Keunikan Bali.
Diceritakan Bhagawan Penyarikan berguru pada Ida Sang Hyang Ratna Traya, mengenai perputaran atau perjalanan manusia masing-masing. Setelah menyelesaikan pelajarannya, Bhagawan Penyarikan disuruh untuk pergi mengunjungi neraka dan suarga.
Pertama Bhagawan Penyarikan datang ke kuburan maha luas yang disebut tegal penangsaran tempat berkumpulnya para roh laki perempuan, baik maupun jahat. Disaksikannya berbagai macam penderitaan yang dialami oleh para roh tersebut. Ada yang menangis, kesakitan, ada yang kelaparan, ada yang berteduh di bawah pohon rangre, pohon ketaka, dan pohon waduri yang berdaun sehelai, sehingga para atma tersebut tak luput dari terpaan sinar matahari yang sangat menyengat, sehingga ia mengalami penderitaan yang amat sangat.
Kemudian ada atma yang sedang merintih kepanasan di bawah pohon waduri. Atma yang bernama Sang Tutulak menghampiri Bhagawan Penyarikan dan berkata : “apa yang menyebabkan hamba bisa mengalami seperti ini?” Diberi wejangan kemudian oleh Bhagawan Penyarikan : “pada saat engkau masih hidup, engkau tidak pernah mengindahkan ajaran dharma. Banyak dosa yang engkau perbuat, menghambat kepentingan orang banyak, tidak berdana punia, engkau rakus mengumpulkan harta benda dengan berbagai cara. Seandainya nanti engkau menjelma menjadi manusia, maka menjelmalah engkau pada tumpek pengatag, kemudian setelah tua engkau harus menjalankan dharma kewikon”.
Diceritakan di atmaloka, seluruh atma ada pada suatu tempat yang luas. Semuanya mendapat siksaan, namun tak terluka oleh senjata, tak terbakar oleh api. Para atma mengalami semua itu tak bedanya seperti orang yang tertidur lelap dan bermimpi. Kadangkala bermimpi indah dan sesudah itu bermimpi buruk. Segala macam penderitaan atma disaksikan oleh Bhagawan Penyarikan dan kemudian bersabda kepada atma semuanya termasuk kepada Sang Tutulak. “Kalian masih selalu ingat saat di manusapada. Kalian tidak sadar bahwa semasa hidup dikuasai dan diperbudak oleh kekuatan dasendria yang menjerumuskan kalian di dunia”. Demikian sabda Sang Bhagawan yang didengarkan oleh para atma. Para atma kemudian terus menerus mendekati dan menanyakan mengenai dirinya kepada Bhagawan Penyarikan. Dan wejangan dari Bhagawan Penyarikan dapat menyejukkan para atma yang sedang mengalami siksaan.
Diceritakan atma yang bernama Sang Tutulak sudah waktunya untuk menjelma menjadi manusia ke dunia berbekal tutur sastra dari Bhagawan Penyarikan serta dibekali pula berupa kakandi waluh manik yang bernama Sanghyang Mahakampi dan menjelma menjadi manusia pada saniscara kliwon wariga.
Para atma di atmaloka dibawah pengawasan dari yamabala. Para atma berlarian tanpa arah, menjerit, menangis sejadi-jadinya. Hal tersebut diketahui oleh Bhagawan berada di bawah pohon teja. Bhagawan mendengar rintihan semua atma di neraka. Bhagawan Mercukunda berhatur kepada Bhagawan Penyarikan : “sangat berlebihan para atma mendapat hukuman, namun tidak juga manusia di manusaloka mau sadar dan mengurangi perbuatannya yang menyimpang dari dharma, malahan semakin merajalela, seolah-olah tak memikirkan pahit getirnya siksaan di neraka ini. Ada yang tertindih batu besar sepanjang hari, ada kepalanya dibenturkan di atas batu, darahnya muncrat dan isi kepalanya meleleh keluar”. Bhagawan Penyarikan berkata “semua ini akibat dari perbuatannya di manusapada yang selalu loba, dengki, iri hati, dan tak pernah puas. Adapun otaknya keluar karena pikirannya selalu buyar tak tentram melihat keberhasilan orang lain.”
