tidak boleh ke pura setelah makan daging sapi, hendaknya diambil serius dan menghindari daging sapi selama lamanya dan berusaha mengerti keagungan sapi. Diuraikan juga bahwa orang yang membunuh sapi, atau makan daging sapi, akan menderita di planet neraka selama ratusan tahun untuk membayar satu dari bulu sapi yang mereka makan. kalau seseorang makan daging sapi yang memliki seratus ribu bulu, maka orang tersebut mesti menderita di neraka selama 100.000 dikali 100 tahun. Sudah tentunya kita menghindari penyemblihan sapi dan makan daging sapi bukan karena takut untuk masuk neraka tapi karena rasa kasih sayang kita kepada sapi yang telah berkenan memberikan kita berbagai jenis makanan seperti yang telah diuraikan di atas.

Sumber : Narayana Smrti

Minggu, 18 Desember 2016

Makna dari "Amor Ring Acintya"





Amor Ring Acintya adalah kata yang sudah tidak lasim lagi ditelinga kita apalagi bagi para umat Hindu di Bali. Kata ini biasanya diucapkan ketika ada orang meninggal dunia. Biasanya dalam masyarakat mengucapkan “Dumogi Amor Ring Acintya”.

Kata Dumugi berarti semoga. Amor berarti bersatu atau menghilang, atau Menuju kedalam situasi ketiadaan atau tidak tampak. Acintya berarti tidak tersentuh oleh pikiran. Dalam konteks filsafat disamakan dengan sūkṣma dan śūnya. Jadi Dumogi Amor Ring Acintya adalah semoga menyatu dengan “yang mahasuci yang maha tidak terpikirkan” atau semoga bersatu dalam ke Dewataan Tertinggi (Acintya).



Sang Hyang Acintya

Tertera dalam Sastra Jawa Kuna mengatakan beberapa baris terkait dengan ungkapan di atas. Berikut kutipan dari naskah kidung dan kakawin Jawa Kuno:


Amor ring Widhi ada dalam Kidung Sunda disebut ‘saṅ wus amor iṅ widi.
Amor ring Śiwātmaka ada dalam naskah Wangbang Wideha,‘agya ni ṅwaṅ amor iṅ Śiwātmaka.
Amor ring dewata ada dalam Kidung Harsa-Wijaya: ‘saṅ wus amor iṅ dewata; saṅ wus amor iṅ dewa; saṅ wus amor i widi.
Ungkapan tersebut ditujukan kepada para raja, atau orang suci, yang dimaksudkan ‘saṅ wus amor iṅ dewata’ (beliau yang telah kembali ke alam kedewataan’, adalah beliau-beliau yang suci, yang terhormat, ‘memenangkan kehidupan ini’ dan kembali ke alam kedewataan. Jika ingin kembali ke alam kedewataan, tentunya kita harus punya kualitas kedewataan dulu. Kalau kualitas diri kita hanya KW2 atau KW3 tujuan itu akan semakin jauh. Slogan tinggal slogan.

Amor ring Acintya tidak lain cita-cita kemanusiaan terdalam ajaran Siwa, Buddha, dan Hindu pada umumnya, yang kita kenal sebagai pencapaian ‘Moksa’ atau ‘Nirvana’.

Di Bali kita mewarisi lontar-lontar berbahasa Jawa Kuno yang menjadi panduan dalam meningkatkan kualitas diri kita dari KW2 atau KW3 menuju jiwa yang ‘orisinil’. Lontar-lontar tersebut antara lain: Aji Kadyatmikan, Aji Kamoksan, Aji Putus, Dharma Sunya, Dharma Patanjala, Wṛhaspatitattwa, dstnya. ‘Amor ring Acintya’ di dalam lontar-lontar tersebut mempunyai padanannya yaitu: sūkṣma dan śūnya.

Amor ring Acintya adalah tujuan tertinggi semua naskah-naskah tersebut. Di salah satu naskah tersebut, yaitu Wṛhaspatitattwa, disebutkan dalil asal muasal kita harus kita pahami jika kita ingin kembali ke asal muasal kita, alam kedewataan. Logikanya: Jika mau sampai tujuan kita harus mengenal jalan. Jika kita mau ke asal muasal kita, bagaimana kita sampai ke asal jika tidak mengerti prinsip asalmuasal kehidupan? Bagaimana tidak mengenal jalan berharap sampai di tujuan? Langkah-langkah dalam lontar-lontar di Bali disebutkan: Pertama mengenal prinsip tattwa atau prinsip penciptaan dan asal muasal. Kedua mengenal jalan, selanjutnya menempuh jalan, dan dijalani dengan penuh ketulus-ikhlasan ketika menempuh jalan. Disebutkan, setelah tahapan-tahapan itu terjalankan dengan kesempurnaan baru kemungkinan sampai tujuan (Amor Ring Acintya)

