Senin, 11 Juli 2022

Tuhan yang menghilang dari Dwipantara Sang Hyang Citraratha

 


Nama Dewa ini tergantikan kemudian oleh sebutan Sang Hyang Pasupati. Sang Hyang Citraratha adalah Dewanya Seni (The God of Art). Jadi Beliau dipuja di masa lalu oleh insan seni di Nusantara. Relief Mengenai Sang Hyang Citraratha ada di Candi Borobudur.
Sang Hyang Citraratha disimbolkan sebagai arca dengan wujud mengenakan pakaian yang sederhana, mahkota sederhana yang menutupi setengah kepalaNya. Mengenakan tali Pawitra atau Upawita yang melingkar dari bahu kiri ke pinggang kanan, balutan kain, gelang kana, dst.
Pada masa lalu hingga saat ini, seni berorientasi sebagai persembahan dan simbol bhakti kepada Tuhan. Pemujaan kepada Tuhan sebagai sumber dari segala sumber keindahan dengan juga menghaturkan sebuah keindahan kepada Beliau. Seni itu adalah juga pemujaan.
Ketika kemudian Sang Hyang Citraratha tergantikan dengan sebutan Sang Hyang Pasupati. Maka ada banyak generasi saat ini kemungkinan akan merasa asing dan tidak mengetahui bahwa Sang Hyang Citraratha di puja sebagai Tuhan Kesenian. Meski demikian bukan berarti umat Hindu menyembah Tuhan berbeda oleh karena disimbolkan nama dan atribut berbeda. Segalanya tetap sesuai Mahawakya “Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti.” Sehingga pemujaan nama Tuhan yang berbeda tidak pernah menimbulkan pertengkaran dan perselisihan berdarah dimasa lalu. Tidak ada sejarah demikian baik di Nusantara dan Khususnya di Bali.
A.W. Sudewa Rendi
Wajrapani

Dwaita dan adwaita itu bagian dari wedanta dharsana ini berkaitan dg cara pandang eksistensi Brahman dan atman.
Advaita memandang brahman atman aikyam.
Dvaita memandang brahman dan atman selamanya terpisah, atman hanya percikan terkecil dari brahman.
Jadi kl mengacu pada wedanta dharsana apa yg menjadi tradisi Hindu diBali adalah bentuk kompilasi dari berbagai dharsana, sehingga sering disebut sidhanta atau yg merupakan saripati. Ada waisnawa, siwaisme, dan tantra.
Selain itu tergantung carapandang/wiweka umat dlm memahami ajaran yg diyakini, bisa saja bersifat advaita dan jg dvaita. Contoh pralingga atau petapakan Ida bhetara atau trimurti jika itu dipandang sbg aneka personalitas maka jelas itu sbg faham dvaita.
Namun jika itu dipandang sbg sarva lakshana bhatara maka itu adalah advaita.
Om Swastiastu. Kita Hindu di Bali, mengambil keduanya. Yakni Visisthaadvaita Vedanta. Memuja Tuhan dalam Nirguna Brahman, dan disaat bersamaan kita memuja Saguna Brahman.
Dwaitya adwaitya..dengan wujud sebutan, dengan tanpa wujud, bahwa dunia itu nyata, atau advaita dunia itu semu, sbagai hasil maya guna..
Semuanya meyetujui bahwa persatuan purusa prakerti menghasilkan , suksma sarira, citta budhi ahamkara, dasendriya, juga semesta..
Kalau yg terakhir dapat disimak pada jnana tattwa, atau juga wraspatti tattwa..
Rahayu

Detoksifikasi dan Puasa Ekadasi

 


