Minggu, 27 November 2016

EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI




MANUSIA BINGUNG KARENA BAHASA/ ISTILAH/ SEBUTAN.
Dengan konsep Hindu : EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI, sebenarnya tidak ada orang yang atheis, agnostic dan lain lain sebutan seperti itu.
Mengapa demikian ?
Sesuai dengan konsep Hindu di atas yang artinya Tuhan itu satu,manusia menyebut dengan nama berbeda.
Oleh karena bahasa orang menjadi bingung. Dengan konsep ini yang satu itu dalam bahasa kenegaraan, di Indonesia disebut Tuhan, di Inggris disebut God.
Dalam bahasa keagamaan, Hindu menyebut Sanghyang Widhi, Islam menyebut Allah.
Sedangkan dalam bahasa keilmuan ( Fisika ) disebut ZAT yang berasal dari bahasa Sansekerta Tat/ Sat yang kemudian berkembang menjadi Dzat dan ZAT.
Orang Indonesia tentu tidak percaya dengan God karena tidak ada kata God dalam bahasa Indonesia, sebaliknya orang Inggris tidak percaya dengan Tuhan karena tidak ada kata Tuhan dalam bahasa Inggris.
Sedangkan yang menyebut dirinya Atheis atau sebutan yang lain, boleh saja tidak percaya/ meyakini dengan sebutan Tuhan, God, Sang Hyang Widhi, Allah, tetapi mereka yang menyebut dirinya Atheis pasti percaya dengan sebutan ZAT ( Tat/ Sat/ Dzat ). Zat dan Energi, dimana Hindu menyebut dengan istilah Nirguna dan Saguna Brahman, Siwa dan Shakti, Tuhan dan Kemahakuasaan-Nya.
MANUSIA BINGUNG KARENA BAHASA/ ISTILAH/ SEBUTAN.
Suka
Komentari
Komentar
Devi Satriani
Devi Satriani Zat ( Tat/ Sat/ Dzat ) menurut Ilmu Fisika adalah segala sesuatu yang menempati ruang, dimana ada ruang, disana ada Zat. dI DALAM SEBUAH SEL JUGA ADA RUANG, BERARTI DI DALAM RUANG DALAM SEBUAH SEL PUN ADA ZAT. Adakah alam semesta ini tidak ada ruang ?Jawabannya : TIDAK ADA, jadi dimana - mana ada ruang, itu artinya disana juga ada Zat. Wah, Tuhan juga begitu. NGOMONGNYA BERBEDA, UJUNGNYA KETEMU .

Karawista




Sirawista  atau Karawista Adalah tiga helai alang-alang  yang dirangkai sedemikian rupa hingga bagian depan/ujungnya membentuk lingkaran (windu) dan titik (nada), merupakan simbolisasi dari Aksara Suci OM- yang tersusun melalui Bija Aksara A-U-M.
 


Secara etimologi kata Sirawista merupakan  kata yang terbentuk dari kata ‘SIRAH’ (kepala, mahkota, bagian puncak), dan kata ‘WISTA’ yang artinya: pengendalian untuk mencapai kemanunggalan (dengan yang dipuja). Ini sesuai dengan isi Lontar Aji Gurnita dalam bentuk alih aksara pada tahun 1993, koleksi Kantor Dokumentasi Budaya Bali, yang menyebutkan istilah “Sirawista”.

