Senin, 11 Juli 2022

Veda


Nirukta ; seluruh aktifitas masyarakat berdasarkan atas arahan sastra dan guru sebagai kiblat beraktifitas.

Siksha ; seluruh perwujudan dari model berketuhanan masyarakat Hindu Bali menggunakan sandi sandi rahasia untuk membuat segala wujud tersebut metaksu dan tidak gampang difahami sebagai wujud murahan.
Chanda ; banyak aktifitas masyarakat dilakukan dengan berkesenian serta melantunkan lagu lagu nyanyian ( kirtanam dalam istilah sampradaya ) sebagai cara melakukan puja kepada tuhan.
Jyotisha ; seluruh aktifitas hidupnya berdasarkan atas waktu yang baik ( devasya ) dan arahan kala-ider ( kalender padewasan ).
Kalpa ; hampir keseluruhan praktek yajnya atau upacara diwujudkan dalam bentuk niyasa atau simbul simbul ketuhanan, dalam hal ini dinyatakan sebagai instalalsi spiritual yang sama dengan kualitas para brahmananya.

Rabu, 06 Juli 2022

Supplier / Penyedia es krim pesta di Denpasar Bali


Grosir es krim pesta Denpasar Bali
Supplier / Penyedia ice cream pesta

Supplier / Penyedia ice cream pesta

menyediakan snack es krim untuk pesta ulang tahun, pernikahan, potong gigi, syukuran dll…

tersedia berbagai macam rasa

rasa mangga, durian, vanilla, cokelat, cappucino, Strawberry

Harga Tergantung Jumlah pemesanan

Ukuran 60ml & 100ml

(TIDAK TERMASUK SEWA FREEZER)

Pemesanan minimal 500 cup harga menjadi 2000/cup yg 60ml.Sudah di pinjamkan freezer 2-3 hari. Belum termasuk ongkos kirim antar jemput freezer..

Biaya Antar jemput freezer disesuaikan jarak tempuh (Rp 5.000/km)

Kerusakan Freezer akibat pemakaian selama acara menjadi tanggung jawab pemesan

Menerima Reseller untuk dijual lagi

Hubungi Kami

telp/sms/WA 08985713790 untuk info lebih lanjut.

pesan via facebook klik Rara & Choco follow instagram kami di @raranchocobali

Alamat jl sedap malam no 117a sanur denpasar

Kami menerima pemesanan ice cream khusus pesta di seluruh wilayah Bali, tersedia aneka varian rasa, diantaranya:

Vanila
Chocolate
Strawberry
Cappucino
Green tea
Mocha
Blueberry
Kopyor/Coconut
Durian
Kacang ijo
Markisa
Lychee
Yoghurt
Taro
Anggur
Apple
Mangga
Jeruk
Mint
Tiramisu

*)Stock rasa akan disesuaikan kembali pada saat pemesanan

Kami siap melayani event organiser maupun catering, pemesanan sebaiknya dilakukan minimal 2 minggu sebelum acara agar kondisi tetap fresh
Pada saat pemesanan uang muka dibayarkan minimal 50%




Jumat, 15 April 2022

Buda Kliwon Matal dan Kajeng Kliwon

 


#Buda Kliwon Matal merupakan hari suci umat Hindu yang dirayakan dan jatuhnya setiap 6 bulan sekali untuk memuja Sang Hyang Ayu atau Sang Hyang Nirmala Jati guna memohon keselamatan serta anugrah rejeki yang melimpah dsb.
Buda Kliwon Matal merupakan pertemuan antara Sapta wara Buda yang berstana dibarat dengan lambang warna kuning, panca wara Kliwon yang berstana ditengah dengan lambang warna panca warna dan
wuku matal.
Dan pada saat hari Buda Kliwon Natal yang bertepatan juga dengan jatuhnya hari kajeng Kliwon.
#Kajeng Kliwon merupakan hari suci bagi umat Hindu yang jatuhnya pada setiap15 hari sekali, Kajeng Kliwon merupakan pertemuan dari dua unsur triwara dengan unsur pancawara.
Kajeng merupakan bagian dari unsur triwara sedangkan Kliwon merupakan bagian dari unsur pancawara.
#Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta, Kala dan Durga yang ada di muka bumi.
#Sedangkan Kliwon merupakan hari prabawanya Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Dewa.
#Dan pada saat hari Kajeng Kliwon sering dikaitkan dengan
hal - hal yang berbau mistis dan diyakini oleh umat Hindu sebagai harinya Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga semadinya untuk
keselamatan dunia.
#Untuk itu setiap umat diharapkan pada saat Kajeng Kliwon untuk melakukan penyucian diri dan bersikap lebih berhati - hati karena kekuatan negatif cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua dapat mempengaruhi kehidupan manusia
dimuka bumi ini.