Toksin atau racun merupakan salah satu sumber utama terjadinya penyakit di dalam tubuh. Toksin bukan hanya berupa ampas dari makanan yang kita makan dan makanan-makanan yang tidak tercerna, tetapi juga bisa berasal dari non-makanan seperti udara, zat/makanan aditif, logam berat pada air, bahan kimia industri, residu obat-obat farmasi dan sebagainya. Bahkan, pikiran dan emosi negatif (seperti marah, iri hati, benci) juga merupakan toksin bagi sel-sel tubuh. Disamping itu toksin juga diproduksi secara alamiah oleh tubuh kita sendiri.
Normalnya toksin atau racun ini akan dikeluarkan oleh tubuh secara alamiah setiap hari melalui sistem pembuangan (ekskresi) tubuh. Namun jika pembuangan toksin ini tidak berjalan secara normal, maka ia akan mulai merusak jaringan organ-organ vital dan akhirnya menjadi penyakit.
Penelitian telah banyak membuktikan kelebihan toksin dalam tubuh (toxity) berkaitan erat dengan penuaan dini, dan juga penyebab berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (pembunuh nomor satu) dan penyakit lainnya seperti liver, diabetes, kanker dan sebagainya.
Untuk mencegah dan menghindari toksin yang tak bisa keluar dengan semestinya dapat kita lakukan suatu cara percepatan pengeluaran toksin dengan cara detoksifikasi.
Apa Sich detoksifikasi itu?
Detoksifikasi merupakan proses pengeluaran toksin atau zat-zat yang bersifat racun dari dalam tubuh. Puasa merupakan salah satu metode detoksifikasi yang paling efektif dan berumur paling tua yang sudah dilakukan sejak dahulu, disamping itu juga ada cara detoksifikasi dengan penggunaan herbal atau obat-obatan.
Namun metode detoks yang paling aman
dan mudah adalah juice fasting, yaitu puasa yang menghindari makanan padat dan pembentuk acid /asam dan hanya mengkonsumsi jus buah segar saja sepanjang hari dalam porsi tertentu.
Tradisi veda juga menganjurkan kita untuk melaksanakan puasa ekadasi, yaitu puasa yang biasanya jatuh dua kali setiap bulan, biasanya 4 hari sebelum bulan purnama atau tilem (lihat kalender Vaisnava). Hari Ekadasi dianggap hari yang bertuah untuk mengembangkan tingkat spiritual, dengan cara melakukan dengan puasa penuh atau puasa dari biji-bijian. Oleh karena itu hari ekadasi disamping dapat meningkatkan daya spiritual kita maka dapat juga kita manfaatkan sebagai metode detoks untuk memulihkan kembali kesegaran tubuh dengan cara hanya minum jus dengan jumlah tertentu.
Detoksifikasi penting bagi manusia modern karena pola makan yang buruk, seperti kurang serat, banyak goreng-gorengan dan banyak zat aditif dan pengawet. Maka dengan body yang fit kita dapat meningkatkan seva pada Pribadi Tuhan Yang Maha Esa. Jadi teraturlah berpuasa Ekadasi.

FAKTA Swami Vivekananda

 


bukan Hindu sebagai Ibu, tapi ada nilai universal dari setiap agama termasuk Hindu.
Nilai Universal Dalam Semua Agama.
.
Seluruh sistem agama memiliki ide bahwa manusia ingin mencapai kesucian dan kesempurnaan. Agama bukanlah yang terdapat di dalam doktrin-doktrin yang dibaca dan dogma-dogma yang dipercayai, tetapi adalah apa yang dirasakan, yaitu keselamatan.
.
Daya untuk mencapai keselamatan terdapat dalarn diri manusia. Akhir seluruh agama adalah menyadari Tuhan di dalam jiwa. Itulah agama universal.
.
Jika dalam selunrh agama terdspat safu kebenaran yang universal, maka menyadari Tuhan adalah kebenaran tersebut. Ideal dan caranya bisa berbeda-beda, namun kesadaran itulah titik utamanya.
.
Seluruh unsur agama yang fundamental tersebut digambarkan oleh
Vivekananda sebagai Agama Universal. Dia mengatakan:
"Agama Universal adalah agama yang tidak memiliki tempat atau waktu tertentu, agama yang tidak terbatas.
Agama yang akan menerangi para pengikut Krishna dan Kristus, juga menyinari orang-orang suci maupun yang berdosa.
Agama yang tidak akan menjadi Brahmanis atau Buddhis, Kristen atau Islam, tetapi adalah keseluruhan dan semuanya.
Agama yang dalam keseluruhannya akan merangkul setiap manusia dalam tangannya dan memberikan tempat bagi setiap manusia".
.
Dipetik dari SyaifanNur, 2002, SWAMI VIVEKANANDA (1863-1902): REFORMER HINDUISME MODERN, Jurnal Religi, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2002: 22-39

