|
Dagang Banten Bali
|
LEGENDA ASAL USUL WUKU (PAWUKON)
Wuku adalah perlambang dari
sifat-sifat manusia yang dilahirkan pada hari-hari tertentu seperti
layaknya horoskop atau perbintangan yang kita kenal. Adapun maksud dan
tujuan diciptakan wuku oleh para leluhur Jawa, adalah untuk mengetahui
karakter manusia pada sisi kebaikkan dan keburukkannya, saat-saat
sialnya, dan doa penangkal dan keselamatannya. Adapun sejarah
asal-usulnya wuku yang berjumlah 30 macam sebagai berikut :
Di
ceritakan ada dua putri bersaudara yang bernama dewi Shinta dan dewi
Landep, dua-duanya diperistri oleh seorang pandita yang bernama Resi
Gana., Resi Gana ini adalah putra dari Bethara Temburu dalam ceritanya
dalam memperistri dua putri tersebut, Resi Gana belum mendapatkan putra
dan cintanya dikarenakan usianya yang sudah tua serta buruk rupa, pada
suatu malam karena cinta kasihnya pada salah satu istrinya ( Dewi shinta
) sang Resi mendapatkan kekecewaan karena perilaku sang Dewi Shinta
tersebut.
Sehingga menyebabkan sang Resi menjadi muksa (
menghilang secara gaib ). Pada saat itu sang Resi sempat mengucap /
bersabda kepada Dewi Shinta “ Pada suatu kelak nanti wiji yang tertanam
dalam rahimnya akan menghasilkan anak laki-laki agar diberi nama “Raden
Watu Gunung “.
Singkat cerita Dewi Shinta akhirnya hamil dan
mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama seprti sabda
tersebut, sang bayi menjelang akhir dewasa nafsu makannya luar biasa /
tidak lumrah seperti bayi-bayi yang lain, hingga pada sutau saat ketika
Dewi Shinta menanak nasi Raden Watu Gunung mengis sesengguhan, saking
kesalnya Dewi Shinta memukul dengan entong ( sendok nasi ) kemudian Watu
Gunung kecewa sekali lalu pergi tanpa pamit.
Setelah selesai
menanak nasi Dewi Shinta mencari putranya, akan tetapi tidak pernah
ketemu. Saking susah hatinya Dewi Shinta dibantu Dewi Landep bertapa di
pedepokan ( rumahnya ) dalam pertapaannya akhirnya dua putri tersebut
mendapatkan kesaktian yang luar biasa, sehingga banyak pandita-pandita
yang lain banyak belajar ilmu dan ingin melamarnya. Tetapi semuanya
ditolak, bahkan ada seorang resi yang sangat sakti pun yaitu Resi Tama
bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini mengakibatkan dua
putri tersebut lari tunggang langgang, inipun masih dikejar resi Tama.
Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi
belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama. Dalam peperangan sang
Resi Tama dapat mengalahkan semua resi-resi tersebut, bahkan terus
mengejar dua putri tersebut sampai ke negara Medangkamulan dengan
rajanya Manuk Madewa yang masih berdarah betara Brahma, dengan patihnya
berjuluk Patih Citro Dana. Di negara inipun sang Prabu Manuk Madewa juga
kasamaran terhadap kecantikan kedua putri tersebut. Sang Putri agaknya
mau dengan syarat : “ Bisa mengalahkan sang Resi Tama yang
mengejar-ngejar tersebut “ akhirnya dikerahkan bala tentara untuk
memerangi sang resi Tama dibawah pimpinan patih Citra Dana, namun dalam
peperangan tersebut prajurit dari negeri Medang Kamulam kocar-kacir.
Diceritakan Raden Watu Gunung setelah terpukul oleh entong ( sendok
makan ) tersebut sampai di hutan Selo Gringging, luka dikepala akibat
pukulan ibunya akhirnya sembuh sendiri dan berbekas. Pada suatu saat
Raden Watu Gunung bertemu dengan masyarakat di sekitar hutan tersebut
yang sedang mengadakan kendurian atau keselamatan, Raden Watu Gunung
ikut dalam selamtan tersebut namun banyak melahap makanan yang disajikan
diluar batas kewajaran. Sehingga mengakibatkan kemarahan masyarakat
akhirnya dianiaya berramai-ramai, dalam penganiayaan tersebut ternyata
Raden Watu Gunung tidak merasakan kesakitan bahkan terus melahap makanan
yang tersaji, hal ini mengakibatkan keheranan masyarakat yang akhirnya
malah sang Raden Watu Gunung dijadikan Raja diwilayah tersebut, bahkan
dibuatkan keraton dan diangkat raja dengan gelar Prabu Watu Gunung.