#Karena pada saat hari Kajeng Kliwon umat meyakini bahwa Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk menggoda manusia yang melanggar atau berbuat kesalahan juga membuat mara bahaya, mengundang semua desti, teluh, terang jana guna menggoda orang yang tidak menjalan ajaran dharma ataupun
orang yang tidak berbuat baik.
#Dengan demikian sudah sepatutnya dan sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat Hindu untuk menghaturkan persembahan dimerajan, pura dan tempat suci lainnya
kehadapan Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Durga Dewi berupa canang sari, canang raka, puspa harum, tipat dampulan, segehan kepelan, segehan cacahan, segehan putih kuning, segehan panca
warna dsb.
#Semua itu hendaknya disesuaikan dengan tempat atau keadaan dan kemampuan dari masing - masing umat.
#Dan dengan kita menghaturkan semua persembahan dan segehan itu diharapkan agar bisa mewujudkan keseimbangan alam niskala dari alam Bhuta menjadi alam Dewa.
#Semua jenis Banten atau upekara adalah merupakan simbul diri kita, lambang kemaha - kuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung.
(Lontar Yajna Prakrti)
#Banten segehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya bawang merah, jahe, garam dan juga dipergunakan api takep dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda (+) atau swastika disertai beras dan tetabuhan berupa air, arak serta berem.
#Segehan dihaturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu ,
dinatar merajan dihaturkan segehan panca warna ditujukan pada Sang Bhuta Bhucari, dinatar pekarangan rumah dihaturkan pada Sang Kala Bhucari, didepan pintu pekarangan rumah atau angkul - angkul dihaturkan pada Sang Durga Bhucari dan juga ditempat lainya, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun
waktu tertentu.
#Dan dengan sarana segehan ini diharapkan nantinya dapat untuk menetralisir dan dapat untuk menghilangkan pengaruh negatip dari limbah tersebut. #Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).
Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rahinan dan hari - hari tertentu.
#Setiap kepala keluarga hendaknya agar melaksanakan upacara Bali atau suguhan makanan kepada alam
dan menghaturkan persembahan ditempat - tempat terjadinya pembunuhan seperti pada ulekan, sapu, kompor, asahan pisau, dan talenan.
(Manavadharmasastra)


SUNARI

 


Sunari di buat sebatang bambu
(bambu uri ) dan pada bambu tersebut di buatkan lubang- lubang yg berbentuk melengkung atau tegak lurus, sebagai simbul suci " ARDHA CANDRA ," kemudian memiliki lobang berbentuk lingkaran sebagai simbul suci " WINDHU," dan memiliki lobang berbentuk segitiga, sebagai simbul suci " NADHA", sehingga makna dari sunari secara utuh adalah sebagai simbul suci aksara " ONGKARA", sunari di gunakan bila ada pelaksanaan upacara Dewa yadnya dalam ukuran utama seperti KARYA NGENTEG LINGGIH di pemerajan, atau di pura-pura.




sunari ini biasanya dipasangkan pada utamaning mandhala di bagian arah timur laut, dan bila sunari itu di tiup angin maka akan keluar bunyi menyerupai lagu-lagu kesucian.
oleh karena itu sunari juga merupakan simbul-simbul suci dari sloka-sloka atau syair-syair
dari weda dan juga mantram, termasuk SAHA SANG PEMANGKU , KEKIDUNGAN, KEKAWIN yang di sampaikan oleh umat, sebagai kekuatan RELIGIOMAGIS untuk menarik kekuatan SANG HYANG WIDI beserta manifestasinya
maka dari itu sunari ini patut di lestarikan dgn menjaga kesakralannya.
sesungguhnya dengan adanya sunari ini , merupakan penjabaran dari ajaran ITIHASA RAMAYANA, yg intinya pada saat sang ANOMAN naik di pohon Trijata sambil bersenandung dgn tujuan, agar DEWI SITHA cepat keluar dari gedong batu agar sang Anoman dapat menunjukan sebuah cincin emas bermatakan mirah sebagai bukti bahwa dia adalah merupakan utusan dari SRI RAMA , serta dpt memberikan informasi kehadapan Dewi sitha bahwa sri rama masih di hutan dalam keadaan selamat , dan beliau akan siap menjemput -
( kekawin ramayana ).

Turus lumbung hingga merajan




 PULAU Bali juga disebut sebagai ‘Pulau Seribu Pura’. Pura selain merupakan tempat suci Hindu, juga sebagai “sentra rohani”.

Apa saja yang melatarbelakangi perkembangannya dan bagaimana sebaiknya konsep rancangan sebuah pura ke depan?
Sumber prasasti kerap menyebut gunung dan bukit sebagai sthana para dewa. zaman dulu, tempat – tempat tinggi di Bali, di hulu atau di tanah bervibrasi suci, orang-orang membuat suatu bangunan peribadatan, meski sederhana dan sifatnya sementara.
Ketika itu tiangnya dibuat dari turus pohon dapdap, dan sebuah ruangan dengan balai-balai dirakit dari bambu untuk tempat meletakkan sajian (sesajen). Bangunan suci jenis ini disebut Turus Lumbung, bermakna kias “melindungi dan menghidupi pemujanya”.
"Turus dapdap" bermakna tameng atau perisai-alat pelindung diri.
“lumbung” mengandung makna: ranah penghidupan.
Bangunan Turus Lumbung ini sifatnya sementara yang lambat laun diganti menjadi bangunan yang lebih permanen.


Perkembangan teknologi, berimbas juga pada bangunan Turus Lumbung, yang semula berbahan sederhana, lalu dibuat dari kayu dan bambu serta memakai satu ruangan (me-rong tunggal), digunakan untuk tempat sesajen. Dari rong tunggal inilah muncul sebutan nama bangunan suci Kemulan yang dipuja suatu keluarga sekelompok kecil. Jika belakangan kepala keluarga kecil sudah berkembang menjadi beberapa keluarga, mereka kemudian mendirikan beberapa buah palinggih.
Seiring perkembangan kultur manusia yang kian maju, bangunan rong tunggal berkembang menjadi dua ruangan (me-rong kalih). Lantas berkembang lagi menjadi tiga ruangan (rong telu), untuk menghormati atau memuja para leluhur yang telah disucikan. Palinggih-palinggih baru disejajarkan tempatnya dengan bangunan Kemulan, sehingga keseluruhannya disebut Sanggah atau Pamerajan. Bangunan-bangunan di dalamnya sangat bervariasi, umumnya terdiri dari bangunan Menjangan Saluang, Gedong, Sanggar Agung, Saka Ulu, dan Taksu.
Perkembangan bangunan rong telu lalu disesuaikan dengan konsep Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa), bermanifestasi selaku pencipta, pemelihara dan pelebur. Kesatuan ketiga dewa inilah disebut dengan Sang Hyang Trimurti atau Tri Tunggal. Dari pengaruh konsep ini bangunan rong telu berfungsi ganda, selain untuk tempat memuja arwah leluhur yang telah suci, pun untuk memuja Sang Hyang Tri Murti.

topeng Sidhakarya

 