“Atma yang dikejar anjing dan babi hutan, setelah tertangkap tubuhnya dikoyak-koyak karena pada waktu menjadi manusia tak pernah peduli pada nasehat-nasehat kebenaran, karena hatinya bebas liar seperti binatang. Ada atma yang digantung pada kayu kepah, di bawah kayu tersebut terdapat batu yang bergerigi tajam seperti keris. Atma tersebut pada waktu menjadi manusia tak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya. Ia terlalu dikuasai oleh hawa nafsu dan sad atatayi. Ia dimabuk oleh kebangsawanan, kecantikan, kepintaran, berpura-pura berbuat sadhu dharma, suka memperkosa, bersenggama dengan orang tua kandung, saudara kandung apalagi melakukan persenggamaan dengan binatang, dan lain-lain.
Demikian Dialog Bhagawan Penyarikan dengan Bhagawan Mercukunda yang sangat panjang. Bhagawan Mercukunda berkata “hamba teringat dengan para atma di neraka sampai ia dapat duduk di bale pengangen-angen, bale tersebut adalah tempat dari para atma yang hampir selesai menjalani hukuman. Tetapi untuk mencapai tempat itu harus melalui jembatan (titi ugal-agil). Jarang atma dapat melewati titi tersebut, karena di bawahnya terdapat jurang yang dalam. Bila terjerumus ke dalam jurang tersebut, maka puluhan bahkan ratusan tahun belum bisa beranjak dari tempat tersebut. Itulah ujian terakhir di neraka. Dan bila berhasil melewati titi tersebut maka sampailah di wilayah yang disebut banjaran sari. Para atma sudah kemasukan bayu (tenaga) yang berasal dari panasnya api Kawah Tambra Gomuka. Idep (pikiran) dan sabda (suara) adalah hasil dari leburan atma dalam kawah. Kawah tersebut adalah tempat penempaan menjadi manusia”. Kawah Tambra Gomuka berbentuk jambangan baja, yang diaduk oleh Yama Bala.
Di atmaloka ada sebuah tempat yang diberi nama oleh para Dewa yakni Hyang Telaga Dwaja, air tersebut menjadi sumber kehidupan bagi para sadhu, santosa, wirati, dirgayusa, orang-orang utama yang meminum air tersebut. Orang-orang yang durhaka, loba tidak akan dapat meminumnya. Jangankan meminum, tempatnyapun tidak akan pernah ditemukannya.
Diceritakan kedua Bhagawan melanjutkan perjalanan menuju ke pertapaan masing-masing. Namun dalam perjalanan keduanya menyaksikan keadaan di tegal penangsaran, melihat banyak sekali para atma yang merintih kepanasan, kesakitan, kelaparan, dan kelelahan. Tidak ada tempat berteduh, dan tidak ada makanan. Kemudian ada sekelompok atma yang berbuat sadhu dharma, kemudian bersama dengan Bhagawan Penyarikan berteduh di bawah pohon beringin yang rindang.
Bhagawan Penyarikan bersabda kepada seluruh atma : “ketahuilah bahwa bau busuk yang keluar dari kawah tambra gomukha akibat dari segala mala dan dosa yang dibuat ketika hidup di manusaloka. “Adapun atmanya yang mati dianggap tidak wajar belum mendapat upacara penebusan, maka dianggap masih berhutang kepada Sang Hyang Kasmala, semakin berat sengsaranya. Bila menjelma nanti akan menjadi manusia cacat sepanjang hidup”.
Ada lagi atma yang merintih kesedihan dan menanyakan kepada Sang Bhagawan : mengapa hamba mengalami siksaan seperti ini. Padahal ketika semasih hidup hamba rajin menjalankan yadnya dan berdana punia. Pertanyaan sang atma tersebut dijawab dengan pertanyaan lagi oleh Sang Bhagawan: “Apakah upacara yadnya dan dana punia yang engkau haturkan tersebut berasal dari pekerjaan yang benar berdasarkan dharma ?” Ketika itu para atma tidak dapat memberikan jawaban. Bhagawan kembali bersabda “yang terpenting adalah penyucian adnyana, tak pernah lupa dengan sadhu dharma dan melaksanakannya dengan sempurna. Yang dapat menjalankan itu, maka sudah pasti ia akan pergi ke suargaloka. Tidak ada pilihan bagi kalian sebagai atma papa agar kembali menjelma ke dunia karena sudah kalian rasakan bagaimana sakitnya siksaan di neraka. Berbuatlah dharma di manusapada, sehingga kelak tidak lagi mendapatkan siksaan seperti ini.”