Sedangkan kata ‘Karawista’, sesuai petikan Lontar Śiwapakarana. Ada dua Lontar Śiwapakarana yang dipakai sumber acuan yaitu lontar koleksi Ida Pedanda Gde Putra Tembau serta lontar koleksi  Perpustakaan UNHI Denpasar, secara prinsip isi ke-dua lontar tersebut tidak jauh berbeda, secara umum isinya memaparkan tentang dewa yang bersemayam pada masing-masing sarana pemujaan, tempatnya dalam tubuh sang wiku, asal kedatangannya, hakikat dari karawista, hakikat dari air (tirtha) dalam bhuana agung dan bhuana alit, inti sari dari petanganan dan selebihnya mengenai ajaran kediatmikan. Pada lontar ini ‘Karawista’ berarti pengikatan tiga helai alang-alang (ambengan: bahasa bali), di kepala sebagai lambang agar seluruh Tubuh yang memakai bisa terpusat pada obyek yang dipuja. Kata ‘kara’ menunjuk pada badan/tubuh baik badan jasmani maupun badan rohani. Itu sebabnya saat proses sembahyang ada istilah ‘kara suddhamam’, yang artinya pensucian (suddha)  badan (kara), sendiri (mam). Jadi Sirawista dan atau Karawista dipergunakan ketika sesorang  menjalani upacara pensucian diri (samskara ).

“SIRAWISTA/KARAWISTA”  diikatkan di kepala dengan maksud bahwa sejak itu seseorang telah diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk selalu mensucikan diri yakni dengan selalu mengingat Hyang Widhi melalui aksara OMkara. Dengan diikatkannya Sirawista/Karawista ini yang akhirnya orang tersebut siap untuk melaksanakan swadharma berikutnya.
Sirawista/Karawista juga bermakna untuk mensakralkan diri dalam kaitan pengukuhan atau sumpah, Misalnya dalam wiwaha pasangan penganten, Sudhi wadani, Potong gigi, Perkawinan dan lain-lain.
Sumber: Lontar Sasananing Aguron-guron, Lontar Aji Gurnita, Lontar Siwapakarana, Dharmavada



KHASIAT GAYATRI MANTRA


Dagang Banten Bali


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


KHASIAT GAYATRI MANTRA
Khasiat Mantram Gayatri :
* Baca pd saat keluar rumah ,
70000 saudaramu akan menjagamu dari semua sisi
* Baca saat masuk rumah ,
kemiskinan tidak akan memasuki rumahmu .
* Baca setelah mandi pagi ,
Derajatmu akan dinaikkan 70 tingkat .
* Baca pada saat tidur ,
Saudaramu akan menjagamu sepanjang malam .
* Baca setelah sembhyng ,
maka jarak antara kamu dan surga hanyalah kematian .

PUASA CATURDASI PURNAMA KEENEM



Dagang Banten Bali




PUASA CATURDASI PURNAMA KEENEM ADALAH MEMUJA SIWA UNTUK MELEBUR UNSUR2 NEGATIF SKALA NISKALA DIDALAM DIRI KITA TERUTAMA UNSUR SAD RIPU.
Mulailah puasa sebelum jam 6 pagi sampai paling sedikit jam 6 sore. Kalau bisa lebih baik dimulai jam 4 pagi sampai jam 6 sore, kalau mau 24 jam juga sampai jam 6 pagi keesokan harinya pasti sangat bagus. Paling utama adalah makna berpuasanya yaitu menyucikan jiwa, raga dan pikiran melalui upawasa yg menjadi sempurna adanya dg melakukan sembahyang 3x sehari dan berjapa Gayatri mantra 108. Pasti bermanfaat adanya.
Sebelum memulai puasa mohon kekuatan, tuntunan kepada Dewi Gayatri dan lantunkan Gayatri mantra 9 kali dihadapan makananyg telah disediakan. Saat melantunkan 9x Gayatri mantra berkonsentrasilah pada makanan2 itu yg mana taksu Gayatri mantra seolah olah meresap kedalam makanan. Tujuannya puasanya akan berjalan baik, tidak merasa lapar, tidak pusing atau lemas. Semoga bermanfaat. Svaha.

Sabtu, 26 November 2016

TUMPEK KANDANG/TUMPEK CELENG












TUMPEK KANDANG/TUMPEK CELENG
Saturday in the wuku of Uye is called tumpek kandang or tumpek celeng to perform ritual for the animals (the caw, the pig, the chicken, the dog, the cat, etc) with giving the ritual offerings (sesajen).