Dalam buku Samsara Perjalan atman juga dijelaskan bahwa Faktor kunci di alam kematian adalah samskara [kesan-kesan pikiran] kita sendiri. Perjalanan atma di alam kematian digerakkan oleh energi yang sama dengan energi yang membentuk pikiran. Kecenderungan pikiran yang negatif saat kematian akan membawa kita menuju alam-alam yang gelap dan sebaliknya kecenderungan pikiran yang positif saat kematian akan membawa kita menuju alam-alam yang terang. Karena lapisan badan kita di alam kematian digerakkan oleh bahan-bahan energi yang sama dengan yang membentuk pikiran kita. Sehingga setelah mati kita kemudian akan tinggal atau pergi terbawa pada salah satu alam-alam halus yang paling sesuai dengan kualitas dan kecenderungan pikiran kita sendiri.

Dengan kata lain, faktor paling menentukan dalam menyambut kematian adalah bagaimana evolusi keadaan bathin kita semasa kehidupan dan keadaan bathin kita di menit-menit dan detik-detik terakhir ketika kehidupan kita akan berakhir. Itulah yang akan sangat menentukan kita akan pergi kemana. Mereka yang saat kematian tidak siap, penuh ketidakrelaan karena keterikatan duniawi, penuh rasa sakit, takut, ragu, bingung, melawan, apalagi dalam sifat kejam [tanpa welas asih], dalam kemarahan-kebencian, sangat mungkin nantinya pada proses kematian akan memasuki perjalanan yang gelap.

Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan kematian salah pati. Sebaliknya, kalau di menit-menit dan detik-detik terakhir ketika kehidupan berakhir, kita mengalami kedamaian bathin, sangat mungkin nantinya pada proses kematian akan memasuki perjalanan yang terang. Dan yang paling baik [kalau memungkinkan] tentunya kita bisa amor ring acintya, menyatu dengan “yang mahasuci yang maha tidak terpikirkan”. Jiwa yang sudah terbebaskan [jivan-mukti] akan seketika mengalami moksha [pembebasan sempurna].

Karena itu sangat penting diinformasikan kepada orang-orang yang akan meninggal, di menit-menit dan detik-detik terakhir ketika kehidupan akan berakhir, sangat penting mengalami menit-menit dan detik-detik terakhir yang shanti [damai]. Di jalan dharma kematian adalah perjuangan spiritual yang paripurna. Itulah sebabnya bagi para yogi, para mpu, para danghyang, para maharsi, mengajarkan bahwa tugas spiritual pokok manusia semasa hidupnya adalah membina diri melenyapkan sad ripu [enam kegelapan bathin] dan menumbuhkan sifat penuh welas asih dan kebaikan. Gunanya agar ketika kematian itu benarbenar datang, kita sudah sangat siap dan bisa mengalaminya dalam keadaan yang sangat shanti

Sumber : Budayabali via Daerahbali.com

Jumat, 16 Desember 2016

Pulang Sebelum Calonarang Usai Bisa Dicegat Leak, Mitos atau Fakta ?


Dagang Banten Bali



Nampaknya kepercayaan larangan pulang lebih awal sebelum pertunjukan calonarang usai bisa dicegat leak bukan sekedar mitos, namun memang benar-benar terjadi.

Menurut Ketut Kodi, SSP, M.Si seorang dalang dan juga seniman calonarang mengatakan hal itu bisa terjadi karena pada pertunjukan calonarang ada namanya gending tunjang. Gending ini merupakan salah satu gambelan pengiring pada pertunjukan calonarang, dimana mampu membangkitkan kekuatan para leak.



Salah satu adegan dalam pertunjukan calonarang

“Di gambelan tunjang ada aksara dan suara yang mampu membangkitkan kekuatan leak,” ungkapnya. “Maka setiap ada calonarang tidak diperkenankan untuk pulang pada pertengahan pertunjukan,” kata Ketut Kodi pada Seminar Membedah Etika Tari Rangda, di Rumah Topeng dan Wayang Setiadharma, Ubud, Gianyar, Minggu (27/3/2016).

Karena para leak dibangunkan, hal ini kemudian membuat mereka (para leak) keluar dan menari-nari berkeliaran di dekat lokasi pertunjukan calonarang. “Karena dibangkitkan, para leak akan ngigel di perempatan, di jalan dan di dekat lokasi pertunjukan,” ujarnya.

Jika memaksakan diri untuk pulang sebelum usai pergelaran calonarang bisa saja akan bertemu dengan berbagai wujud leak di perjalanan, “jika pulang lebih awal, maka pulang dari calonarang bisa bertemu dengan wujud leak seperti bojong (monyet…red), kambing, babi dan sebagainya,” ungkap Kodi.


