Senin, 11 Juli 2022

Beberapa pemahaman tentang yadnya

 


Ekam Eva Adityam Brahman
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidham
Beberapa pemahaman tentang yadnya,
Mengenai soal: jnana, karma, upacara, punia dan pengendalian diri /yoga (clear) , namun soal makna dan penjelasan panca yadnya nya (pemahaman dan praktik ritualnya).
Panca Yadnya /pelaksanaan nya adalah bagian (bakta seorg Hindu) yg sudah termaktub (perintah dr Ajaran Veda) yg tentunya kita tak sembarangan menafsirkan ataupun menjalankan ritual tsbt tanpa acuan dan pemahaman.
Secara umum PANCA YADNYA ini filosofinya lima korban (pengorbanan) suci yg kita tujukan kehadapan Brahman /Hyang Widhi yg memiliki maksud dan tujuan (khusus) , yg akan saya uraikan satu persatu.
Namun sebelumnya, akan saya sampaikan rujukan nya (perintah veda) sumber hukumnya, rujukan :
Tasmad yajnat sarvahuta
Rcah samani jajnire
Chandamsi jajnire tasmad
Yajus tasmad ajayata.
Yajurveda XXX. 7
Dari TYM Agung dan kpdNya umat manusia mempersembahkan berbagai YADNYA dan drpdNya muncul Reg, Sama, Yajurveda dan Atharvaveda berasal.
Jadi jelas bahwa yadnya ini merupakan perintah dr Yang Maha Kuasa (Brahman) , artinya jgn sesekali ragu tentang hukum ber yadnya!
Svar yanto napeksanta
adyam rohanti rodasi,
Yajnam ye vi vatodharam,
Suvidvamso vitenire.
Yajurveda XVII. 68
Para Bijak (Brahmana) yg terkenal melaksanakan pengorbanan tuk mencapai Sorga tanpa suatu bantuan apapun, mereka membuat jl masuk mereka dg mudah ke kahyangan (sorga) , yg menyeberangi bumi dan wil tengah.
Catatan ; perhatikan sloka ini, seorg brahmana saja melakukan yadnya dlm kesempurnaan hidupnya menuju perjalanan rohani (setelah kematian/menuju nirwana) .
Perhatikan sloka berikut, rujukan :
Ojasca me, sahasca me, atma ca me,
Tanusca me, sama ca me,
Varma ca me,
Yajnena kalpantam.
Yajurveda XVIII. 3
Dgn SARANA PERSEMBAHAN (yajna/yadnya) , semoga kami memperoleh sifat2 yg berikut ;kemulyaan, kekayaan, kekuatan rohaniah, kekuatan jasmaniah serta kesejahteraan dan perlindungan.
Itulah beberapa kutipan /rujukan (sumber hukum /perintah) dlm melaksanakan upacara yadnya, jelas hukum Veda (sumber segala ilmu pengetahuan dr Brahman) yg hukumNya WAJIB kita PATUHI.
SECARA umum Panca Yadnya (lima korban suci ) ini, akan saya uraikan sbb,
1 Dewa Yadnya
Adalah suatu bentuk persembahan (korban suci) yg kita tujukan kepada Brahman/Hyang widhi ataupun IstadewataNya (sinar sucinya) /ManisfestasiNya (Dewa Dewa red) yg kita lakukan dg tulus iklas.