TUMPEK KANDANG/TUMPEK CELENG

Hari Sabtu di wuku uye yang disebut kandang atau uduh uduh celeng untuk melakukan ritual untuk hewan (sapi, babi, ayam, anjing, kucing, dll) dengan memberikan persembahan ritual (sesajen).


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI





Jumat, 25 November 2016

VEDA yang BERKAITAN DENGAN NARKOBA


Dagang Banten Bali






SLOKA VEDA BERKAITAN DENGAN NARKOBA DAN PROSTITUSI
SLOKA VEDA BERKAITAN DENGAN NARKOBA DAN PROSTITUSI
Posted by Hukum Hindu on Jul 19, 2011 in Hukum Hindu | 0 comments
Top of Form
Bottom of Form

A. NARKOBA

1.
Ragadi musuh maparo
Rihatya tonggwanya
Tan madoh ring awak ( Ramayana I. 4)

Artinya :
Nafsu, kemarahan, iri, dengki, angkuh dan kegelapan Adalah musuh terdekat dalam diri manusia
dihatilah tempatnya tiada jauh dari diri.
2.
Trviddham narakasye”dam
Dvaram nasanam atmanah
Kamah krodas tatha lobhas
Tasmad etat trayam tyayet (Bhagavaditha XIV.21)
Artinya :
Pintu gerbang neraka yang menuntun jiwātma kelembah kesengsaraan ada tiga yaitu : nafsu, amarah, loba. Oleh karena itu orang harus selalu menghindari dan mengendalikan ketiganya itu.
3.
Evam pravartitam chakram
Na, nuvartayati,ha yah
Aghayur indriyaramo
Mogham partha sajivat (Bhagavadgitha. III-16)

Artinya :
Ia yang tidak ikut memutar roda hidup ini, selalu hidup dalam dosa.
Menikmati kehendak hawa nafsunya ia hidup sia-sia.
4.
Tapūmsi tasmai vrjināni santu (Atharvaveda II.12.1)

Artinya :
Perbuatan jahat orang yang berdosa membuat kehidupan menjadi tersiksa.
5.
Satata musuhning mangareki widya, sad ika wilangnye ngetakena denta, ulahing aleswa malanika magong, apituwi sang wyasana ya ri dusta. Nguni-nguni yan wwang gering atiruksa, pituwi sedeng raga taruna manwan, kimuta yadin wwang satatadaridra lawan ing ulah dyah ta saha nidati ( Nitisastra sargah XIV. 3-4)

Artinya :
Musuh orang menuntut ilmu ada enam macam banyaknya, camkanlah : kelalaian, adalah cacat yang besar, kebiasaan melakukan hal-hal yang uruk, penyakit atau kelemahan badan, buat orang muda gila asmara, kemiskinan yang terus menerus, berzina dan berjudi.
6.
Evam pravartitam chakram
Nŗā’nuvartayati’ha yah
Aghāyur indriyārāmo
Mogham pārtha sajīvati (Bhagavadgitha. III.16)
Artinya :
Demikianlah sebab terjadinya perputaran roda kehidupan, (dan) ia yang tidak ikut dalam perputarannya itu berbuat jahat, selalu berusaha memenuhi nafsu indriyanya, sesungguhnya ia hidup sia-sia.
7.
Duāşkrta mā sugam bhūt ( Atharvaveda VIII.4.7)

Artinya :
Perjalanan seorang pelaku kejahatan tidak pernah mulus.
8.
Hŗtsupitaso yudhyānte
Durmadaso na surayam (Rgveda VIII. 2.12)
Artinya :
Para pemabuk, yang sedang mabuk, berkelahi diantara mereka.
9.
Utseka udadher yadvat
Kusagrena ikabinduna
Manaso nigrahas tadvad
Bhaveda pari khedatah ( Mandukya Upanisad III 41)
Artinya :
Pikiran dapat dibawa di bawah pengendalia, hanya dengan usaha yang terus menerus tanpa henti,
seperti yang diperlukan untuk menguras lautan
setetes demi setetes dengan bantuan selembar daun rumput kusa
B. PELACURAN