Cerita Leak Bali : Pencari Jangkrik Bertemu Leak ,Dunia leak memang ada-ada saja. Keberadaannya memang sangat msiterius, semuanya serba rahasia, gelap dan diam-diam. Itulah konon kabarnya.
Pada suatu malam I Nyoman S, I Ketut I beserta I Made J (Nama Di Rahasiakan) berencana Mengintip jangkrik. Dibali Jangkrik biasanya digunakan untuk makanan burung atau di adu. Mereka bertiga tak tahu kalau malam itu merupakan malam Pemapag kajeng kliwon. Menurut orang-orang, pada malam itu adalah malam yang tenget. Karena mereka tak tahu, maka tak sedikit pun terpikiran yang bukan-bukan. Sampai akhirnya ia sampai di suatu areal persawahan di pinggir Desanya (Nama Desa Di Rahasiakan). Mereka belum memulai ngintip jangkrik. Mereka cuma persiapan saja, namun suasana di tempat tersebut sangat sepi dan sudah gelap. Karena ia berangkat sekitar jam setengah sembilan dan di tempat tersebut sudah jam setengah sepuluh malam, Maka Suasana malam yang mencekam tersebut tak menyurutkan niatnya untuk mengintip jangkrik. Karena harapannya kalau mencari jangkrik di tempat yang jauh dan pada tengah malam, maka ia akan mendapatkan jangkrik yang besar- besar dan kuat-kuat (dengan harapan pada tajen jangkrik nantinya ia akan menang dapat uang banyak) Demikian harapannnya.
Di tempat tersebut tumbuh sebuah pohon beringin yang besar di pinggir sungaimdimana bangsingnya (Akar) terurai sampai ke tanah yang menambah angker tempat itu. Banyak orang tak berani datang ke tempat tersebut pada malam hari, bahkan siang hari. Nah kini giliran I Ketut dan teman-temannya mencari jangkrik di sana. Namun sebelum sampai ngintip jangkrik, tiba-tiba dari arah timur datang sekumpulan cahaya sepertinya nyala obor. Ia mengira awalnya itu orang-orang banyak yang datang ngintip jangkrik, Namun setelah mendekat, kok mereka tak melihat sesosok manusia yang datang, hanya kelebatan api saja yang datang dan menuju pohon beringin. Mereka yang berada beberapa puluh meter dari tempat tersebut segera tiarap dan sembunyi di bawah pohon pandan.
I Ketut ingat dengan pesan dari orang-orang, kalau ingin melihat siapa yang ada di balik api itu, maka ia harus telanjang bulat alias melalung. Dari sana baru akan kelihatan siapa saja orangnya. Mereka membuka pakaian dan celana bersamaan, sambil mematikan api obornya mendekat ke rimbunan pohon pandan yang ada di sana. Akhirnya memang benar, apa yang dikatakan orang-orang. Mereka melihat sekumpulan manusia yang sedang menari-nari di bawah pohon beringin tempat api tersebut ngumpul, sambil membawa sarana-sarana tertentu dan membawa dupa.
Namun alangkah terkejutnya mereka, sebab dari wajah-wajah yang tadinya samar-samar, lama lama makin jelas, dimana mereka melihat sosok-sosok yang sebagian besar mereka kenal. Para leak itu melenggang-lenggang ke sana kemari, kegirangan, karena mereka telah nadi. Mungkin mereka tak menyangka kalau aktivitas mereka sedang ada yang menonton. Dan malahan yang nonton tersebut adalah saudaranya sendiri.
I Nyoman S beserta teman-temannya, tetap tiarap tanpa menghiraukan suasana di sampingnya. Sampai kira-kira sekitar dua jam mereka asik menonton leak ngigel, bahkan mereka semakin malam semakin asik menonton. Sampai akhirnya suatu saat leak tersebut kembali bergerombol terbang ke tengah sawah dan akhirnya berpencar. Mungkin mereka sudah selesai menjalankan ritual tariannya, untuk kemudian bubar ke rumahnya masing-masing.
I Made J dan teman-temannya yang masih melalung, segera terbangun dan memakai kembali pakaian mereka. Mereka dengan takut-takut berani pada malam hari itu, mereka pun memutuskan untuk tak melanjutkan ngintip jangkrik, sebab mereka sudah dapat ngintip leak. Mereka pulang bersama dengan perasaan takut-takut berani. Mereka menuju rumah masing-masing, sampai akhirnya mereka terbangun pada pagi hari.
Pada pagi yang cerah itu, ada sesuatu yang tak enak dalam diri I Ketut I Pada bagian butuh-nya (kemaluan) ia merasakan ada yang tak beres dan setelah dilihatnya ternyata butuh-nya besar sekali, alias beseh(bengkak). Nah mulailah ia ketakutan dan kawatir karena kemarin malam menyaksikan banyak leak menari. Ia kawatir jangan-jangan butuh-nya telah dimakan leak. Ia kemudian datang ke rumah termannya yang lain yang diajak ngintip dan menyampaikan masalahnya. Mereka pun menjadi semakin panik, pikirannya bukan-bukan. Mereka mencoba untuk nunas tamba di tempat balian sakti yang ada di luar desanya. 
Namun sebelum berangkat mereka bertemu dengan I Kadek B, kakak I Ketut. Ia seorang perawat kesehatan. Ia melihat I Ketut sedikit mengerang dan raut mukanya kurang sehat. Ia mencoba untuk mencari tahu ada apa dengan adiknya. Adiknya mencoba untuk berterus terang kepadanya dan menyatakan dirinya bahwa butuh-nya bengkak. Karena ngintip leak kemarin malam. Jangan-jangan ia terkena imbas leak. Sambil ia menceritakan ngintip leak dengan cara melalung.
Setelah itu I Kadek mencoba memeriksa adiknya di rumah menggunakan lampu senter. Dilihatnya kelamin I Ketut dengan seksama.  I Kadek tersenyum, yang membuat I Ketut bertanya-tanya. Ternyata I Kadek menemukan dua buah kepala semut gatal di kemaluan I Ketut yang beseh itu. Jelaslah semut ini yang mengigit kemaluannya kemarin hingga bengkak. Ini bukan karena dimakan leak, tapi dimakan semut. Mendengar semua itu mereka menjadi ngakak, seperti tertawa leak, karena dugaan mereka salah.
I Nyoman berpikir “mungkin karena saking asiknya nonton leak ngigel (menari), sampai-sampai ada “leak semut” menyusup dan mengigit tak terasa. Ada-ada saja ….
Mereka tak jadi ke balian, kelamin mereka hanya diolesi minyak kelapa, dan sore hari itu juga kelaminnya yang bengkak sudah kembali kempes.