Seperti Melakukan Sembahyang (individu maupun bersama) , melaksanakan Piodalan, HR Raya keagamaan dll yg tingkatan yadnya nya berbeda beda sesuai arahan /Petunjuk Brahmana /sulinggih (panjang kalo saya uraikan)
2
Rsi Yadnya
Adalah bentuk persembahan karya suci (perbuatan) yg kita tujukan kepada org2 suci /Sulinggih (Pandita, Pinandita /Pemangku dll) dan Guru guru yg mengajarkan kita pengetahuan tentang agama, seperti menghormati /mematuhi perintahnya, menjaga /merawat kesehatannya, membuatkan tempat pemujaan /tempat ibadah (pura /kuil dll) serta menjaga kehormatan beliau.
3 Manusia Yadnya
Adalah bentuk melaksanakan upacara suci yg bertujuan memelihara kehidupan dalam mencapai kesempurnaan hidup seperti upacara (masih dlm kandungan /umur 3 bln /saya bingung namanya) , upacara sukuran baru lahir (bingung namanya) upacara otonan (istilah kami Pasang gelang /atau apa namanya) dll sampai perkawinan /pewiwahan dsb.
4 Bhuta Yadnya
Adalah upacara suci yg kita lakukan kepada buta kala /alam bawah agar hal hal negatif (jelek) tidak mempengaruhi pikiran dan menggangu kehidupan kita, seperti upacara mecaru (apa istilahnya) , ngaturang sesegehan (apa istilahnya) dll , intinya agar aura positif (baik) meresapi kehidupan kita (manusia red) .
5 Pitra Yadnya
Adalah upacara /persembahan suci yg kita tujukan untuk Sang atman /jiwatman (roh roh) para leluhur kita (ucapan Terima kasih istilahnya) karena beliau beliau lah (melalui mereka) kita ada /terlahir ke dunia.
Seperti melakukan Doa /persembahyangan tuk leluhur /kawitan kita, pengabenan org tua /keluarga dll
Ketika beliau beliau masih hidup menghormati dan mematuhi mereka, merawat mereka dll
Demikian penjelasan, saya singkat singkat (yg terpenting point nya) bisa di pahami, lebih kurang nya silahkan koreksi bila ada kekeliruan dlm penjelasan.
Catatan ; jgn sesekali BERPIKIR doa kepada leluhur, Saat MATI Akan sampai ke leluhur (alam pitara) maaf pemikiran SESAT demikian.
Berikut sloka doa untuk para leluhur, rujukan ;
Idam pitrbhyo namo astu adya
Ye purvaso ya uparasa iyuh,
Ye parthive rajasya nisatta
Ye va nunam suvrajanasu viksu.
Regveda X. 15.2
Semoga dg kebaktian ini (Sembahyang) yg dilaksanakan hari ini, para leluhur yg telah lama pergi maupun mereka yg br meninggal, yg telah duduk di angkasa raya (alam pitara) atau yg sekarang bertempat tinggal ditempat terang benderang (Sorga) berbahagia.

