Pada mulanya tata cara sembahyang belum diatur secara pasti. Melalui Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Ajaran Hindu tahun 1982, ditetapkan tentang siapa yang boleh disembah yaitu Sanghyang Widhi, Dewa, Rsi, Leluhur/Bhatara-Bhatari, Manusia dan Bhuta. Tentang siapa boleh disembah, dirujuk buku #Upadesa (1981/1982) dan buku Tuntunan Muspa karya I Gusti Ketut Kaler
(1970/1971). Waktu seminar tersebut, ditetapkan istilah tata cara dan urutan atau rangkaian sembahyang disebut, “Kramaning
Sembah.” Sesuai perjalanan waktu muncul istilah Panca Sembah sebagai tata cara sembahyang, pada buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh umat Hindu dengan argumentasi mereka masing-masing. Oleh karena adanya bermacam-macam istilah pada tata cara dan urutan serta sikap sembahyang yang berkembang maka melalui Mahasabha ke VI tahun 1991, ditetapkan kembali tata cara dan urutan sembahyang disebut, “Kramaning Sembah.”
Kramaning Sembah berasal dari kata krama artinya urutan yang tepat, dan sembah artinya menyembah(sembahyang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar