Jumat, 15 April 2022

Kajang Pada tradisi kematian di Hindu

 



Pada tradisi kematian di Hindu di Bali ada namanya kajang.
Kajang = Penutup
Sehingga Kajang bisa juga diartikan sebagai Baju bagi roh yang dimohonkan oleh keturunan mendiang kepada Brahmana atau kepada Pedeta/Pemangku Kawitannya.
Kajang ini adalah berupa kain mori yang dituliskan berbagai simbol-simbol yang kemudian melalui upacara termasuk menghidupkannya hingga oleh Dewi Saraswati. Sehingga dalam prosesnya wajib menyertakan banten Saraswati.
Pada Kajang terdapat simbol atau encryptions tertentu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus yang datang dari Bhisama keluarga dll., jadi simbol-simbol ini menandakan juga sebagai simbol “genetik” keturunan.


Diatas kajang ini kemudian akan ditempatkan ukur bambu dan ukur kepeng maupun ukur perak dan atau emas. Ukur ini bisa diibaratkan miniatur tubuh manusia yang kemudian di jarit dengan tusukan jarum pada tiap bagiannya sehingga menyatu dengan enkripsi kajang.
Simbol Kajang ini umumnya terdiri dari tiga lapis kain yang berisi enkripsi. Yang pertama adalah Kajang inti yang berisi simbol-simbol rerajahan utama, kemudian ada namanya rurub kajang atau kain penutupnya atasnya yang juga berisi encripsi dan yang terakhir adalah pengulu atau tutup kepala yang juga berisi simbol rerajahan atau enkripsi.
Kajang sebenarnya bisa juga diartikan sebagai hadiah keturunannya kepada mendiang yang sudah meninggal sehingga diluar kajang inti (yang menjadi dasar bagi ukur untuk di jarit menyatu dengan jarum (ngajum)) bisa terdapat juga lebih dari satu rurub kajang. Bahkan ada juga yang memakai sejumlah 21 lembar total keseluruhan.
Jadi Kajang adalah juga bisa dimaknai sebagai salah satu simbol bhakti dari keturunan mendiang yang akan di kremasi.
-adaptasi dari penjelasan Mangku Merajan Kawitan-

Ada brp kajang? Kajang Siwa n kajang kawitan?
kajang itu tetap satu. Ada yang tidak mengetahui kawitannya maka cukup Kajang dari Ida Sulinggih.
Yang menjadi 21 lembar nike adalah kajang beserta rurub kajangnya yang extra. Kajang itu pasti satu yang menjadi dasar dari penempatan ukur. Setelahnya adalah rurub dan pengulu (kerudung atau tutup kepala).
Jadi bila nunas dari Trisadakapun bisa. Bila dilakukan maka akan ada empat kajang bukan lagi dua (termasuk kajang kawitan).
Nggih yang umum terlihat adalah memakai dua kajang satu yang khusus dari kawitan dan lagi satu dari Ida Sulinggih (Siwa/Surya).
Tapi yang tidak mengetahui kawitannya maka Kajang dari Griya sudah cukup dan sempurna.

Bale kulkul

 


Saat piodalan pantasnya dibale kulkul munggah suci sorohan. Karena kulkul memegang fungsi sebagai pemanggil para Dewa.
Bale kulkul seyogyanya ditempatkan di Barat daya karena yg melinggih disana adalah Bhatara Siwa Rudra (Bukan iswara seperti yg saya dengar selama ini), konon saat Bhatara siwa memanggil para Dewa beliau mengambil rupa sebagai Rudra dengan iringan Butha kala I Kala Ngerak.
Maka sepantasnya saat Pemangku memulai puja kulkul dibunyikan serta saat pratima lunga utawi ngeranjing kulkul juga dibunyikan.

Memaknai Yadnya

 