PERUJUDUDAN Shiva dalam keberuntungan

 


Paramatma (Tuhan Yang Maha Agung) yang memiliki enam sifat utama:
1, Kebijaksanaan tertinggi,
2, Ketidakterikatan yang sempurna,
3, Kindahan yang abadi,
4, Kekuasaan penuh tanpa batas,
5, Kemasyuran,
6, keberuntungan
Semua itu yang tiada habis-habisnya. Alam adalah Sat (eksistensi), Chit (pengetahuan) dan Ananda (kebahagiaan). Sifat-sifat ini berhubungan dengan manusia melalui Atma yang berada dalam dirinya. Jadi semua umat manusia memiliki hak untuk mewujudkan dan menikmati karakteristik dan sifat mulia ini. Ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Penderitaan yang terjadi di dunia saat ini disebabkan karena manusia tidak melaksanakan dan ditebar bagaikan seorang yang bersemangat untuk menebar bibit bunga ditanah yang subur.

APA ITU "DAPDAP" dan apa FUNGSINYA..???

 


Dapdap (atau dadap dalam penggunaan upacara yadnya) adalah lambang keseimbangan Tri Hita Karana dan rwa bhineda seperti halnya dalam perlengkapan tepung tawar yang berfungsi sebagai pembersih secara rohani. Dadap disebut juga kayu sakti, hal ini mungkin sekali terkait karena kegunaannya.
• Sebagai bahan pembuatan Sanggah Turus Lumbung dengan pohon dapdap yang dipercayai sebagai taru sakti
• carang dapdap cangga tiga sebagai bahan penyugjug yang biasanya digunakan dalam upacara yadnya.
• Nasi bundar meklongkong plekir diatasnya ditancapi daun dapdap dan padang lepas dalam pembuatan banten prayascita untuk mensucikan pikiran.
• Begitupun ditanam di natah pekarangan, tanaman dapdap wong (Erytherina variegata) yang diyakini dapat melawan maksud-maksud tidak baik.
Makna kayu dapdap dalam ritual keagamaan Hindu memiliki peranan yang sangat penting. “Hal ini diatur dalam lontar Taru Premana, kayu dapdap disebutkan sebagai kayu sakti karena fungsinya,” jelasnya.
Adapun fungsi dari kayu dapdap yang tertulis dalam "Lontar Taru Premana" disebutkan berfungsi sebagai penyembuh untuk berbagai jenis penyakit yang menyerang manusia secara mendadak, seperti panas pada tubuh. Bahkan kayu dapdap ini dikatakan juga bermanfaat untuk wanita hamil untuk mencegah keguguran.
Makanya kayu dapdap ini juga disebut sebagai kayu kehidupan. Karena kayu ini mampu menjaga sebuah awal kehidupan. “Dalam Lontar Taru Premana, kayu dapdap ini disebutkan memiliki fungsi untuk mencegah keguguran, sehingga kayu dapdap ini disebut juga dengan kayu yang bisa memberikan kehidupan,” ungkapnya.
Sedangkan dalam fungsi keagamaan, kayu dapdap juga memegang peranan penting, selain digunakan dalam setiap momen upacara keagaaan, kayu dapdap juga menjadi bagian terpenting dalam suatu upacara.
Sebab kayu dapdap dianggap sebagai penuntun para Dewa ketika turun ke Bumi dari Kahyangan. Sehingga para Dewa di Kahyangan bisa turun ke dunia dan menyaksikan upacara digelar oleh umat manusia.


Paramesti guru

 


Kenapa kemudian orang Bali membangun tempat pemujaan bernama Sanggah Kamulan..?? Apa gerangan makna dari pemujaan Kawitan itu...?
*Radite Umanis Wuku Ukir* Hari penting bagi masyarakat Bali
Hari itu dilakukan pemujaan kehadapan *Bhatara Hyang Guru* yang dipuja di *Sanggah Kamulan*. Ada juga yang menyatakan pemujaan kehadapan *Hyang Paramesti Guru* atau *Hyang Siwa Guru*. Ada sejumlah kata kunci, siapa sejatinya Hyang Guru yang dipuja di Sanggah Kamulan itu.
Pengertian awal bisa kita runut kenapa pemujaan itu dilakukan pada *Radité Wukir* Kata Radite, disamping merujuk sebagai *hari pertama dalam hitungan hari bersiklus tujuh* sebagaimana dibentangkan dalam kalender Jawa-Bali, Radite mengingatkan juga pada Siwa Raditya [Surya], Tuhan sumber segala penghidup, sumber maha energi. Kata Wukir merujuk pada pengertian gunung sebagai "lingga acala", simbol Siwa abadi. Kata Kamulan [ka- mula-an] merujuk pada pengertian perihal muasal, atau kawitan. Terhubung pula pada pengertian perihal *"sangkan paraning dumadi"* sumber *dari mana kelahiran, kehadiran ini datang*.

May be an illustration
Sementara kata GURU dalam pemaknaan teks-teks Tantra, di samping juga berarti berat, GURU juga bermakna yang pengusir kegelapan. Dalam pemujaan menuju Tuhan yang tunggal, orang Bali selalu melewatinya dari jalan yang berlapis dan berjenjang, dalam beragam entitas kedewaan.
Dalam proses yoga, undagan-undagan ini layaknya kebangkitan prana muladara, lalu.. menaik meniti meru danda hingga sampai ke Brahma Randra .atau Sahasrapadma, padma dengan helai seribu. Begitu bila kita umpamakan perjalanan seorang peyoga, kebangkitan pasti dimulai dari cakra bawah.
Begitu pula bila orang Bali memuja Tuhan bersifat saguna, *pertama-tama ia memuliakan Tuhan-nya paling dekat dan paling nyata,* yakni
*mulai dari orang tua yang melahirkan kita*. Bila *"Tuhan" yang nyata bisa dibuat tersenyum bahagia, undaggan-undagan berikutnya, mulai dari Kaki [Kakek], Kumpi, Buyut, Kelab, Kelambiung, Krepek, Canggah, Bungkar, Wareng, Kalewaran, Klakat, Kawitan, dan seterusnya,* hingga kawitan paling akhir *Siwa Guru* dipastikan juga ikut termuliakan. Lalu dalam konteks pemujaan itu lapisan-lapisan inilah yang dimuliakan, leluhur didoakan supaya bersatu dengan lapisan paling absolut bernama Hyang Tunggal.
Bila hari ini kata "sembahyang" telah menjadi kosa kata umum bahasa Indonesia, kata bentukan ini bisa dieja menjadi "sembah hyang" maknanya menautkan puja kehadapan Hyang. Kata 'hyang' adalah kata asli Nusantara, artinya: yang dimuliakan.
Memang dalam bahasa orang awam, sepintas terlihat orang Bali mengambil jalan berbeda dengan doktrin yang diajarkan Bhagawad-Gita,
yang memuja pitra cuma sampai ke surga pitra, yang memuja dewa hanya sampai ke surga dewa. Intinya tidak ada jalan by pass ditempuh orang Bali bersatu dengan Sang Maha Pencipta. Seluruh entitas, seluruh lapisan roh didoakan menuju sempurna. Jalan ini saya sebut sebagai "jalan leluhur".
*"tar malupeng pitra puja, tak lupa memuja leluhur, "* begitu kata Mpu Yogiswara, dalam karya sastra terpanjang Nusantara, Kakawin Ramayana. Ini juga yang menjadi alasan paling masuk akal, kenapa orang Bali memuliakan leluhurnya di Sanggah Kamulan.
Orang Bali yakin, *dengan memuliakan kawitan sama artinya memuliakan sang pengada paling absolut*.
Dia dinamai *Batara Kamimitan, Hyang Kamulan, yang berarti Tuhan maha muasal semua*. Disadari dari leluhur yang numadi , leluhur yang terlahir kembali itu diyakini membawa watak masa silamnya, watak atau sifat turunan [hereditas] ini dialirkan lewat *benang halus bernama GEN dan DNA*.
Dari sini pula segala *kecerdasan, bakat, watak, dan guna karma diturunkan*. Dari situ pula "Gen Tuhan" dititipkan.
Inilah *keyakinan-keyakinan orang Bali* yang kelak dibahasakan lisan dengan frase :
*mulih ngidih daar dan mantuk pawayangan, yang tak cuma diartikan sebagai lahir kembali (numitis, numadi),* namun lebih dari itu ada pengertian penurunan sifat, watak, heriditas, termasuk bekal atau titipan perihal kemampuan fisik dan rohani.
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar

Makna Berbuat Karma Kebaikan Tanpa Pamrih

 


OM SWASTYASTU
Walaupun Bakta Sanatana Dharma (umat Hindu)...
Tidak Hafal Mantra dan
Sedikit Membaca Kitab Suci...
Namun Melakukan Sesuai Ajaran Dharma...
Tidak Marah, Tidak Membenci,
Tidak Membagikan Dendam...
Memiliki Timbunan Karma Baik...
Tidak Melekat Pada Apapun baik di Sini Maupun di Sana,
Batin-nya Terbebas dari Sad Ripu...
Maka ia Akan Memperoleh Manfaat Kehidupan Suci....
Walaupun Bakta Sanatana Dharma (umat Hindu)..
Banyak Hafal Mantra dan Rajin Membaca Kitab Suci...
Tetapi Perbuatan-nya tidak Sesuai Ajaran Dharma (adharma)...
Maka Ia Tidak Memperoleh Manfaat Kehidupan Suci Apapun...
Seseorang Yang ingin Berbuat Karma Kebajikan
Belum Tentu Ada Kesempatan Setiap Harinya...
Karena Sulit Sekali Kalau Kita Dengan Sengaja ingin Berbuat Karma Kebajikan Untuk Membayar dan Melunasi Karma Dosa Kita Yang Sekarang dan Karma Lampau Kita (karma wasana)...
Ketika kita Membantu orang lain...
Sejatinya...
Hyang Widhi (Tuhan)...
Sudah Memberi Kita Peluang dan Kesempatan Emas Untuk Kita Bisa Menanam Karma Baik dan Merubah Karma Buruk dan Karma Wasana Kita....
Namun...
Seseorang Yang Membantu Oranglain Dengan Pamrih...
Dapat Memunculkan Fitnah Dan Karma Kejahatan di Kemudian Hari...
Tapi....
Seseorang Yang Membantu Oranglain Tanpa Pamrih....
Dapat Memberinya inspirasi Dan Memunculkan Karma Kebajikan...
Berbuat Karma Kebajikan Membantu orang lain tanpa pamrih
Itu dapat membantu Kita membangun hubungan jangka panjang
(silahratu rahmi) Dan
Membuka lebih banyak pintu Rejeki dan Ampunan Untuk Kita.....
Berbuat Karma Kebajikan Membantu orang lain tanpa pamrih dapat Membawa Kita pada Kesuksesan dan kebahagiaan yang abadi...
Namun...
Orang Jahat
Berbuat Karma Kebajikan Membantu Orang lain Dengan Pamrih...
Suatu Saat Dia Akan Menghina
Dan Mengungkit Jasa Kebaikan-nya Pada Orang Yang Ditolongnya....
Mempermalukanya dan Bercerita Melebih-lebihkan Apa Yang Sudah ia Beri.....
Melibatkan Kebencian dan Kemarahan Pada Orang Banyak
(berbagi dendam)....
Orang Jahat
Berbuat Karma Kebajikan Membantu Orang lain Dengan Pamrih...
Akan Merusak hubungan...
Menutup Banyak Pintu Rejeki
Dan Ampunan.....
Membawanya pada Kehancuran dan Penderitaan yang Abadi.....
Pengertian atau Makna Berbuat Karma Baik Tanpa Pamrih Adalah Sebuah
Ketulusan Yang muncul dari dalam lubuk hati yang paling dalam.....
Yang tidak pernah mengharap balasan atau imbalan atas semua Karma Kebajikan yang telah Ia Lakukan......
Berbuat Karma Kebaikan Dengan Ketulusan
(tanpa pamrih)...
Bisa Membuatmu menerima
Pancaran Cinta Kasih dan Kebahagiaan......
Oleh Karena itu...
Memandang seseorang janganlah dari fisiknya saja, namun pandanglah seseorang dari Ketulusan Hatinya
(tanpa pamrih)....
Bakta Suputra Yang Mulia itu....
Melakukan Karma dan Hal baik tanpa ingin diketahui Orang lain Sangatlah Mulia....
Itulah Arti dan Makna : Ketulusan (Tanpa Pamrih)....
Ketulusan Seseorang akan terpancar dari matanya..... Kebaikannya akan terlihat dari tindakannya dan kebijaksanaannya akan terdengar dari kata-katanya....
Dan Orang yang benar-benar Tulus atau Tanpa Pamrih...
Biasanya tidak peduli dengan keadaan Dirinya Sendiri.

Sanggah Kembulan tempat memuja Paramesti guru.