Pada suatu ketika sang Prabu mendengar cerita bahwa di negara Medang
Kamulan terjadi peperangan yang disebabkan seorang Resi Tama sedang
memperebutkan dua orang putri yang cantik jelita, sehingga Prabu Watu
Gunung pun ingin ikut memperrebutkannya. Akhirnya Prabu Watu Gunung
bertolak ke negara Medang Kamulan lalu berhadapan langsung dengan sang
Resi Tama. Bahkan akhirnya dapat mengalahkan Resi Tama. Namun ketika
Resi Tama dapat dikalahkan Raden Watu Gunung, yang terdengar kabar di
istana Medang Kamulan adalah patihnya yang bernama Citra Dana dalam
perjalanannya menuju ke istana sang patih tersebut dielu-elukan, bahkan
sang Prabu Manuk Madewa ikut membangga-banggakan atas kesaktian
patihnya. Hal ini terdengar oleh Prabu Watu Gunung, yang menyebabkan
kekecewaannya.
Singkat cerita terjadi peperangan lagi antara
Prabu Watu Gunung dengan Prabu Manuk Madewa yang akhirnya Prabu Manuk
Madewa tewas. Dan akhirnya menjadi raja di Medang Kamulan yang kemudian
kerajaan tersebut diganti nama negara Giling Wesi, bahkan dua orang
putri tersebut diangkat sebagai permaisurinya. Diceritakan lagi setelah
menjadi istri sang Prabu Watu Gunung, dewi Shinta melahirkan putra yang
selalu kembar sampai 13 kali ( kecuali yang nomor 14 ) sehingga jumlah
putra sang prabu 27 :
1. Raden Wukir kembar dengan Raden Kurantil
2. Raden Tolu kembar dengan Raden Gumbreg
3. Raden Warigalit kembar dengan Raden Warigagung
4. Raden Djulungwangi kembar dengan Reden Sungsang
5. Raden Galungan kembar dengan Raden Kuningan
6. Raden Langkir kembar dengan Raden Mandasija
7. Radem Djulungpujud kembar dengan Raden Pahang
8. Kuruwelut kembar dengan Raden Marakeh
9. Raden Tambir kembar dengan Raden Madangkongan
10. Maktal kembar dengan Raden Wuje
11. Raden Manail kembar dengan Raden Prangbakat
12. Raden Bala kembar dengan Raden Wugu
13. Raden Wajang kembar dengan Raden Kuwalu
14. Raden Dukut tidak kembar
Kemudian pada suatu ketika Dewi Shinta diperintahkan untuk mencari kutu
di kepala Sang Prabu Watu Gunung, betapa terkejutnya sang Dewi Shinta
melihat bekas luka kepala sang prabu, yang mengingatkan kejadian
putranya di waktu dulu, sang prabu bahkan sempat menceritakan asal
mualasan luka tersebut, yang ternyata Dewi Shinta adalah ibunya sendiri
terjadilah keharuan yang luar biasa, betapa berat cobaan hidup ini, dan
betapa memalukan kejadian ini.
Sehingga diniatkan jangan sampai
rahasia ini diketahui orang lain, sambil menangis Dewi Shinta berkata “
Sababing Karuna Ajalaran Saking Kepengine Duwe Maru Widodari Kahyangan “
yang artinya tangisnya dikarenakan keinginan untuk mengawinkan anaknya
dengan sang bidadari kahyangan. Dikarenakan keterlanjuran cintanya pada
sang dewi Shinta sang Prabu mengumpulkan semua putranya dan
memerintahkan prabu Raden Prangbakat untuk naik ke kahyangan bertemu
dengan Bathara Guru lalu memohon seorang bidadari bernama Dewi Sri untuk
diperistri sang Prabu dengan cara tebak-tebakan.
Diceritakan di
kahyangan: Djunggring Salaka Sang Hyang Guru : Resi Narada didatangi
oleh Raden Prangbakat atas pesan bapaknya : dengan membawa dua buah ayam
peking dimana Bathara Guru (putra Bathara Wisnu) dipersilahkan menebak
mana yang jantan dan mana yang betina. Bathara Wisnu menjawab “yang
betina adalah yang bertelinga bolong dan yang jantan yang bertelinga
mampat”. Namun dalam ceritanya di kahyangan niat Watu Gunung dianggap
merusak tatanan wilayah kahyangan kemudian Bathara Wisnu memimpin untuk
(Ngluruk)-mendatangi sang Prabu di Gilingwesi akhirnya terjadilah
peperangan para dewa dengan sang prabu didahului dengan perang
putra-putra sang prabu yang dikepung oleh pasukan para dewa.
Dalam peperangan tersebut yang dipimpin oleh Prabu Watu Gunung sendiri
ternyata sulit dikalahkan. Akhirnya Bathara Wisnu mencari tahu kelemahan
sang prabu dari putranya sendiri yaitu Raden Srigati yang kemudian
Raden Srigati mengutus Wil Awuk sebagai mata-mata untuk mengetahui
kelemahan Watu Gunung. Wil Awuk merubah dirinya menjadi ular kecil (ulo
kisi) diceritakan Wil Awuk berhasil masuk ke tempat pelaminan sang prabu
yang pada saat itu sedang menceritakan tentang kesaktiannya kepada sang
Dewi Shinta yang disana sempat diceritakan tentang rahasia kelemahan
sang prabu dimana hari naasnya jatuh pada hari anggara kasih jam 12
siang (bedug awan) yaitu pada hari yang sama saat kelahiran Raden
Galungan yang juga bersamaan saat Watu Gunung mengalahkan Prabu Manuk
Madewa. Kelemahan ini akhirnya digunakan oleh Bathara Wisnu untuk
menumpas kerajaan Gilingwesi dan akhirnya tumpaslah sudah kerajaan
tersebut.
Pada akhirnya diceritakan Dewi Shinta dan Dewi Landep
masih hidup dan menangis memohon Sang Hyang Jagad Noto untuk memohon
keadilan kemudian turunlah Resi Narada diutus untuk memberitahukan sebab
musababnya yang ternyata disebabkan kesalahannya sendiri yaitu
memberitahukan kelemannya kepada Sang Dewi Shinta dimana terdengar oleh
Wil Awuk.
Sebagai gantinya sang dewi akan dikabulkan
permintaannya asalkan tidak meminta hidupnya kembali sang Watu Gunung
besarta putranya sedangkan permintaan sang dewi Shinta hanya ingin Watu
Gunung dan semua putranya dimaafkan kesalahannya dan masuk surga
bersama-sama dengan dewi Landep. Permohonan ini dipenuhi oleh Sang Hyang
Jagad dimana urut-urutan masuk surga adalah :
1. Dewi Shinta
2. Dewi Landep
Kemudian diikuti ke-27 putranya yang terakhir Watu Gunung (no 30) oleh
Bathara Wisnu ke tiga puluh nama tersebut dijadikan dasar perhitungan
Wuku.
Sinta – Batara Yama (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Landep – Batara Mahadewa (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Wukir, Ukir – Batara Mahayakti (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Kurantil, Kulantir – Batara Langsur (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Tolu, Tulu – Batara Bayu (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Gumbreg – Batara Candra (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Warigalit, Wariga – Batara Asmara (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Warigagung, Warigadian – Batara Maharesi (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Julungwangi, Julangwangi – Batara Sambu (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Sungsang – Batara Gana Ganesa (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Galungan, Dungulan – Batara Kamajaya (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Kuningan – Batara Indra. (Ahad Wage – Sabtu Kliwon) Pada minggu ini jatuh hari raya Kuningan pada hari Sabtu-Kliwon.
Langkir – Batara Kala (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Mandasiya, Medangsia – Batara Brahma (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Julungpujut, Pujut – Batara Guritna (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Pahang – Batara Tantra (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Kuruwelut, Krulut – Batara Wisnu (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Marakeh, Merakih – Batara Suranggana (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Tambir – Batara Siwa (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Medangkungan – Batara Basuki (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Maktal ,Matal – Batara Sakri (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Wuye, Uye – Batara Kowera (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Manahil, Menail – Batara Citragotra (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Prangbakat – Batara Bisma (Ahad Pon – Sabtu Wage)
Bala – Batara Durga (Ahad Kliwon – Sabtu Legi)
Wugu, Ugu – Batara Singajanma (Ahad Pahing – Sabtu Pon)
Wayang – Batara Sri (Ahad Wage – Sabtu Kliwon)
Kulawu, Kelawu – Batara Sadana (Ahad Legi – Sabtu Pahing)
Dukut – Batara Sakri. Pada minggu ini jatuh hari Anggara Kasih pada
hari Selasa Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa. (Ahad Pon –
Sabtu Wage)
Watugunung – Batara Anantaboga. (Ahad Kliwon – Sabtu
Legi) Dalam minggu ini jatuh hari Jumat Kliwon yang dianggap keramat
oleh orang Jawa dan hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.