Setiap kata adalah ekspresi dr sebuah ide atau lebih yg disampaikan dg sebaik2nya agar orang lain yg menerima eķapresi tsb memahami dg sebaik2nya ide yg dimaksud.
Terlebih dlm bahasa "samskritam" yg tiada lain maknanya sam + krita = samskritam yg berarti sesuatu yg dibangun dg cara terbaik.
Artinya dlm bahasa sansekerta, setiap kata dibangun sedemikian rupa shg mendapatkan bentukan kata yg terbaik untuk menyampaikan sebuah "bhawa" atau ide. Bhawa ini biasanya tersimpan dlm akar kata atau root verb dr kata bentukan td. Jd dg mengetahui akar katanya, kita mendapatkan ide atau bhawa de kata tsb, dan mengembangkan maknanya untuk memahami apa yg dimaksud.
Yadnya adalah salah satu kata "samskritam", berasal dr akar "yaj" menjadi "yajina" menjadi yadnya dan maknanya adalah
“an act of applying oneself quietly and persistently to master something by focused intention”
Jadi yajnya adalah suatu tindakan yg dilakukan dengan ketekunan dan khidmat untuk menguasai sesuatu dengan konsentrasi yg menunggal. Dalam melakukan yajnya spirit ini yg harus ditanamkan. Walaupun intinya hanya satu tujuan dr yajnya yaitu untuk mencapai Tuhan, sesuai definisi, tetapi manifetasinya yang beragam membuat kita harus menyesuaikan dg obyek yajnya, karenanya kita mengenal:
(Berdasarkan pembagian yajnya dlm filsafat ANANDA MARGA - Shrii Shrii Anandamurti))
1. Bhuta yajnya,
2. Manusa yajnya (atau Nr Yajnya, nr=nara=manusia),
3. Rsi yajnya,
4. Pitra yajnya atau (Pitr) dan
5. Dewa yajnya(atau Adhyatma yajnya=Tuhan)
Bhuta yajya mencakup segala ciptaan diluar dr keempat lainnya. Berarti seluruh mahluk spt tumbuhan, hewan dan batu, tanah air, lingkungan dsb. Bhuta yajnya dilakukan dg memperlakukan "mereka" (sarvabhuta) dg baik, menjaga keharmonisan lingkungan alam, tidak mencemari lingkungan (udara, air dan tanah) merupakan bentuk bhuta yajnya. Memberi makan hewan, menyiram tanaman juga termasuk bhuta yajnya. Dengan bhuta yajnya keseimbangan alam semesta akan terjaga. Bhuta yajnya harus dilakukan dlm kehidupan sehari2 berkesinambungan.
Manusa Yajnya mencakup pelayanan terhadap sesama manusia, menolong orang yg sakit, membantu yg miskin, membantu org terkena bencana dsb. Semua dilakukan dg spirit melayani Tuhan, menyadari sesama sebagai bagian yg tak terpisahkan dr diri kita. Tat tvam asi.
Pitra yajnya, bagaimana melayani leluhur? Ini sdh sering dibahas panjang lebar. Leluhur yg sdh jauh dr jangkauan dunia maya, maka untuk melayaninya adalah dg menjaga prati sentananya, keturunan dan keluarga yg masih ada, menerapkan nilai2 luhur yg mereka ajarkan.
Rsi Yajnya, diantara manusia ada orang2 tertentu yang telah menyumbangkan hasil karya yang besr bagi umat manusia. Mereka yang menurunkan pengetahuan, yg membuat kesehjateraan manusia spt yg kita nikmati skrng patut dihargai. Dengan meniru tauladannya, menyebarkan ajaran sucinya.
Adhyatma, ini adalah bentuk yajnya terakhir dalam bentuk sadhana. Melakukan yoga, meditasi, dsb. Sebuah usaha mensucikan jiwa raga agar menjadi dekat dgNya.
Kesimpulannya kalau kita fahami dengan baik, semua merupakan satu kesatuan untuk menciptakan tatanan kehidupan yg harmonis fisik mental dan spiritual, dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Internal maupun eksternal. Antar sesama manusia dan dengan alam semesta dan Tuhan (Tri Hita Karana). Kalau ini difahami dan dilaksanakan dengan benar, hasilnya adalah nyata. Tetapi kalau hanya dijadikan simbolik, maka tdk ada hasilnya. Demikianlah Yadnya yang bersifat simbolik kalau tidak diikuti dg praktek nyata, tdk akan memberikan kesejahteraan.

PASUPATI

 


Sang Hyang Siwa beryoga dalam wujud Sang Hyang Pasupati menganugrahkan ketajaman (lelandepan) kepada manusia untuk mempermudah hidupnya.
Ke bhuwana alit Ida menganugrahkan "ketajaman pikiran/intuisi" untuk memudahkan di dalam menelaah, didalam menentukan jalan kebenaran.
Ke bhuwana agung Ida menganugrahkan peralatan/senjata tajam untuk menunjang pelaksanaannya.
Dihari suci ini, sebaiknya diisi dengan renungan-renungan yang bertujuan mempertajam pikiran/intuisi untuk menegakkan Dharma.
Malam hari.... Tidak boleh melakukan pekerjaan yang menggunakan senjata/peralatan tajam atau yang terbuat dari logam termasuk kendaraan. Itulah waktunya untuk mendekatkan diri kepada beliau guna memohon kekuatan pikiran/intuisi ataupun kekuatan senjata tajam agar bertuah.


SELAMAT HARI RAYA TUMPEK LANDEP. SEMOGA DIANUGRAHKAN KEKUATAN PIKIRAN/INTUISI DAN KEKUATAN SENJATA YANG DIKEHENDAKI.
"OM PASUPATI URIP,
BRAHMA URIP
WISNU URIP
SIWA URIP
URIP URIP URIP
OM KSAMA SAMPURNA YA NAMAH SWAHA"
"Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati,
Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip........
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang
Ang-Ung-Mang,
Om Brahma pasupati,
Om Visnu Pasupati,
Om Siva sampurna ya namah svaha"

lis bale gading / kereb akasa

 


Kereb akasa sebagai simbol permohonan kehadapan sang pencipta...agar dianugerahkan kekuatan BAYU, Untuk.menghembuskan ( ngampehang ) segala bentuk keletuhan spiritual
Taledannya sebagai simbol luasnya akasa ( Antareksa )
keben" nya sebagai simbol sumber bayu
Tipat kukurnya sebagai simbol kekuatan angin
Bentuk kubusnya sebagai simbol kekuatan akasa dr keempat belahan langit.

Lis amu amuan

 


Jan banggul
Tipat pusuh simbol jantung....aksara suci "I"
Tipat tulud simbol Ati ...aksara suci "A"
Tipat lepas simbol ginjal ....aksara sucinya "KA"
Tipat lasan simbol paru" aksara sucinya " SA "
Basang wayah simbol usus besar....aksara suci "MA"
Basang Muda simbol usus halus...aksara suci "RA"
Lawat buah simbol pembuluh getah bening ....aksara sucinya "LA"
Tangge menek tangge tuwun simbol usus 12 jari aksara sucinya "WA"
Lawat Nyuh simbol urat syaraf...aksara suci "YA"
Isuh" simbul pembuluh darah....aksara suci "UNG"
LIS AMUAN memiliki makna sebagai sarana untuk memohon kekuatan penyucian dan kekuatan " DASA BAYU " yg merupakan penyangga urip dr setiap insan di alam semesta ini.
Sesuai mantra DASA BAYU :
ONG, I A KA, SA, MA, RA, LA, WA, YA, UNG
Digunakan pada banten :
Banten Durmenggala
Banten Pengulapan
Serta banten yg lainnya yg butuh/dilengkapi lis amuan



BANTEN CANE

 


Banten cane artinya sirih yang dihidangkan di dalam rapat. Namun, di dalam kenyataannya tidaklah demikian, karena ternyata yang dimaksud cane tidak hanya sirih, walaupun unsur berupa sirih juga ada, yaitu berupa lekesan (sirih digulung terikat dengan benang). Secara lengkapnya cara pembuatan cane, antara lain sebagai berikut: Sebagai alasnya dipakai sebuah dulang yang kecil dihiasi dengan seseriyokan atau jaro dari janur berkeliling. Di tengah-tengah dulang ditancapkan batang pisang yang panjangnya disesuaikan dengan tinggi rendah yang dikehendaki. Di sekitarnya diisi perlengkapan lainnya, seperti bija, air cendana, burat wangi (lenga wangi), masing-masing dialasi dengan empat buah takir (mangkuk kecil). Selain itu terdapat pula kojong 4 buah yang berisi tembakau, pinang dan lekesan, yaitu dua lembar daun sirih dilengkapi dengan gambir dan kapur, kemudian digulung serta diikat dengan benang. Di samping itu pula atau ditambahkan dengan rokok 4 batang dan korek api. Dan untuk rokok malahan ada yang melengkapinya dengan jumlah bungkus disesuaikan dengan banyaknya peserta rapat yang hadir agar masing-masing memperoleh minimal sebatang setiap orangnya. Kemudian bunganya diatur melingkar ditancap pada batang pisang secara teratur berkeliling, sehingga menjadi indah dan paling atas diisi cili serta hiasan-hiasan lainnya.


Ada pun kegunaan cane ini adalah untuk melengkapi sesajen-sesajen yang agak besar, terutama pada waktu upacara melasti dijunjung mendahului pratima atau daksina. Namun dalam kehidupan sehari-hari dan terikat dengan acara paruman atau rapat-rapat di lembaga adat, keberadaan cane ini betul-betul diperlukan. Cane ini dipergunakan pada rapat paruman (pesangkepan) paripurna oleh lembaga-lembaga adat. Cane ini ditempatkan pada suatu tempat yang khusus atau di tengah-tengah rapat.
Ada pun tujuan memakai cane adalah untuk memohon agar pertemuan atau rapat berjalan, mendapatkan hasil yang diharapkan dan segala keputusan yang diambil dapat ditaati dengan penuh kesadaran. Di samping itu penggunaan cane pada pertemuan-pertemuan (rapat) juga bertujuan untuk mengingatkan, bahwa apa pun yang telah dicapai oleh seseorang adalah atas anugerah Ida Hyang Widhi Wasa melalui manifestasiNya.
Pemanfaatan cane sesuai dengan desa kala patra dan desa mawa cara, yaitu ada yang setelah rapat selesai baru cane itu di-lebar dan ada juga yang sebelum acara rapat dimulai yang pemanfaatannya setelah rapat selesai yakni, cane akan di-lebar, yaitu dengan jalan membagi-bagikan air cendana, bija, bunga serta perlengkapan lainnya termasuk diperciki tirta wangsuhpada Ida Bhatara. Pemakaian bija atau bunga adalah sebagai simbul telah mendapatkan anugerah dalam hal ini kiranya anugerah yang dimaksud adalah berupa hasil (keputusan-keputusan rapat). Jadi pemanfaatan cane itu sebelum atau setelah rapat, maknanya sama saja, yakni memohon rapat menghasilkan sesuatu yang baik.