 


Sebagian besar orang Bali membangun tempat pemujaan bernama Sanggah Kamulan..?? Apa gerangan makna dari pemujaan Kawitan itu...?

*Radite Umanis Wuku Ukir* Hari penting bagi masyarakat Bali
Hari itu dilakukan pemujaan kehadapan *Bhatara Hyang Guru* yang dipuja di *Sanggah Kamulan*. Ada juga yang menyatakan pemujaan kehadapan *Hyang Paramesti Guru* atau *Hyang Siwa Guru*. Ada sejumlah kata kunci, siapa sejatinya Hyang Guru yang dipuja di Sanggah Kamulan itu.
Pengertian awal bisa kita runut kenapa pemujaan itu dilakukan pada *Radité Wukir* Kata Radite, disamping merujuk sebagai *hari pertama dalam hitungan hari bersiklus tujuh* sebagaimana dibentangkan dalam kalender Jawa-Bali, Radite mengingatkan juga pada Siwa Raditya [Surya], Tuhan sumber segala penghidup, sumber maha energi. Kata Wukir merujuk pada pengertian gunung sebagai "lingga acala", simbol Siwa abadi. Kata Kamulan [ka- mula-an] merujuk pada pengertian perihal muasal, atau kawitan. Terhubung pula pada pengertian perihal *"sangkan paraning dumadi"* sumber *dari mana kelahiran, kehadiran ini datang*.
Sementara kata GURU dalam pemaknaan teks-teks Tantra, di samping juga berarti berat, GURU juga bermakna yang pengusir kegelapan. Dalam pemujaan menuju Tuhan yang tunggal, orang Bali selalu melewatinya dari jalan yang berlapis dan berjenjang, dalam beragam entitas kedewaan.
Dalam proses yoga, undagan-undagan ini layaknya kebangkitan prana muladara, lalu.. menaik meniti meru danda hingga sampai ke Brahma Randra .atau Sahasrapadma, padma dengan helai seribu. Begitu bila kita umpamakan perjalanan seorang peyoga, kebangkitan pasti dimulai dari cakra bawah.
Begitu pula bila orang Bali memuja Tuhan bersifat saguna, *pertama-tama ia memuliakan Tuhan-nya paling dekat dan paling nyata,* yakni
*mulai dari orang tua yang melahirkan kita*. Bila *"Tuhan" yang nyata bisa dibuat tersenyum bahagia, undaggan-undagan berikutnya, mulai dari Kaki [Kakek], Kumpi, Buyut, Kelab, Kelambiung, Krepek, Canggah, Bungkar, Wareng, Kalewaran, Klakat, Kawitan, dan seterusnya,* hingga kawitan paling akhir *Siwa Guru* dipastikan juga ikut termuliakan. Lalu dalam konteks pemujaan itu lapisan-lapisan inilah yang dimuliakan, leluhur didoakan supaya bersatu dengan lapisan paling absolut bernama Hyang Tunggal.
Bila hari ini kata "sembahyang" telah menjadi kosa kata umum bahasa Indonesia, kata bentukan ini bisa dieja menjadi "sembah hyang" maknanya menautkan puja kehadapan Hyang. Kata 'hyang' adalah kata asli Nusantara, artinya: yang dimuliakan.
Memang dalam bahasa orang awam, sepintas terlihat orang Bali mengambil jalan berbeda dengan doktrin yang diajarkan Bhagawad-Gita,
yang memuja pitra cuma sampai ke surga pitra, yang memuja dewa hanya sampai ke surga dewa. Intinya tidak ada jalan by pass ditempuh orang Bali bersatu dengan Sang Maha Pencipta. Seluruh entitas, seluruh lapisan roh didoakan menuju sempurna. Jalan ini saya sebut sebagai "jalan leluhur".
*"tar malupeng pitra puja, tak lupa memuja leluhur, "* begitu kata Mpu Yogiswara, dalam karya sastra terpanjang Nusantara, Kakawin Ramayana. Ini juga yang menjadi alasan paling masuk akal, kenapa orang Bali memuliakan leluhurnya di Sanggah Kamulan.
Orang Bali yakin, *dengan memuliakan kawitan sama artinya memuliakan sang pengada paling absolut*.
Dia dinamai *Batara Kamimitan, Hyang Kamulan, yang berarti Tuhan maha muasal semua*. Disadari dari leluhur yang numadi , leluhur yang terlahir kembali itu diyakini membawa watak masa silamnya, watak atau sifat turunan [hereditas] ini dialirkan lewat *benang halus bernama GEN dan DNA*.
Dari sini pula segala *kecerdasan, bakat, watak, dan guna karma diturunkan*. Dari situ pula "Gen Tuhan" dititipkan.
Inilah *keyakinan-keyakinan orang Bali* yang kelak dibahasakan lisan dengan frase :
*mulih ngidih daar dan mantuk pawayangan, yang tak cuma diartikan sebagai lahir kembali (numitis, numadi),* namun lebih dari itu ada pengertian penurunan sifat, watak, heriditas, termasuk bekal atau titipan perihal kemampuan fisik dan rohani.

