|
Dagang Banten Bali
|
“De, kenapa umat hindu menyembah sapi?” tanya teman saya, kami masih duduk di taman dengan teman kopi plus lalat perenang itu.
Jujur saja ini pertanyaan sulit untuk dijelaskan, kadang sesama umat hindu sendiri sulit menerima hal ini, Karena menganggap sapi adalah binatang lebih rendah disbanding manusia yg tak layak disembah.
Lebih sulit lagi menjelaskan agar tidak menyerempet kepercayaan orang lain agar tidak muncul pertentangan yang tidak perlu, benar-benar saya kesulitan.
“bro, saya coba menjelaskannya namun belum tentu penjelasan saya akan memuaskan, di dalam agama mu ada simbol2 ketuhanan kah? Atau objek yg dijadikan sebuah titik central Bersama?” tanya saya.
“ya, ada bro…” jawabnya sambal menyebut nama sesuatu (saya tak sebutkan, Karena tidak ingin muncul polemik).
“apakah symbol itu muncul tiba-tiba, ataukah dibuat oleh manusia?” tanya saya.
“dibuat manusia bro…, tapi aku nggak menyembah symbol itu lho” katanya.
“okay, saya percaya… tapi apakah symbol itu menjadi suci? Jika kemudian ada yg melecehkan, apakah dirimu merasa terhina?” tanya saya.
“tentu sajalah bro…” katanya.
“kembali pada sapi, bagi umat Hindu, sapi adalah binatang yang banyak jasa, selain itu sapi mempunyai sifat2 baik yang dapat ditiru, yaitu sapi tidak pernah berebut makanan dengan manusia, dan sapi memberikan hidupnya untuk membantu manusia…” kata saya.
“jadi Karena itu?” tanya teman saya kembali.
“yup, salah satunya… selain itu, sapi adalah ciptaan Tuhan, jika simbol2 suci keagamaan yg buatan manusia saja bisa menjadi suci, bagaimana dengan SAPI YANG JELAS-JELAS CIPTAAN TUHAN? Bukankah bisa menjadi symbol suci juga?” jawab saya.
“tapi… sapi disembah?” tanya teman saya sedikit ngeyel.
“SAPI itu SIMBOL, dalam mewujudkan rasa cinta, bunga pun dapat jadi symbol cinta, apakah bunga itu cinta sesungguhnya? Demikian juga sapi, sapi dapat menjadi symbol bagi umat, dari sapi kemudian umat muncul rasa bhakti pelayanan… bukankah itu baik? Dari sapi muncul kedamaian, bukankah itu baik?” jawab saya.
Saat macet, saya memutar sebuah cuplikan video di FB ttg seseorang pemuka agama yang berkomentar tentang Ganesha, saya tersenyum mendengar pendapat dia tentang Dewa Ganesha, teman saya yg kebetulan non Hindu melihat saya tersenyum menjadi heran, dia bertanya “kenapa kok kamu tersenyum dan bukannya menjadi marah?”
Saya katakan padanya, “kenapa saya harus marah?”
“Bukankah dewa Ganesha itu symbol agama Hindu, apakah kamu tidak terhina dewa mu disebut dengan cara demikian?”
Saya alihkan perhatian saya dari gadget saya ke wajahnya, dengan serius saya berkata “saya percaya Dewa Ganesha itu adalah mahluk suci, dan orang-orang duniawi seperti itu tidak akan mampu menodai kesucian Dewa saya dengan cara apapun, inilah kepercayaan saya, dan kalaupun dia dengan sengaja menghina, saya percaya dengan hukum karma bahwa dia sedang berkarma buruk dan dia akan menuai pahalnya suatu saat nanti. Mengenai kemarahan, agama saya melarang saya marah Karena marah hanya membawa saya masuk neraka”.
Saya perhatikan sejenak wajahnya, terlihat dia mulai paham, kemudian saya lanjutkan
“bagi orang yg tidak paham tentang Dewa-Dewa Hindu, mungkin berpikir bahwa kata-katanya dan perbuatannya mampu menodai kesucian agama, itu nalar yang salah! Bagaimana sesuatu yang suci dapat ternoda? Sesuatu yang non material dapat tersentuh yg materi?, agama Hindu umurnya sudah sangat tua, dalam perjalannya mungkin sudah miliaran bertemu orang-orang bodoh seperti itu, namun agama ini tetap ada, diwariskan dari generasi ke generasi, Karena pesan-pesan sucinya dianggap bernilai bagi yg beruntung mendapatkannya”
Agak kaget dia mendengar kata beruntung, dan dia bertanya “kok beruntung?”
Saya tersenyum, saya pikir dia agak tersinggung Karena saya pakai beruntung, namun sungguh saya tidak mempunyai padanan kata yg pas saat itu untuk menjelaskan apa yg ingin saya sampaikan, kemudian saya lanjutkan
“saya katakana beruntung, Karena sesungguhnya memang demikian adanya, sampai saat inipun saya masih menggap diri saya beruntung mengenal ajaran ini, dengan ajaran ini saya tidak akan menyalahkan orang lain dan bahkan Tuhan atas hal-hal buruk menimpa saya, saya yakin karma buruk saya sendirilah yang membuat saya mendapatkan hal-hal buruk terjadi. Berkah Tuhan adalah Hukum Karma Phala itu sendiri”.
Terilhat dia agak berat menerima hal ini, kemudian….
“Agama Hindu itu ajarannya tidak konsisten ya de?” tanya teman saya, di sela-sela ngopi di taman.
“maksudnya?” tanya saya.
“dikatakan di satu bagian Tuhan mempunyai bentuk, di bagian lain Tuhan dikatakan tak berbentuk, menurut ku itu tidak konsisten” kata teman saya.
“kalo melihat itu, saya setuju, HINDU TIDAK KONSISTEN, ketika dirimu SD hingga kemudian tamat Teknik kimia, (kebetulan dia tamatan kimia), apakah Guru di sekolah menjelaskan tentang AIR selalu sama?” tanya saya.
“maksudmu?” tanyanya kembali.
“begini, ketika kamu SD dan sekarang sebagai lulusan Teknik Kimia, apakah definisi tentang AIR selalu sama?, bukankah saat SD air Cuma dijelaskan sebagai ZAT CAIR sedangkan saat kuliah kamu dikenalkan melekul Air berupa H2O?, kenapa berubah tidak tetap zat cair saja?” tanya saya balik.
“Karena aku mempelajari lebih mendalam, pengetahuan ku akan Air lebih berkembang” jawabnya.
“demikian juga ajaran Hindu bro, Veda mengajarkan KETUHANAN pada semua umat yang berbeda-beda kesadaran dan kecerdasannya, untuk kesadaran tertentu, ada umat yg butuh bantuan simbol2, ada juga umat yg sudah tidak butuh lagi objek-objek. Ingat Ketika awal belajar berhitung dirimu masih butuh bantuan lidi atau simpooa sedangkan sekarang cukup dibayangkan saja kan?” kata saya.
Melayani pembuatan aneka banten untuk upacara \hindu Balipiodalanpawiwahanotonantiga bulanan
Melayani aneka UpacaraNgelangkirMenikahNgaben
hubungi via WA, Telp atau sms0882 - 9209 - 67630896-0952-7771