1.
Paradārā na gantavyāh sarvavamesu karhicit
Na hīdrīamanāyusyam yathānyastrinisevanam (Sarasanuccaya. 153)
Artinya :
Memperkosa wanita, sengaja usaha curang, jangan dilakukan, akan menyebabkan umur pendek.
2.
Kotāragniyathacesām samlam padapam dahet
Dharmārtham ca tathā loke rāgadveso vināşayet. (Sarasanuccaya. 443)

Artinya :
Bagaikan api yangada dlam rongga pohon kayu, akan membakarnya tanpa Sisa, begitu lekatnya nafsu birahi dalam hati pasti akan melenyapkan dharma, artha, dan moksa (kebahagiaan abadi).
3.
Na strībhyah kincidanyadvai papīyo bhuvi vidyate,
Strīyo mǖlamanarthānām manasāpi ca cintitāh. (Sarasanuccaya. 424)
Artinya :
Dari sekian banyak yang dirindukan, tidak ada yang menyamai wanita
Dalam hal membuat kesengsaraan; apalagi memperolehnya dengan cara yang tidak halal, karenanya singkirkan wanita itu (Pelacur) , walau hanya diangan-angan saja sekalipun , hendaknya segra di tinggalkan.
4.
Angāradrsi narī ghrtakumbhasamah pumām, ye
Prasakta vilīnaste ye sthitāste padesthitāh (Sarasanuccaya. 433)

Artinya :
Wanita itu adalah bara sesamnya,
sedangkan si pria sama halnya dengan minyak,
artinya apabila pria birahi itudatang mendekat kepada siwanita,
pasti akan hancur lebur, tidak berdaya.
5.

Mūso na śiśnā vyadanti mādhyah ( Rg.veda X. 33.3)

Artinya :
Kekacauan bathin (jiwa) akibat-akibat dari dorongan seks (syahwat), menggerogoti kami seperti tikus.
6.
Panam durjana samsargah
Patya ca wirako/tanam
Swapno’nya geha wascca
Narisam dusanani sat ( Wedasmrthi IX 13)

Artinya :
Meminum-minuman keras, bergaul dengan orang-orang jahat, berpiSah dari suami, mengembara keluar daerah, tidur pada jam-jam yang tidak layak dan berdiam dirumah lelaki tetangga, adalah enam sebab jatuhnya seorang wanita.
7.
Wyabhicarattu bhatuh
Striloke prapnoti nindyatam
Srigalayonim capnoti
Papa rogaicca pidyate ( Wedasmrthi IX 30)
Artinya :
Karena ketidak setiaan terhadap suaminya,
seorang istri seperti itu terkutuk diantara orang laki-laki dan dalam kelahirannya kelak, ia akan lahir dalam kandungan srigala dan tersiksa oleh penyakit-penyakit serta hukuman dari pada dosanya.
8.
Mā śiśnadevā api gur rtam nah, (Rgveda. VII.21.5)

Artinya :
Kerinduan syahwat itu semoga tidak mencelakakan mensucikan kami.
(Raditya Dewa Agung Arsana, SS, S.Ag)

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Asketisme dan Erotisme Siwa pada Sastra Jawa Kuno