CANANG

 


Orang Bali sering dituduh sebagai pemuja jin, setan, iblis, dsb, karena ada sesajen canang dimana-mana. Apakah benar begitu?
1. Canang adalah simbul Tuhan (Śiwa)
Pernahkah memperhatikan bahwa:
• bunga putih pada canang adalah simbul Īśvara (penguasa arah timur),
• bunga merah simbul Brahmā (penguasa arah selatan),
• bunga kuning simbul Mahādeva (penguasa arah barat),
• bunga hitam (hijau / ungu) simbul Viṣṇu (penguasa arah utara)?
Kombinasi ke-4 warna ini menciptakan konsep Pañcavarṇa (5 warna) dimana Śiwa (penguasa arah tengah) adalah sumber segala warna atau sumber segala keanekaragaman dunia.
2. Canang adalah simbul ketulusan
Canang adalah simbul dari pikiran akan niat yang tulus untuk berbakti kepada-Nya (lontar Mpu Lutuk Alit). Bunga adalah simbul ketulusan & kesucian pikiran (lontar Yadnya Prakṛti).
3. Jika Tuhan Maha Mencukupi, mengapa kita mempersembahkan sesuatu?
Kurban suci itu bhakti, bhakti itu cinta, & cinta bukan hanya soal menerima tetapi juga memberi. Jika kita hanya menerima saja berarti kita sedang memeras-Nya, bukan mencintai-Nya.
.—'Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah, atau air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya.' (Bhagavad Gītā 9.26)
Seorang anak memberikan hadiah kepada ibu, apakah sang ibu tersinggung? Meskipun ibu mampu membeli barang itu, tetapi apa yang dilihat seorang ibu adalah cinta & ketulusan anak. Tuhan tidak perlu diberi makan karena Tuhan Maha-mencukupi segalanya, tetapi Tuhan menerimanya karena cinta. Filosofi Hindu adalah yajña-śiṣṭāśinaḥ santo: Apa yang Kau berikan, hamba persembahkan kembali pada-Mu.
4. Lalu mengapa orang Bali juga menghaturkan canang di tanah, air, api, pertigaan, dapur, kuburan, dsb?
.—'Tidak ada ruang, waktu, arah, & makhluk yang berbeda dengan-Ku. Tidak ada yang ada selain Aku & hanya Aku Sendiri yang tersisa.' (Śiva Gītā 13.14-15)
Tuhan adalah Yajña, yang berarti Penikmat Tertinggi segala persembahan, baik persembahan kepada dewa, "jin", iblis — segala persembahan. Tuhan bersemayam di hati setiap makhluk sebagai Paramātmā, jadi apakah ada alasan untuk membenci makhluk lain?