 http://www.nutrisimedia.xyz/2016/12/cerita-leak-bali-bertemu-leak.html

Kamis, 15 Desember 2016

BANTEN OTON YANG PALING UTAMA MEMBERIKAN ANUGERAH.



Dagang Banten Bali

OM AWIGNAMASTU NAMOSIDHAM
Dalam kelahiran manusia , dihitung setiap 210 hari merupakan hari lahir yang patut di peringati yang disebut Wetu= Weton = Oton.
Biasanya kita membuat upakara untuk otonan paling sederhana adalah, Peras Pengambean dengan dengan sesayut tertentu ( Sesayut Pageh Urip, Sesayut Pengidep Ati, Sesayut Lara Melaradan dan lain-lain sesuai keinginan apa yang di mohonkan )
Banyak sebenarnya yang lupa akan Sodara empat (Catur Sanak limanpancer ) yang kita ajak lahir menemani kita kedunia ini.
Adapun yang ingat dengan sodara empat kita tetapi tidak tau Upakara apa yang disajikan kepada Beliau saat datang kita panggil di hari otonan kita.
Disini akan saya jelaskan sedikit Upacara sajian yang di haturkan kepada sodara empat kita yaitu:
1. Anggapati. Berstana di timur dengan sebutan Nama I Ratu Ngurah Tangkeb Langit. Sajian yang di haturkan yaitu Ketipat Dampulan dengan ulamnya Taluh bekasem. Dan segehannya nasi kepel Putih maulam Bawang Jae.
2. Mrajapati. Berstana di selatan dengan sebutan I Ratu Wayan Tebeng. Dengan upakara sajian Ketipat Galeng Dengan ulam Telor itik (telor bebek ). Dengan segehan kepelan merah maulam bawang jahe.
3. Banaspati. Berstana di barat dengan sebutan I Ratu Made Jelawung. Dengan Upakara sajian ketipat Gangsa meulam Sate gede. Dengan Segehan kepelan kuning meulam bawang jahe.
4. Banaspati Raja. Berstana di utara dengan sebutan I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Dengan Upakara sajian Ketipat Gong meulam Taluh meguling, lekesan, lanjaran, dengan sesari 11 kepeng uang bolong. Dengan segehan kepelan hitam meulam bawang jahe.
5. Sang Butha Dengen. Berstana di Madya (tengah ) dengan sebutan I Ratu Ketut Petung. Dengan upakara sajian ketipat lepet akelan ( satu kelan tipat lepet berjumlah 8 biji ) meulam taluh.segehannya kepelan brumbun meulam bawang jae.
Demikianlah penjelasan singkat tentang sodara yang kita ajak lahir yabg patut kita berikan sajian khusus saat otonan.
Jika membuat otonan peras pengambean dan sesayutnya tambahkanlah banten ini agar semeton empat yang kita ajak lahir selalu menjaga kita.
Jika kita tidak membuat ayaban peras pengambean cukup dengan banten ini ( sudah utama ) hanya ditambah Dengan peras dan penyeneng saja sebagai paripurnanya otonan kita.
Mintalah anugerah kepada sang panca maha Butha ( catur sanak lima pancer ) dengan pelan, konsentrasi dan pasrah kepada beliau, niscaya jika kita bersungguh-sungguh mapinunas dan selalu ingat beliau setiap melaksanakan sesuatu, pastilah diberikan anugerah dan keingin kita tercapai.
NB. Sebelum melakukan otonan sebaiknya menghaturkan Pejati asoroh atau boleh dengan Rayunan kehadapan SangHyang Tiga Sakti. Atau Hyang Kemulan ( Betara Guru ) memohon agar dilimpahkan anugerah dan Dirgayusa Paripurna.

Tentang Krishna

Dagang Banten Bali

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Veda Sruti yg terdiri dari Rg, Yajur, Sama dan Atharva ditulis oleh murid2 Rsi Vyasa, Rg veda oleh Rsi Pulaha, Yajur oleh Rsi Vaisampayana, Sama veda oleh Rsi Jaimini dan Atharva oleh Rsi Sumantu. Veda Sruti (catur veda ) ini terdiri dari bagian MANTRA, BRAHMANA, ARANYAKA dan UPANISAD. Bagian Upanisad, spt kena upanisad, chandogya, aruni, jabali, savitri, avyakta, yoga cudamani dst..3. YAJUR mantra dan Brahmana mengupas tentang yadnya dan Aranyaka tentang komentar para Rsi sehubungan dg yadnya. Bagian UPANISAD mengupas tentang BRAHMAN (Tuhan) dan Atma. Pada tataran UPANISAD inilah ajaran Spiritual dimulai shg ayat2 tentang Tuhan dan atma termuat di UPANISAD. Masing2 dari catur veda terdiri dari upanisad-upanisad yaitu: 1. RG VEDA terdiri dari 10 upanisad (maaf saya tidak tulis seluruhnya), spt aitareya upanisad, kausitaki, nirvana, Tripura, aksamalika dst…2. SAMA VEDA terdiri dari 16 VEDA terdiri dari 51 upanisad spt svetasvatara upanisad, NARAYANA upanisad, katha, sariraka, avadhuta, yogakundalini Brihand aranyaka, KALISANTARANA upanisad, brahmavidya dst.. 4. ATHARVA VEDA terdiri dari 31 Upanisad spt Prasna upanisad, mundaka, mahanarayana, pasupata, ganapati, mahavakya, GOPALTAPANI, KRISHNA upanisad, hayagriva, garuda, Annapurna, surya upanisad dst….total semua ada 108 kitab upanisad dalam CATUR VEDA SRUTI. JADI mengutif salah satu dari kitab upanisad ini tentang Sri Krishna berarti mengutif VEDA SRUTI yg notabene sebelum Krishna Turun ke Bhumi, ini membuktikan bahwa Krishna abadi, tiada berawal dan tiada berakhir. Contoh kutipan Dari Atharva Veda Gopaltapani upanisad (1.1):
sac-cit ananda rupaya krsnaya klista karine,
namo Vedanta-vedyaya gurave buddhi saksine.
Artinya; hamba menyampaikan sembah sujud pada Sri Krishna yang berbentuk rohani kekal, penuh pengetahuan dan penuh kebahagiaan, mengerti tentang Krishna berarti mengerti tentang veda dan kesimpulan veda krn itu Sri Krishna adalah Guru yg paling utama.
Yo’brahmanam vidadhati purvam yo vai vedams ca gopayanti sma krsnah, artinya: Krishnalah yg pada awalnya mewahyukan veda pada Dewa Brahma dan selanjutnya Brahma menyebarkan veda setelah itu (gopaltapani 1.24). 


Krishno vai paramam daivatam , artinya Sri Krishna adalah wujud Tuhan Yang Maha Esa, (gopaltapani upanisad 1.3).
eko’pi san bahudha yo’vabhati, Artinya: Krishna adalah satu, tetapi Krishna terwujud dalam bentuk penjelamaan2 yg tak terhingga (gopaltapani upanisad 1.21).
om krishno vai sac-cid-ananda-ghanah
krishna adi purushah
krishnah purushottamah
krishno ha u karmadi mulam
krishnah saha sarvai-karyah
krishna kasham krid-adisha mukha-prabhu-pujyah
krishno nadis-tasmin-ajandantar bahye
yam-mangalam tal-labhate kriti
”Warna Sri Krishna bagai awan menjelang hujan, krn itu Beliau diumpamakan bagai awan rohani yg penuh kekekalan, pengetahuan dan kebahagiaan. Beliau adalah Kepribadian awal, beliau adalah asal mula dari segala aktivitas dan hanya beliaulah penguasa segala sesuatu. Sri Krishna adalah Tuhan sesembahan semua deva yg terbaik, Beliau pengendali Brahma, Vishnu dan Siva. Krishna tiada berawal. Kemujuran apa pun yg ada di dalam dan diluar alam semesta ini hanya didapatkan pada Krishna Sendiri” (Atharva veda Krishnopanishad)
dan Bahkan Maha Mantra Hare Krishna yg menjadi Yuga Dharma di jaman kali ini yg menjadi mantra utama Kesadaran Krishna justru termuat dalam YAJUR VEDA KALISANTARANA UPANISAD: sa hovaca hiranya –garbhah,”hare Krishna hare Krishna Krishna Krishna hare hare / hare rama hare rama rama rama hare hare, iti sodasakam namnam kali kalmasa nasanam natah paratarohpayah sarva vedesu drsyate, iti sodasa kalavrtasya jivasyavarana vinasanam tatah prakasate param brahma meghapaye ravirasmi mandaliveti, Artinya maha mantra Hare Krishna yg terdiri dari 16 kata adalah penghacur mala di jaman kali yuga, yg menyucikan panca mahbhuta dan panca tan mantra, pikiran kecerdasan dan ego yg menutupi sang jiva. Kemudian Tuhan (Param Brahma) muncul pada sang jiva bagai mentari menghalau awan kegelapan..


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Rabu, 14 Desember 2016

Sanggah cucuk






Sanggah cucuk is the triangle shaped sanggah made from bamboo. it has the meaning as "pemucuk" or the start of human life. it also the symbol of self purifying so it is placed many of ferings. 
Sanggah cucuk adalah sanggah berbentuk segitiga terbuat dari bambu. Memiliki arti sebagai "pemucuk" atau awal kehidupan manusia. Itu juga simbol dari penyuciian diri sehingga ditempatkan banyak persembahan. 

Sanggah cucuk usually present during "mecaru" and other holyday of the tradition Hindu Bali. During Galungan, sanggah cucuk is placed next to the penjor.

Sanggah cucuk biasanya hadir saat "mecaru" dan perayaan lain dari tradisi Hindu Bali. Ketika Galungan, sanggah cucuk ditempatkan di samping penjor.




- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Senin, 12 Desember 2016

ASAL USUL WUKU

Dagang Banten Bali



LEGENDA ASAL USUL WUKU (PAWUKON)
Wuku adalah perlambang dari sifat-sifat manusia yang dilahirkan pada hari-hari tertentu seperti layaknya horoskop atau perbintangan yang kita kenal. Adapun maksud dan tujuan diciptakan wuku oleh para leluhur Jawa, adalah untuk mengetahui karakter manusia pada sisi kebaikkan dan keburukkannya, saat-saat sialnya, dan doa penangkal dan keselamatannya. Adapun sejarah asal-usulnya wuku yang berjumlah 30 macam sebagai berikut :
Di ceritakan ada dua putri bersaudara yang bernama dewi Shinta dan dewi Landep, dua-duanya diperistri oleh seorang pandita yang bernama Resi Gana., Resi Gana ini adalah putra dari Bethara Temburu dalam ceritanya dalam memperistri dua putri tersebut, Resi Gana belum mendapatkan putra dan cintanya dikarenakan usianya yang sudah tua serta buruk rupa, pada suatu malam karena cinta kasihnya pada salah satu istrinya ( Dewi shinta ) sang Resi mendapatkan kekecewaan karena perilaku sang Dewi Shinta tersebut.
Sehingga menyebabkan sang Resi menjadi muksa ( menghilang secara gaib ). Pada saat itu sang Resi sempat mengucap / bersabda kepada Dewi Shinta “ Pada suatu kelak nanti wiji yang tertanam dalam rahimnya akan menghasilkan anak laki-laki agar diberi nama “Raden Watu Gunung “.
Singkat cerita Dewi Shinta akhirnya hamil dan mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama seprti sabda tersebut, sang bayi menjelang akhir dewasa nafsu makannya luar biasa / tidak lumrah seperti bayi-bayi yang lain, hingga pada sutau saat ketika Dewi Shinta menanak nasi Raden Watu Gunung mengis sesengguhan, saking kesalnya Dewi Shinta memukul dengan entong ( sendok nasi ) kemudian Watu Gunung kecewa sekali lalu pergi tanpa pamit.
Setelah selesai menanak nasi Dewi Shinta mencari putranya, akan tetapi tidak pernah ketemu. Saking susah hatinya Dewi Shinta dibantu Dewi Landep bertapa di pedepokan ( rumahnya ) dalam pertapaannya akhirnya dua putri tersebut mendapatkan kesaktian yang luar biasa, sehingga banyak pandita-pandita yang lain banyak belajar ilmu dan ingin melamarnya. Tetapi semuanya ditolak, bahkan ada seorang resi yang sangat sakti pun yaitu Resi Tama bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini mengakibatkan dua putri tersebut lari tunggang langgang, inipun masih dikejar resi Tama.
Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama. Dalam peperangan sang Resi Tama dapat mengalahkan semua resi-resi tersebut, bahkan terus mengejar dua putri tersebut sampai ke negara Medangkamulan dengan rajanya Manuk Madewa yang masih berdarah betara Brahma, dengan patihnya berjuluk Patih Citro Dana. Di negara inipun sang Prabu Manuk Madewa juga kasamaran terhadap kecantikan kedua putri tersebut. Sang Putri agaknya mau dengan syarat : “ Bisa mengalahkan sang Resi Tama yang mengejar-ngejar tersebut “ akhirnya dikerahkan bala tentara untuk memerangi sang resi Tama dibawah pimpinan patih Citra Dana, namun dalam peperangan tersebut prajurit dari negeri Medang Kamulam kocar-kacir.
Diceritakan Raden Watu Gunung setelah terpukul oleh entong ( sendok makan ) tersebut sampai di hutan Selo Gringging, luka dikepala akibat pukulan ibunya akhirnya sembuh sendiri dan berbekas. Pada suatu saat Raden Watu Gunung bertemu dengan masyarakat di sekitar hutan tersebut yang sedang mengadakan kendurian atau keselamatan, Raden Watu Gunung ikut dalam selamtan tersebut namun banyak melahap makanan yang disajikan diluar batas kewajaran. Sehingga mengakibatkan kemarahan masyarakat akhirnya dianiaya berramai-ramai, dalam penganiayaan tersebut ternyata Raden Watu Gunung tidak merasakan kesakitan bahkan terus melahap makanan yang tersaji, hal ini mengakibatkan keheranan masyarakat yang akhirnya malah sang Raden Watu Gunung dijadikan Raja diwilayah tersebut, bahkan dibuatkan keraton dan diangkat raja dengan gelar Prabu Watu Gunung.
Pada suatu ketika sang Prabu mendengar cerita bahwa di negara Medang Kamulan terjadi peperangan yang disebabkan seorang Resi Tama sedang memperebutkan dua orang putri yang cantik jelita, sehingga Prabu Watu Gunung pun ingin ikut memperrebutkannya. Akhirnya Prabu Watu Gunung bertolak ke negara Medang Kamulan lalu berhadapan langsung dengan sang Resi Tama. Bahkan akhirnya dapat mengalahkan Resi Tama. Namun ketika Resi Tama dapat dikalahkan Raden Watu Gunung, yang terdengar kabar di istana Medang Kamulan adalah patihnya yang bernama Citra Dana dalam perjalanannya menuju ke istana sang patih tersebut dielu-elukan, bahkan sang Prabu Manuk Madewa ikut membangga-banggakan atas kesaktian patihnya. Hal ini terdengar oleh Prabu Watu Gunung, yang menyebabkan kekecewaannya.
Singkat cerita terjadi peperangan lagi antara Prabu Watu Gunung dengan Prabu Manuk Madewa yang akhirnya Prabu Manuk Madewa tewas. Dan akhirnya menjadi raja di Medang Kamulan yang kemudian kerajaan tersebut diganti nama negara Giling Wesi, bahkan dua orang putri tersebut diangkat sebagai permaisurinya. Diceritakan lagi setelah menjadi istri sang Prabu Watu Gunung, dewi Shinta melahirkan putra yang selalu kembar sampai 13 kali ( kecuali yang nomor 14 ) sehingga jumlah putra sang prabu 27 :


1. Raden Wukir kembar dengan Raden Kurantil
2. Raden Tolu kembar dengan Raden Gumbreg
3. Raden Warigalit kembar dengan Raden Warigagung
4. Raden Djulungwangi kembar dengan Reden Sungsang
5. Raden Galungan kembar dengan Raden Kuningan
6. Raden Langkir kembar dengan Raden Mandasija
7. Radem Djulungpujud kembar dengan Raden Pahang
8. Kuruwelut kembar dengan Raden Marakeh
9. Raden Tambir kembar dengan Raden Madangkongan
10. Maktal kembar dengan Raden Wuje
11. Raden Manail kembar dengan Raden Prangbakat
12. Raden Bala kembar dengan Raden Wugu
13. Raden Wajang kembar dengan Raden Kuwalu
14. Raden Dukut tidak kembar
Kemudian pada suatu ketika Dewi Shinta diperintahkan untuk mencari kutu di kepala Sang Prabu Watu Gunung, betapa terkejutnya sang Dewi Shinta melihat bekas luka kepala sang prabu, yang mengingatkan kejadian putranya di waktu dulu, sang prabu bahkan sempat menceritakan asal mualasan luka tersebut, yang ternyata Dewi Shinta adalah ibunya sendiri terjadilah keharuan yang luar biasa, betapa berat cobaan hidup ini, dan betapa memalukan kejadian ini.
Sehingga diniatkan jangan sampai rahasia ini diketahui orang lain, sambil menangis Dewi Shinta berkata “ Sababing Karuna Ajalaran Saking Kepengine Duwe Maru Widodari Kahyangan “ yang artinya tangisnya dikarenakan keinginan untuk mengawinkan anaknya dengan sang bidadari kahyangan. Dikarenakan keterlanjuran cintanya pada sang dewi Shinta sang Prabu mengumpulkan semua putranya dan memerintahkan prabu Raden Prangbakat untuk naik ke kahyangan bertemu dengan Bathara Guru lalu memohon seorang bidadari bernama Dewi Sri untuk diperistri sang Prabu dengan cara tebak-tebakan.
Diceritakan di kahyangan: Djunggring Salaka Sang Hyang Guru : Resi Narada didatangi oleh Raden Prangbakat atas pesan bapaknya : dengan membawa dua buah ayam peking dimana Bathara Guru (putra Bathara Wisnu) dipersilahkan menebak mana yang jantan dan mana yang betina. Bathara Wisnu menjawab “yang betina adalah yang bertelinga bolong dan yang jantan yang bertelinga mampat”. Namun dalam ceritanya di kahyangan niat Watu Gunung dianggap merusak tatanan wilayah kahyangan kemudian Bathara Wisnu memimpin untuk (Ngluruk)-mendatangi sang Prabu di Gilingwesi akhirnya terjadilah peperangan para dewa dengan sang prabu didahului dengan perang putra-putra sang prabu yang dikepung oleh pasukan para dewa.
Dalam peperangan tersebut yang dipimpin oleh Prabu Watu Gunung sendiri ternyata sulit dikalahkan. Akhirnya Bathara Wisnu mencari tahu kelemahan sang prabu dari putranya sendiri yaitu Raden Srigati yang kemudian Raden Srigati mengutus Wil Awuk sebagai mata-mata untuk mengetahui kelemahan Watu Gunung. Wil Awuk merubah dirinya menjadi ular kecil (ulo kisi) diceritakan Wil Awuk berhasil masuk ke tempat pelaminan sang prabu yang pada saat itu sedang menceritakan tentang kesaktiannya kepada sang Dewi Shinta yang disana sempat diceritakan tentang rahasia kelemahan sang prabu dimana hari naasnya jatuh pada hari anggara kasih jam 12 siang (bedug awan) yaitu pada hari yang sama saat kelahiran Raden Galungan yang juga bersamaan saat Watu Gunung mengalahkan Prabu Manuk Madewa. Kelemahan ini akhirnya digunakan oleh Bathara Wisnu untuk menumpas kerajaan Gilingwesi dan akhirnya tumpaslah sudah kerajaan tersebut.
Pada akhirnya diceritakan Dewi Shinta dan Dewi Landep masih hidup dan menangis memohon Sang Hyang Jagad Noto untuk memohon keadilan kemudian turunlah Resi Narada diutus untuk memberitahukan sebab musababnya yang ternyata disebabkan kesalahannya sendiri yaitu memberitahukan kelemannya kepada Sang Dewi Shinta dimana terdengar oleh Wil Awuk.
Sebagai gantinya sang dewi akan dikabulkan permintaannya asalkan tidak meminta hidupnya kembali sang Watu Gunung besarta putranya sedangkan permintaan sang dewi Shinta hanya ingin Watu Gunung dan semua putranya dimaafkan kesalahannya dan masuk surga bersama-sama dengan dewi Landep. Permohonan ini dipenuhi oleh Sang Hyang Jagad dimana urut-urutan masuk surga adalah :
1. Dewi Shinta
2. Dewi Landep
Kemudian diikuti ke-27 putranya yang terakhir Watu Gunung (no 30) oleh Bathara Wisnu ke tiga puluh nama tersebut dijadikan dasar perhitungan Wuku.
Sinta – Batara Yama (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Landep – Batara Mahadewa (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Wukir, Ukir – Batara Mahayakti (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Kurantil, Kulantir – Batara Langsur (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Tolu, Tulu – Batara Bayu (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Gumbreg – Batara Candra (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Warigalit, Wariga – Batara Asmara (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Warigagung, Warigadian – Batara Maharesi (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Julungwangi, Julangwangi – Batara Sambu (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Sungsang – Batara Gana Ganesa (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Galungan, Dungulan – Batara Kamajaya (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Kuningan – Batara Indra. (Ahad Wage – Sabtu Kliwon) Pada minggu ini jatuh hari raya Kuningan pada hari Sabtu-Kliwon.
Langkir – Batara Kala (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Mandasiya, Medangsia – Batara Brahma (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Julungpujut, Pujut – Batara Guritna (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Pahang – Batara Tantra (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Kuruwelut, Krulut – Batara Wisnu (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Marakeh, Merakih – Batara Suranggana (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Tambir – Batara Siwa (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Medangkungan – Batara Basuki (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Maktal ,Matal – Batara Sakri (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Wuye, Uye – Batara Kowera (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Manahil, Menail – Batara Citragotra (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Prangbakat – Batara Bisma (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Bala – Batara Durga (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Wugu, Ugu – Batara Singajanma (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Wayang – Batara Sri (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Kulawu, Kelawu – Batara Sadana (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Dukut – Batara Sakri. Pada minggu ini jatuh hari Anggara Kasih pada hari Selasa Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa. (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Watugunung – Batara Anantaboga. (Ahad Kliwon – Sabtu Legi) Dalam minggu ini jatuh hari Jumat Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa dan hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.