Om Swastiastu. Saya berbagi pengalaman sedikit. jika dihitung, saya sudah menarikan sidhakarya sejak saya duduk dibangku kuliah, hingga sekarang. Menjadi Pregina Topeng Siddhakarya itu, tidak cukup paham dan mengerti Agem, tandang, tangkep, Takeh, Olah vokal, Babad, Wirama, Wirasa, miwah Wiraga. Dimana patut nanjek, ngalih angsel dan sebagainya. Tapi juga wajib Mawinten. Tarian ini sakral, dan bukan kesenian profan. Topeng Sidhakarya menyempurnakan yajna (Siddha) sehingga berhasil baik.
Maka dipentaskan juga tidak sembarangan. Urutannya begini, ketika Ida Sulinggih sampun munggah ring pawedan, barulah Topeng dan Wayang Lemah mulai. Tidak dibenarkan mendahului sulinggih, dan Ketika sudah "ngayab", maka sebaiknya Siddhakarya juga nganteb banten sinarengan. Bukan sebaliknya. Setelah Ida Sulinggih wusan ngayab, wusan masegeh, topeng masih bebondresan. Ini agak kurang pas. Sebab Ida Sulinggih adalah representasi akasa, dan Sidhakarya adalah representasi Bumi. Maka topeng ini tarian sakral. Nah, kalau urutan pementasannya begini.
1. Panglembar Keras
2. Panglembar Tua
3. Panglembar monyer (situasi)
4. Pensara dan Wijil
5. Dalem Harsawijaya
6. Tokoh Dukuh atau Pedanda
7. Bondres
8. Siddhakarya. Puput.
.... Adnyana

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Ciri Karang Panes - Lontar Bhama Kertih

 



berikut ini ciri-ciri pekarangan perumahan yang bermasalah, sesuai dengan petunjuk Lontar Bhama Kertih;
Iki ling ira BHAGAWAN WISWAKARMA, pangalihan karang, anggen karang paumahan, mangde tan kabheda-bheda dening lara kageringan, helingakna pidhartania,
lwirnia :
Yan wenten karang tegeh ring paschima, hayu, nga, manemu labha sang ngumahin.
Yan karang seng ring utara, hayu ika, sawetunining anaknia, putunia, tan kurang bhoga sang ngumahin.
Yan karang hasah natarnia, hala ayu kojarania, tan kurang pangan kinum, sang ngumahin.
Yan ana tanah bang alus, mahambu lalah, hayu ika, sibin kadhang warga, nga, tekeng anaknia, menemu hayu sang momahin iriya.
Yan tanah selem magobe hucem, mahambu, panes, haywa nguma­hin.
Yan ana tanah mahambu bengu, halid, hala dahat, haywa nguma­hin.
Yan ana karang tunggal pameswan, manyaleking, nga, hala, mwah karang ne nyakitin.
Yan karang tumbak jalan gde, hala nyakitin, karubuhin jalan, nga.
Yan karang tumbak rurung, sandang lawe, nga, gering maderes.
Yan karang singkuhin rurung mwang hapit jalan, kutha kabhan­da, nga, hala.
Yan ana umah nanggu, nora matabeng umah di harepe hala dahat.
Yan karang saling suduk papagerania, suduk angga, nga, hala.
Yan ana wang matunggalan sanak, mangapit jalan umahnia, sang tunggal bhaga urus, sandang lawang, nga, hala dahat sang momah iriya, amada-mada Bhatara, nga.
Yan umah mapemeswan dadwa, hala dahat, boros wang, nga.
Mwah ne tan wenang genahin umah, lwirnia, karang wit pura, wit ibu, wit sma, pabajangan, wit payajnyan sang brahmana, karang lebon amuk, karang genah wang mati magantung, yan sampun ping tiga kalebon amuk, tan wenang genahin umah, hala dahat.
Iki PANGAWAS CAYAN KARANG mwang Kahyangan :
Yan dhemdhem renteb hinang katon (katonang), Dewa ngukuni karang ika, tan kurang pangan sang ngumahin.
Mwah cayan karang tenget, karasa ngawang-awang katonang, twi suwung katonang, tri bhuta dengan mangumahin, henggal manemu bhaya sang ngumahin.
Malih ingon-ingon pathikawenang, metu salah rupa, iki cirin gumi rusak.
Mwah karang panes, asu, bangkung, manak tunggal, cirin panes karang ika, wenang hanyut, bhuta salah wetu, nga.
Mwah bhumi sayongan, katiban kuwung-kuwung, panes bhumi ika.
Mwah ring pakarangania metu kukus, panes karang ika.
Mwah karang tumbak rurung, tumbak jalan, tumbak tukad manamping marga pempatan, namping pura, namping bale banjar, makadinia ngulonin bale banjar, panes karang ika.
Malih babi baberasan, satha asaki ring salu, mwang tabwan ring pakubonan, lalipi masuk ring pakubonia, panes karang ika.
Mwah pakubonia, yan puhun lakare, taler kari ingangge, pada cacada lawan naga-sesa, tan pegat milara.
Mwah yan ana bale pungkat, malih jujukang, sajawining gebug lindu maka bhumi, pada cacade ring balene ring balene puhun lakare.
Mwah yan ana bale mesu adegania ring legungane, balu maka­bun nga, hala.
Yan ana bale materestes bunter sami, cacad, dongkang maka­hem, nga, tan wenang hingangge, hala dahat.
Mwah yan ana bale tarojogan, magerantang mahileh, cacad, dongkang makabun, nga, hala.
Iki PAMANAS KARANG, salwirning, panes, sane ngadakang panes karang,
lwirnia :
Kapanjingan gelap mwang puhun, wenang ngadegang linggih Padma-Handap, palinggih Sanghyang Indra­blaka, tan pegat hamanggih lara bhaya, yadin ping dasa carunin tan sida purna dening caru ika. Apan Sanghyang Indrablaka, dadi Sanghyang Kalamaya, dadi Kala-Desti. Mangkana kojarniya.
Mwah yan ana kayu rempak, pungkat, mwang punggel, tan pakarana, pada panese, tan pegat hamilara.
Mwah nyuh macarang, bwah macarang, jaka macarang, ntal macarang, byu macarang, mwang wetunya kembar, tunggal pa­nese, kadi kageni – bhaya, nga, panes.
Yan ana sanggah pungkat, mwang jineng, pawon, pungkat tan pakarana, mwang katiben amuk, kaleban amuk, panca bhaya, nga, panes.
Yan ana hanggawe pungkate, panas karang ika, kewala cacad, tan kawenang malih ingangge, wenang gentosin lakare sami.
Mwah yan ana wong mentik ring babatar ing salu, wong bhaya, nga, panes.
Yan ana lulut metu ring pakarangan, kalulut bhaya, nga, panes.
Yan ana getih kentel ring pakarangan, mwang sumirat ring umah, ring pakubwan, tan pakrana, karaja-bhaya, nga. Yan ana samangkana, apang sampunang langkungan ring petang dasa dina, mangda puput macaru, dados caru ika alitan. Yan langkung ring petang dasa dina, ageng nagih waru, ika kangentakna.
Yan ana karang katumbak rurung, tumbak jalan, katumbak labak, katumbak jalinjingan, mwang tukad, katumbak pangkung, panes karang ika, Sanghyang Kala Durgha anglarani, wenang ngadegang Padma Alit, palinggih Sanghyang Dhurgamaya.
Yan ana tabwan sirah, tabwan kulit, mwang nyawan ring salu, ring paumahan, ring kubwan, pateh panese.
Yan ana manipi ring umah, ring salu, ring kubwan, pateh panese.
Yan ring lumbung, ring kamulan, hayu ika.
Mwah yan ana ingon-ingon patik wenang-wenang, salah rupa wetune, panes karang ika, wenang rarung kasagara, tugel gulene, kawandaniya rewekan ring rwi walatung, talining dening budur, bwangen ring payonidi. Raris glarana Panca – tawur.
Yan ana taru salah pati, mwang manusa salah pati ring pakarangan, panes karang ika.
Mwah salwir ing jadma salah pati, hanuli pejah, sagenah-genahniya pejah, ika tan wenang malih hantukakna maring pagenahan, hala dahat, hanuli pendhem ring setra, nganut linging Sastra-Bwana-Purana. Mangkana kramanya.
Mwah yan ngingsirang Lumbung mwang Dengen, Pabrahmana ku­nang, wenang tuntun dening lawe, panyunjungniya, taruma tangkis pang tiga, saha banten pangulapan, daksina 1, pras, sodan, asep menyan astanggi. Mangkana kramaniya. Yan tan tuntun, ila-ila dahat.