Disinilah uniknya ajaran sanata dharma bahwa semua adalah tuhan. Sarwam kaliwadam brahman.
Rgveda II. 1.3.4.11
Tvamagna indro vrsabhah satamasi Tvam visnur urugayo namasyah Tvam brahma rayivid brahmanaspate Tvam vidhartah sacase purandhya (3). Tvam agne raja varuno dhrtavratas Tvam mitro bhavasi dasma idyah, Tvamaryama satpatiryasya sambhujam Tvamamso vidhate deva bhajayuh (4). Tvam agne aditir deva disuse Tvam hotra bharati vardhase gira, Tvamila satahimasi daksase Tvam vrtraha vasupate sarasvati (11)
Artinya: Engkau adalah agni, Indra, pahlawan dari semua pahlaawan. Engkau adalah Visnu, yang langkahnya agung yang hamba puja. Engkau adalah Brahmanaspati, brahma yang memiliki seluruh kekayaan, engkau menyangga segala yang hamba cintai dan memohon kebijaksanaan (3)).
Engkau adalah Agni , engakau adalah maharaja Varuna, penguasa hukum yang sangat adil. Engkau adalah Mitra, pekerja yang mengagumkan yang hamba puja. Engkau adalah Aryama, devata para pahlawan yang menambahkan kekayaan kepada semua orang. Engkau Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud-Mu sebagai Amsa yang bebas dalam persidangan agung (4).
Ya Tuhan Yang Maha Esa , engkau adalah Agni, Aditi devata yang menerima persembahan kami. Engkau adalah Hotra Bhatari, Pandita Agung dan Dewi kebudayaan, engkau adalah yang diagungkan oleh ribuan umat mausia dimusim salju. Engkau adalah penganugrah kekayaan, pembunuh raksasa Vrtra, dan Sarasvati, dewi ilmu pengetahuan dan kebijakan.

Memahami Weda

 


Saya sendiri memahami WEDA ibarat pertiwi, menghidupi segala macam tanaman/tumbuhan yg hidup drnya. Ada yg berbuah: manis, masam, pahit, dsb. Ada yg berbunga, berdaun, berakar atau batangnya yg memiliki kegunaan beragam. Semuanya tumbuh dg mengambil sari2 dr tanah pertiwi. Semuanya dinutrisi oleh tanah ibu pertiwi.
Demikianlah Weda, dipelajari, dipraktekkan dan dibudayakan oleh berbagai kalangan, masyarakat, suku dsb... menghasilkan Budaya, Tata cara, adat istiadat dan tradisi yg beragam. Semuanya bersumber dr WEDA (yg sangat luas san berkembang mencakup semua ilmu kehidupan).
Artinya Weda bukan hanya milik suatu agama, apalagi mengatakan milik agama Hindu, sangat keliru. Tp Hindu adlh salah satu penganut Weda.
Dharma adlh esensi Weda, dan semua yg tercopta taat pada Dharma.

Bila ingin SANTOSA tingkatkanlah kualitas diri (Sauca) melalui Tapa, Swadyaya dan Isvarapramidana Sesuai tradisi Atangga Yoga

 


Sebelum diksa diawali dengan menerapkan 5 pantangan, dalam arti mengendalikan sifat sifat buruk menuju Tri Kaya Parisudha dan meningkatkan Satwika.
Tentang waktu nya minimal selama 3 bulan.
Dan baru dilanjutkan dengan Diksa.
Setelah diksa ini dilanjutkan dengan menyepi bertapa selama sekitar 42 hari untuk menemukan kembali atau Memperlancar dan membiasakan diri bermeditasi agar terbiasa mencapai apa yang telah dicapai saat diksa.
Selama pengasingan diri inilah diterapkan Panca Niyama Brata seperti yg terkandung dalam TS. Antara lain:
==> 1. Sauca, selalu meningkatkan kualitas diri secara fisik, mental dan spiritual.
==> 2. Tapa berniat dg sepenuh hati untuk mencari selalu kedalam, dg penuh ketulusan.
==> 3. Swadyaya, menerapkan secara sesaksama dg tulus apa petunjuk Guru dan Agama.
==> 4. Isvarapramidana, dengan tekun selalu berserah diri dg sepenuh hati hanya kepada Ida Hyang Widhi Wasa.
==> 5 Santosa, dg menerapkan ke 4 langkah itu diharapkan kita bisa tetap tenang, damai dan senyum apa pun cobaan yang menerpa dalam hidup ini.
Perlu dicatat
Bahwa makin cepat kemajuan spiritual kita makin cepat kita mencapai Santosa.

Yang Membunuh akan Dibunuh

 


Salah satu antara banyak tuntunan rohani yang menjelaskan mengapa Vaishnava tidak berkenan membunuh hewan, dalam soal makan ataupun yajna, adalah mantra Sanskerta ini;
"Māṁ sa khādatī māṁsaḥ"
Dalam Sanskerta Mām berarti "aku," dan Sa berarti "dia." Ini bermakna; "Jika aku membunuh hewan ini; atau memakannya, dalam hidupku selanjutnya dia akan membunuhku atau memakanku."
Mantra ini menekankan bahwa pada saat hewan dikorbankan, hewan tersebut memberikan hidupnya secara paksa. Di kehidupan selanjutnya dia akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi manusia, dan yang sekarang membunuhnya akan menjadi hewan yang dibunuh olehnya.
Jika membunuh hewan, harus siap menjadi hewan dalam kehidupan selanjutnya dan dibunuh olehnya. Setelah memahami mantra ini, siapa sesungguhnya bersedia atau sanggup membunuh hewan lagi?
Oleh karena itu, mari kita ambil hikmah dari mantra ini sebagai dorongan inspirasi atau motivasi, untuk kita berupaya hidup dalam harmoni dengan yang lain, supaya terhindar memasuki siklus membunuh dan dibunuh ini. Belas kasih terhadap yang lain terlahir dari kesadaran Paramatman, yang terwujud sebagai empati yang tulus dan simpati yang ikhlas dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan kita.⚘

Makna MERU bagi Tahapan Kehidupan di Bumi

 


Bentuk pelinggih
Meru yang ada di Bali.
Dalam Lontar Andha Bhuwana, kata meru sejatinya disebutkan berasal dari kata :
• me yang berarti ’meme atau ibu’, sedangkan
• ru berarti ’guru atau bapak’ (dalam catur guru disebut mereka yang melahirkan kita);
Dengan demikian meru itu bermakna "ibu bapak" sebagai leluhur’ yang menjadi asal muasal kita sebagai manusia atau cikal bakal kehidupan.
Dalam Lontar Andha Bhuwana ada dinyatakan bahwa meru itu sebagai lambang alam semesta (Meru ngaran pratiwimba Andha Bhuwana).
Dalam lontar yang sama juga dinyatakan sbb:
Pawangunan pelinggih makadi meru muang candi, juga pratiwimba saking pengelukunan wijaksara dasaksara mewastu manunggal dadi Om. Artinya: Bangunan suci (pelinggih) terutama meru dan candi juga simbol dari pemutaran huruf suci wijaksara dasaksara menunggal menjadi Om.
Dari penjelasan Lontar Andha Bhuwana ini yang menyatakan tumpang atap meru di samping melambangkan lapisan alam juga melambangkan pemutaran huruf suci yang disebut wijaksara sampai dasaksara. Huruf suci yang disebut aksara itu dinyatakan sebagai ''ruping bhuwana''.
Pemutaran wijaksara sampai menjadi dasaksara dan kembali menjadi wijaksara Om itu melukiskan
bahwa di setiap lapisan alam ini ada aksara sucinya. Misalnya di Tri Loka ada Tri Aksara Ang Ung Mang sebagai uripnya. Di Panca Loka ada Panca Aksara sebagai uripnya. Demikian seterusnya, di setiap lapisan alam itu ada aksara simbol urip yang menjadi sumber hidup dari setiap lapisan alam tersebut.
Apa yang dinyatakan dalam Lontar Andha Bhuwana ini sebagai penegasan dari pernyataan Mantra Veda yang menyatakan bahwa Tuhan itu ada di mana-mana. Lebih lanjut lontar Andha Bhuwana menyatakan sbb: Sowang panta ika maka sthananira mwah angalih aran. Catur Dasa panta ika, sapta Loka kaluhur mwang sapta Patala ming sor. Artinya, setiap lapisan itu sebagai sthana beliau (Hyang Widhi) yang masing-masing berganti nama.
Empat belas lapisan sthana beliau (Hyang Widhi) yang masing-masing berganti nama. Empat belas lapisan itu Sapta Loka ke atas dan Sapta Patala ke bawah. Apa makna dari pelukisan semua lapisan alam ini sebagai sthana Hyang Widhi Tuhan Yang Mahakuasa dengan sebutan yang berbeda-beda pada setiap lapisan.
Tuhan yang selalu berada di setiap lapisan alam ini hendaknya dimaknai sebagai suatu peringatan agar manusia selalu berlaku baik dan benar di setiap lapisan alam ini. Asih, Punia, dan Bhakti wajib dilakukan oleh umat manusia di setiap lapisan alam.
Asih dan Punia kepada alam dan semua makhluk hidup termasuk manusia di setiap lapisan alam ini. Melakukan Asih dan Punia kepada alam dan sesama umat manusia itu sebagai salah satu wujud bakti pada Tuhan. Tidaklah tepat di suatu lapisan alam tertentu manusia boleh saja berbuat semena-mena demi kenikmatan hidup di lapisan yang lain. Seperti di wilayah pemukimannya, manusia menciptakan berbagai fasilitas hidup yang memberi kenikmatan, tetapi di lapisan lain menimbulkan kerusakan alam yang hebat.
Misalnya manusia ingin memiliki mobil dengan berbagai merek dan jenisnya. Semuanya itu agar mereka dapat dengan mudah ke mana maunya.
Untuk memenuhi itu, berbagai bagian bumi ini dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan akan bijih besi dan minyak bumi. Sudah semakin banyak perut bumi dilubangi dalam-dalam dan luas untuk mendapatkan berbagai mineral yang tak terbarukan yang dijadikan bahan-bahan baku untuk membuat barang-barang industri demi memenuhi kebutuhan umat manusia mendapatkan hidup yang nikmat.
Jika sudah datang gilirannya, maka alam yang dirusak itu akan membawa manusia pada hidup yang duka lebih dalam dari pada kenikmatan yang didapatkan. Demikian juga untuk memiliki rumah yang mewah, indah dan memberikan kenikmatan yang serba wah pada pemukimnya membutuhkan berbagai mineral yang tak terbarukan. Seperti besi, ubin, pasir, semen dan juga kayu yang dapat menimbulkan kerusakan hutan.
Seandainya semakin banyak orang yang mau tinggal di rumah yang tidak terlalu mewah dan serba wah itu, mungkin tidak banyak sumber-sumber alam yang dirusak. Alam pun akan asri dan lestari, hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia pun akan seimbang, tidak saling terancam.
Meru dengan tumpang-tumpang atapnya itu hendaknya dapat memberikan kita pemahaman bahwa hidup di lapisan alam tertentu jangan sampai merusak keadaan hidup di lapisan alam yang lain. Meskipun kita berbuat di Bhur Loka tetapi akibatnya dapat menembus Bhuwah Loka bahkan Swah Loka. Kalau kita berbuat tidak baik dan benar di Bhur Loka ini seperti merabas hutan, menggunakan sarana hidup yang serba mesin tetapi tidak laik operasional juga bias menimbulkan kerusakan di angkasa.
Mesin yang tidak laik jalan misalnya mesin yang menimbulkan gas buang yang melebihi ambang batas dapat merusak langit bahkan menimbulkan gas rumah kaca di udara. Hal ini yang akan menghalangi panas naik ke angkasa dan balik ke bumi menimbulkan pemanasan global membuat suhu bumi meningkat. Udara yang dihirup oleh manusia pun menjadi semakin kotor. Hidup manusia pun akan semakin resah. Konon larutan logam berat yang melebihi ambang batas dalam darah manusia, dapat menimbulkan gangguan mental pada manusia.
Manusia bisa lebih emosional dan meledak-ledak karena ada gangguan mental. Sedih dan gembira akan diekspresikan secara ekstrim oleh manusia yang dalam darahnya mengandung larutan logam berat melebihi ambang batas. Kalau di setiap lapisan bumi ini kita mampu tegakan Rta dan Dharma sebagai dasar berbuat maka durian inilah yang akan menuntun kita menuju alam tertinggi yaitu Satya Loka yang dilukiskan oleh tumpeng meru yang teratas yang juga disebut sebagai lambang Omkara.
Dunia ini dengan semua lapisannya berdimensi ganda. Bisa membawa manusia menuju surga dan bisa juga sebagai sarana mengantarkan menuju neraka. Kalau hukum alam dan hukum manusia (Rta dan Dharma) ditegakkan di setiap lapisan bumi ini maka manusia pun dapat mencapai Satya sebagai dasar menuju surga. *(Buku Bali Tempo Dulu dikompilasi sesuai aslinya oleh I Gusti Bagus Rai Utama)
Dalam Buku Petunjuk Arah Wisata Rohani Pura dan Bangunan Suci Hindu di Pulau Bali-IHDN-PRESS- Koerniatmanto S., disebutkan pula :
a. Meru Tumpang Solas (sebelas) bermakna sebelas aksara suci
1) sa di purwa (timur, dewanya Iswara dan warnanya putih) ;
2) ba di daksina (selatan, Brahma, merah);
3) ta di pascima (barat, Mahadewa, kuning);
4) a di uttara (utara, Wisnu, hitam);
5) i di madhya (tengah, Ciwa, campuran atau panca warna);
6) na di agneya (tenggara, Mahesora, merah muda atau dadu);
7) ma di nairrta (barat daya, Rudra, jingga);
😎 si di bayabya (barat laut, Sangkara, hijau);
9) wa di aisana (timur laut, Sambu, biru) dan
10) ya di madhya (tengah atas, Ciwa, panca warna).
Kesepuluh aksara suci diatas dimanunggalkan menjadi satu aksara suci Omkara sebagai lambang Eka Dasa Dewata