Dagang Banten Bali






Asketisme dan Erotisme Siwa pada Sastra Jawa Kuno
Oleh: I ketut Sandika
Ajaran Tantra dalam sastra jawa kuno memberikan sebuah penggambaran bahwa yoga sastra begitu nampak hidup dalam relung-relung pemikiran para rakawi. Mereka membuat kawian atau kekawin bukan lagi untuk penikmatan lahiriah tetapi memuncak pada pencapaian penyatuan dengan kemanunggalan mistis. Sebagaimana jelas terlihat pada setiap "manggala" atau bait awal syair kekawin dituliskan kidung pujaan yang mendalam kepada dewa pujaan sebagai sang karas kawi. Tujuannya sudah jelas ada kerinduan menyatu denganNya sebagai sumber keindahan (witning lango). Bagi sang rakwi, yantra bukan lagi yang lain selain daripada satsra kawi yang dibuat. Yang illahi sudah pasti ada pada setiap karya sastranya yang membuahkan lango (keindahan) yang dicapai melalui pengalaman, dan akhirnya dirinya dikuasai keindahan. Ketika daya estetik berkuasa maka tidak lagi ada keindahan pada hal yang lain. Proses penciptaan lango (angadon lango) pun menjadikan sastranya sebagai wadah untuk dewa (anandakanda padma). Olehnya, para rakawi adalah ia yang membangun candi pustaka untuk mensthanakan ista dewata yang dipuja. Meramu keindahan pun berlanjut pada episode erotis sastra dimana menjadikan wanita sebagai objek keindahan. Kecenderungan yang demikian, bukan diartikan sebagai eksploitasi tubuh (keindahan) perempuan, tetapi lebih kepada menaratifkan keindahan hingga membangkitkan lango dalam diri. Proses yang demikian sesungguhnya bagi mereka adalah jalan yoga sastra dengan mengurip keindahan wanita dalam yantra sastra. Sebab, lango hanya dapat dialami oleh mereka ketika menggambarkan keindahan alam, hutan, pelukisan keindahan perempuan sampai dengan bercinta. Semua itu mereka narasikan dalam narasi besar yang sesungguhnya adalah meinterpretasi kekuatan Siwa sebagai yang asketisme dan erotisme. Dua kekuatan ini nampak bertentangan, tetapi sesungguhnya saling melengkapi dan inti dari ajaran tantra terletak pada penyeimbangan antara dua aspek ini. Para kawia Jawa Kuno sudah memahami hal ini sebagai sebuah realisasi diri sehingga tak lagi ada keberpihakan antara mencapai pembebasan dengan cara tapa dan mencapai kebebasan dengan cara erotisme. Sehingga banyak dalam kekawin ditemukan dua aspek ini begitu hidup. Sebut saja kekawin Sumanasantaka karya Mpu Monaguna yang menarasikan keindahan pertapa, alam dan tidak menyembunyikan hasrat pengawi pada erotisme perempuan. Seperti dalam kutipan terjemahan berikut.
---------------------
...,dia bertelanjang dada ketika keluar dari air, seolah taman bertubuh betari. Air menetes dari dagunya serupa titik-titik air dari sumber yang merebes di sela-sela bebatuan. Payudaranya berlumur air, berkilat seperti buah beluluk kelapa gading kehujanan. Percik air dari gelembung rambutnya yang dikibaskan serupa awan serbuk sari bunga pandan,....(pupuh 2)
----------------------
Petikan teks kekawin Sumanasantaka tersebut menyiratkan kemahiran sang rakwi angadon lango (meramu keindahan), sehingga aras-aras kawi mampu membangkitkan rasa keindahan ( bukan nafsu buta) dalam diri. Proses meramu keindahan inilah yang relevan dijadikan refleksi dalam dunia kekinian di mana daya estetik manusia sudah terdistorsi dan diblok oleh domain keberpihakan yang justru mengkerdilkan makna keindahan sebagai akar harmoni. Para penjaga setia sastra ini perlu ditauladani dalam mana mereka bertransformasi diri dengan cara membangun candi bhasa sastra indah dengan harapan hati kita menjadi indah hingga semua yang terlihat begitu indah, bagaikan tetes madu yang ditinggalkan kawanan lebah begitu indah bak tetes minyak wangi tersaji di atas dua payudara yang mengkilat indah.
-----------------
Daftar pustaka
Kieven Lidya.2014. Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Zaman Majapahit. Jakarta:KPG.
Worsley, dkk. 2014. Kekawin Sumanasantaka, Matj karena Bunga Sumanasa. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia.